Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2013

Soal GSG, Kadis Pariwisata Lepas Tangan

PALU, MERCUSUAR – Kadis Pariwisata Sulteng, Norma Mardjanu, terkesan lepas tangan soal pembangunan gedung serbaguna (GSG) yang belum selesai hingga kini. Dalam rapat Komisi IV DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng dengan mitra, Senin (13/5/2013), Norma menyatakan rencana pembangunan GSG merupakan inisiatif dan program Kadis sebelumnya. “Ini program Dinas Pariwisata tahun 2011 sebelum kami disana. Kami hanya melanjutkan. Secara teknis, dalam pertemuan ini kami membawa PPTK, konsultan pengawas dan konsultan perencana. Kami mohon jika dewan berkenan, dalam pertemuan selanjutnya Kadis sebelum kami juga diundang,” ujar Norma. Diakui Norma, proyek tersebut saat ini menjadi temuan BPK. Ada kelebihan pembayaran pada kontraktor senilai Rp73 juta. “Itu untuk pembangunan kolom beton dan kontraktor akan mengembalikannya. Kami berharap gedung ini bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Olehnya kami berharap dukungan dukungan dari bapak ibu anggota dewan yang terhormat. Gedung ini juga bisa dijadikan tem

Anggaran Hilang, Anggota Deprov Berang

Satu bulan terakhir, hilangnya pos anggaran yang diusulkan dan ditetapkan oleh anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng bersama pemerintah, menjadi salahsatu isu ‘bisik-bisik’ di internal anggota dewan. Puncaknya, kemarin (Senin, 13/5/2013) beberapa anggota dewan menumpahkan isi hatinya, saat rapat mantra antara Komisi IV dengan beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Serangan pertama pada pemerintah dilontarkan Sekretaris Komisi IV I Nyoman Slamet. Politisi muda PDIP ini mempertanyakan beberapa usulan anggota dewan yang telah disetujui dalam pembahasan APBD 2012, tiba-tiba hilang dan tidak terealisir. Imbasnya, masyarakat kecewa dan menilai anggota dewan tidak mampu memperjuangkan aspirasi mereka. “Program-program yang dimasukkan anggota dewan itu bukan maunya anggota dewan. Itu hasil reses dan aspirasi masyarakat. Perlu dibuka secara transparan, kenapa program yang sudah dibahas bersama-sama pemerintah dengan dewan dan disepakati, hilang dan tidak terealisasi. Contohnya program

Saatnya (Kembali) Percaya pada Tuhan

Pasca reformasi, perpolitikan Indonesia diwarnai hingar bingar prediksi lembaga survey terhadap hasil Pemilu maupun Pemilukada. Masyarakat diperhadapkan pada hasil lembaga survey yang selalu ‘nyaris’ benar dalam setiap perhelatan poltik. Walhasil masyarakat digiring pada fenomena politik baru, percaya pada prediksi lembaga survey sebelum pemilihan berjalan. Bagi orang awam, lembaga survey seperti mendapat anugerah bisikan Tuhan. Karena seakan-akan kebanyakan hasil survey yang selama ini dilaksanakan cenderung mendekati angka riil yang dicapai oleh proses pemilihan sendiri. Lambat namun pasti, masyarakat secara tidak sadar kadang lebih mempercayai lembaga survey ketimbang kedaulatan Tuhan yang maha menentukan segalanya. Namun bukan Tuhan, jika Dia tidak menunjukkan kemahakuasaanya. Titik balik terjadi saat survey politik telah jadi acuan sebagian besar masyarakat Indonesia. Melalui Pemilukada DKI Jakarta, hasil survey dari seluruh lembaga survey mentah. Jokowi-Ahok yang tidak diunggul

Alihkan Anggaran Gubernur untuk Rakyat!

Gambar
PALU, MERCUSUAR- Pembahasan KUA-PPAS Perubahan APBD Sulteng tahun anggaran 2013, berjalan alot. Setidaknya pembahasan yang dimulai hari Rabu (4/9/2013) hingga Jumat siang (6/9/2013) belum tercapai kesepakatan antara Pemprov dengan DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, plafon belanja pada Perubahan APBD 2013. Hari ini rencananya pembahasan akan kembali dilanjutkan. Anggota Badan Anggaran (Banggar) dari Fraksi Partai Demokrat, Nawawi Sang Kilat menegaskan, salahsatu permasalahan yang membuat pembahasan berjalan alot karena belum tercapai titik temu dengan tim anggaran pemerintah daerah (TAPD). Poin pertama ujar Nawawi, soal anggaran untuk menjawab program atau kegiatan masyarakat yang masuk melalui Deprov. “Setiap anggota reses atau kunjungan ke daerah, ada aspirasi yang disampaikan baik oleh masyarakat maupun pemerintah kabupaten/kota. Idealnya ini ditindaklanjuti dalam pembahasan APBD dan Perubahan APBD. Tentu kami di dewan sadar, tidak semua aspirasi masyarakat bisa langsung direalisasikan

Pemprov Belum Terapkan Prinsip Keadilan Anggaran

Pemprov Sulteng dibawah kepemimpinan Gubernur Longki Djanggola dan Wakil Gubernur Sudarto belum sepenuhnya melaksanakan prinsip keadilan anggaran. Setidaknya hal itu mencuat dalam pertemuan antara Tim DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng denga Pemkab Buol, akhir pekan kemarin. Tim Deprov yang dipimpin Wakil Ketua Deprov Lutfi Lembah dengan anggota Yahya R Kibi, Zainal Daud, Asgar Djuhaepa, Irwanto Lubis dan Syarifuddin Adam diterima langsung Ketua DPRD Buol Abdullah Batalipu dan Bupati Buol Amirudin Rauf beserta seluruh kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Di depan Tim Deprov, Pemkab Buol berharap kucuran anggaran dari APBD Provinsi untuk Buol bisa ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang. Berdasarkan evaluasi Pemkab, kucuran anggaran yang turun ke Buol melalui proyek-proyek yang dikelola Pemprov Sulteng, relatif kecil dibandingkan yang diterima kabupaten lain. Pemkab Buol sebagaimana dituturkan Zainal Daud, menyatakan Pemkab Buol siap menyukseskan visi misi Gubernur yang ingin mem

Evaluasi Membengkak Rp560 Juta, Bantuan Dipangkas Rp12 Miliar

Plafon anggaran pada Perubahan APBD 2013 mendapat sorotan anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng. Salah satu mata anggaran yang menjadi perhatian adalah pemangkasan anggaran bantuan untuk kabupaten/kota sebesar Rp12,4 miliar dan pembengkakan mata anggaran evaluasi dan monitoring penyelenggaraan pemerintahan dari Rp49.124.000 menjadi Rp609.124.000. Sekretaris Komisi II, Zainal Daud, salah satu pihak yang mempertanyakan plafon anggaran tersebut. Menurut Zainal, penambahan dari mata anggaran APBD 2013 sebesar Rp560 juta untuk evaluasi dan monitoring pemerintahan, terlalu besar. Dikatakan Zainal, Deprov perlu mendapatkan penjelasan atau rasionalisasi ‘pembengkakan’ anggaran itu. “Etikanya, dalam pembahasan perubahan anggaran tidak ada penambahan anggaran yang melebihi pagu dari APBD murni. Ini anggaran awalnya Rp49 juta dalam perubahan menjadi Rp609 juta. Penambahannya terlampau besar, sekira lima ratusan juta. Ini perlu dijelaskan pemerintah, sehingga tidak menimbulkan pertanyaan masyar