Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

Strategi Komunikasi Media[1]

Oleh: Temu Sutrisno [2] PENDAHULUAN Berita itu bukan peristiwa. Tapi persepsi atau serapan manusia atas peristiwa. Dengan demikian, berita adalah upaya rekonstruksi atas peristiwa, dengan pertimbangan agar persitiwa itu memiliki arti. (Wilbur Schramm,1949). Pemahaman ini dalam konteks media disebut dengan angle. Angle berita  ( news  angle ) adalah sudut pandang ( poin of view ) pewarta terhadap sebuah peristiwa. News  Angle  inilah yang akan membedakan isi  berita  antara satu media dengan media lainnya. Peristiwanya sama, namun karena perbedaan news  angle , konten dan pesan beritanya akan berbeda. Dalam konteks yang lebih luas, berita juga dipengaruhi pandangan dunia ( weltanschaung ). Secara sederhana, pandangan dunia adalah bingkai atau framing dibuat untuk gambaran tentang dunia. Bergabai berita di dunia adalah peristiwa yang diberkan framing , agar kejadian-kejadian itu tersusun secara runtut. Noam Chomsky membuat ilustrasi persepsi dengan kisah percakapa

RTRW untuk (Si)Apa?

Gambar
Oleh: Temu Sutrisno Torijono duduk termangu di atas sebuah batu, memandangi gundukan tanah di depannya. Tepat di gundukan itu, terpatri banyak memori ia membina rumah tangga dari awal pernikahan, hingga dua putranya tumbuh. Terbayang kedua buah hatinya bermain di pekarangan. Teringat suasana bahagia, terkenang perjuangan membangun keluarga kecil. Kini semua telah sirna. Setahun lalu, bencana menghancurkan semua. Tak terkecuali, rumahnya. Di balik semua itu, Torijono masih bersyukur pada Tuhan. Istri dan kedua buah hatinya selamat dari hantaman bencana yang menggulung. Sore itu, ia dan kedua putranya ke masjid sekira seratusan meter dari rumahnya. Setelah gempa mengguncang, tsunami menghantam, dan likuefaksi menelan rumahnya, ditengah kepanikan dalam gulita malam, Torijono bertemu istrinya yang selamat dari ‘ blender’  likuefaksi. Kini setahun berselang, pemerintah telah merevisi rencana tata ruang wilayah (RTRW). Pemerintah menyepakati Rekomendasi Arahan Tata Ruang

Data (yang) Tak Kunjung Tuntas

Gambar
Oleh: Temu Sutrisno MERCUSUAR-Bencana Sulteng telah satu tahun berlalu. Perlahan, aktivitas masyarakat kembali normal. Daya survive masyarakat Sulteng, menjadi perhatian dunia. Masyarakat terdampak bencana relatif lebih cepat bangkit dibanding daerah lain. Semangat bangkit masyarakat, bukan tanpa cela. Ada satu catatan buruk terhadap penanganan pascabencana. Setahun berlalu, tahap rehabilitasi dan rekonstruksi terbentur pada data korban, terutama berkaitan dengan persoalan keperdataan. Sampai hari ini, data korban penerima dana stimulan untuk rumah rusak berat, sedang, dan ringan tak kunjung tuntas. DPRD Kota Palu dan DPRD Sulawesi Tengah, terus menyuarakan dan mendorong pemerintah daerah memperbaiki kembali data penerima manfaat jaminan hidup, bantuan hidup, penerima stimulan, dan penerima hunian tetap. Belajar dari Jepang, data menjadi salah satu poin penting untuk dalam penanganan bencana. Pada  1923 Jepang pernah diguncang gempa berskala 7,9 SR yang memakan kor

