Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Perjalanan Dinas Rp111 Miliar, Kesmas Rp3,2 Miliar

Oleh: Temu Sutrisno Tingginya temuan kasus gizi buruk di beberapa wilayah Sulteng, menunjukkan masih banyak masyarakat miskin dan hampir miskin. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kampanye pemerintah Sulteng, yang menyatakan angka kemiskinan turun sekitar dua persen pertahun. Data terbaru, seperti yang dirilis Mercusuar edisi Senin (16/2), kasus gizi buruk di Kabupaten Morowali awal 2009 ini berjumlah tujuh kasus. Dari sisi kuantitas, jumlah tersebut jauh melampaui angka rata-rata kasus gizi buruk di Sulteng pada 2008 lalu dimana per bulannya tiga kasus. Tahun 2008, kasus gizi buruk pada Balita juga terjadi pada hampir semua wilayah Sulteng. Kasus terbesar terjadi di Kabupaten Donggala. Dinas Kesehatan Sulteng menemukan 102 kasus   di kabupaten tertua di Sulteng ini. Menyusul Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) sebanyak 39 kasus dan Buol 29 kasus.   Kasus gizi buruk pada balita paling sedikit terjadi di Kabupaten Poso, atau hanya 1 kasus. Berdasarkan data data

Pengentasan Kemiskinan Tanpa Arah

Oleh: Temu Sutrisno Penanggulangan kemiskinan merupakan program prioritas pemerintahan HB Paliudju-Ahmad Yahya. Program ini turunan langsung dari visi “Sulteng aman, adil, damai dan sejahtera”, yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Sulteng 2006-2011. Sudahkan penanggulangan kemiskinan selama tahun 2007, mencapai hasil maksimal? Berikut catatan wartawan koran ini. Penurunan angka kemiskinan yang dikampanyekan Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (BPMD), dari 566.100 jiwa (24,09%) pada tahun 2006 menjadi 557.400 jiwa (22,42%) pada tahun 2007, dinilai banyak pihak meragukan. Karena realitas di lapangan, menunjukan jumlah orang miskin mengalami peningkatan signifikan. Penilaian tersebut wajar, mengingat tidak adanya definisi dan indikator jelas tentang kemisikinan di Sulteng. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), tidak didapatkan definisi dan indikator kemiskinan. Bahkan saat paripurna pembahasan RPJMD beberapa waktu l

Target Pemberantasan Buta Aksara, Dikjar Omong Kosong

 Oleh: Temu Sutrisno Target pemberantasan buta aksara Sulteng tahun 2009 yang dicanangkan Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Dikjar) dinilai tidak realistis. Dikjar Sulteng terlalu mengawang-awang, menyusun program pemberantasan buta aksara, yang mencapai 72 ribu jiwa. Tidak tanggung-tanggung, penilaian itu dilontarkan anggota DPRD Provinsi (Deprov) HA. Firman Maranua. Secara sinis Firman, menganggap target pemberantasan buta aksara pada tahun 2009, hanya omong kosong. Pemberantasan buta aksara hingga 72 ribu untuk satu tahun kedepan, bukan persoalan mudah. Terlebih, angka di lapangan, bisa lebih besar dari yang data yang diajukan Dikjar Sulteng. Belum lagi, indikator yang dijadikan parameter keberhasilan, sangat subyektif. Artinya indikator buta aksara, antara Dikjar dan pihak lain bisa berbeda dan dapat diperdebatkan. Pernyataan dan penilaian Firman dikuatkan Ketua Komisi IV Deprov, Armin Latjangky. “Indikator sifatnya relatif. Apa yang dijadikan patokan Dikjar, bisa b

Memaknai Peringatan 1 Suro

Oleh: Temu Sutrisno Peringatan tahun baru Jawa atau 1 Suro merupakan penanda pergantian tahun menurut penanggalan Jawa. Pada 2017 ini tahun Jawa telah berumur 1951 tahun, yang penetapannya dilakukan pada jaman Kerajaan Mataram Islam di bawah pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645 M), menggantikan penanggalan Hindu yaitu tahun Saka. Tanggal 1 Suro diperingati tepat dengan 1 Muharram atau Asyuro. Sebutan Asyuro dari bahasa Arab dalam dialek masyarakat Jawa berubah jadi Suro. Ketika itu di masyarakat Jawa, tahun yang menjadi pegangan masyarakat pada zamannya adalah Tahun Saka yang berdasarkan peredaran matahari. Sementara bagi umat Islam sendiri menggunakan Tahun Hijriyah. Pada waktu Sultan Agung berkuasa, Islam telah diakui menjadi agama di lingkungan istana Mataram (Islam). Maka untuk tetap meneruskan penanggalan Tahun Saka yang berasal dari leluhurnya dan ingin mengikuti penanggalan Tahun Hijriyah, maka Sultan Agung membuat kebijakan mengubah Tahun Saka menjadi Tahun Ja

Bangkit dengan Modal Dua Komputer Tua

(Refeleksi 55 Tahun Mercusuar) Oleh: Temu Sutrisno Tanggal 31 Agustus 1962, Rusdy Toana harus melewati hari-hari sibuk. Pada saat bersamaan, menanti kelahiran putra ketiganya sekaligus mempersiapkan penerbitan surat kabar Suara Rakyat, cikal bakal Mercusuar. Di sisi lain, Rusdy Toana juga berjibaku memperjuangkan kelahiran Provinsi Sulawesi Tengah. Semangat seorang Rusdy Toana, sepertinya tidak sebanding dengan postur tubuhnya yang kecil. Tidak ada keluhan Rusdy Toana hari itu. Walhasil, hari itu Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan anugerah putra ketiga, yang saat ini dikenal sebagai tokoh pers, Tri Putra Toana. Esok harinya, 1 September 1962, surat kabar Suara Rakyat terbit untuk pertama kalinya. Satu setengah tahun berselang, Provinsi Sulawesi Tengah yang diperjuangkan terwujud. Benar apa yang dinyatakan Lance Armstrong, jika anda ingin berhasil jangan pernah mengeluh. Jangan membayangkan, Suara Rakyat saat itu sama dengan Mercusuar saat ini. Suara rakyat diawal