Berharap Terang Menuai Remang

BELUM lama ini Wali Kota Palu Hidayat, melalui Whatsapp grup meminta Kadis Lingkungan Hidup memeriksa lampu taman di Petobo yang dilaporkan warga tidak menyala. Usut punya usut, ternyata accu lampu taman raib. Persoalan penerangan di area publik tidak menyala sejatinya bukan hanya di taman Petobo. Di taman-taman lainnya dan juga jalan umum, penerangan tidak berfungsi sebagaimana layaknya. Penelusuran Mercusuar, (sekadar menguatkan fakta dengan data), sepanjang jalan Gadjah Mada hanya enam mata lampu yang menyala. Selebihnya 36 mata lampu mati. Demikian halnya dengan jalan Tombolotutu, dua menyala dan 16 mati. Jalan Hasanuddin mati 10 titik dan menyala 5 titik mata lampu. Sedikit lebih terang, jalan Sam Ratulangi 24 menyala dan enam mati. Jalan-jalan ini sekadar contoh, masih banyak mata lampu penerangan jalan umum yang mati tidak berfungsi. Data yang dimiliki Mercusuar, masih banyak jalan lain yang penerangannya ‘tidak terang’. Matinya lampu taman ataupun penerangan jalan umu

Puisi-Negeri Papa

Oleh: Temu Sutrisno Terbang tinggi  Melintas samudra Terlihat elok negeri dari atas mega Tertegun aku mengaggumi Maha karya Sang Murbehing Dumadi Betapa besar nan indah Seperti serpihan surga Idaman anak manusia Iniah negeri yang membuat iri Semua bangsa ingin berkuasa Setitik karunia Berjuta pundi Dalam kandungannya Tapi Di ujung sana Sebagian rakyat menahan dahaga Di ujung sana Rakyat mengikat perut Menahan rasa Di ujung yang lain Anak negeri bertahta Berlomba menguras harta Mengeruk kekayaan bangsa Negeri kaya serpihan surga Miskin papa salah kelola Duh Gusti Kemana intan permata Besi mulia Minyak bumi Kandungan ibu pertiwi Kemana kekayaan alam berlabuh? Tentu saja dikuasai Mereka yang tamak Mereka yang rakus Mereka yang tak peduli Duh Gusti Kalau saja koruptor dihukum mati Mungkin kekayaan bangsa selamat Merata terdistribusi Kalau saja negeri ini Tidak bersahabat dengan kepentingan asing Mungk

Puisi-Sesat Informasi

Oleh: Temu Sutrisno Busuk negeri karena anak sendiri Hancur bangsa karena sesat informasi Hari demi hari Fitnah dan kebohongan menyelimuti Entah kemana pergi Luhur budi pekerti Tidak ada lagi Tidak ada ingatan perintah Ilahi Jauhi prasangka Sungguh sebagian prasangka itu dosa Tidak ada lagi Tidak ada ingatan perintah Ilahi Janganlah selalu mencari  kesalahan orang lain Jangan menggunjing saudara sendiri Semua sirna Tidak lagi ingat petunjuk Ilahi Semua suka makan bangkai saudara sendiri Kebohongan membuncah Dari mulut ke mulut Semua berteriak mengabarkan Tanpa pengetahuan Tidakkah itu sebuah dosa? Tidak Karena kamu menganggap itu ringan belaka Tidak ada lagi Tidak ada ingatan perintah Ilahi Jika seorang fasik membawa informasi Teliti Verifikasi Bertabayyun dan cermati Tuhan telah berfirman dalam kitab suci Kebohongan Fitnah Kecerobohan Akan kau sesali Rusak binasa bangsa Akibat kabar tak berdasar Tidakkah

Negeri Sejuta Pengamat

Gambar
Oleh: Temu Sutrisno MERCUSUAR-Tahun 1938 Hindia Belanda lolos ke putaran final piala dunia. Setelah koloni Belanda lenyap dari nusantara dan berdiri Negara Indonesia, piala dunia hanya meninggalkan pengamat dan komentator bagi banyak orang di Indonesia. Timnas tidak pernah lolos putaran final piala dunia. Nyaris 350 juta penduduk Indonesia sangat fasih mengomentari, dan bahkan mengritik jalannya pertandingan sepak bola. Apakah mereka semuanya bisa bermain bola? Tidak! Lebih mudah mengomentari dan mengritik daripada main bola. Kini dengan perkembangan teknologi informasi, komentar dan kritik bisa ditayangkan, bisa dirilis di media apa saja. Bukan hanya platform media cetak, elektronik, dan online semata, namun juga media sosial. Komentar dan kritik bukan saja muncul dari dunia olahraga. Dalam kehidupan sosial politik dan pemerintahan, jutaan orang di Indonesia menasbihkan diri sebagai pengamat dan komentator. Ada yang sadar, menempatkan amatan dan komentar sebagai profesi,