Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2011

PengangguranSulteng Capai 62 Ribu Jiwa

JUMLAH pengangguran di Sulteng mencapai 62.964 jiwa. Hal itu menjadi salahsatu catatan Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng,Moh Ilham Chandra Ilyas, terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Sulteng 2010. Lapangan kerja lanjut Chandra, tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. “Diakui berdasarkan data yang disampaikan Gubernur, angka pengangguran turun. Namun masih adasekira 62 ribu jiwa yang menganggur. Lapangan kerja yang ada tidak sebanding dengan angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk,” ujar Chandra (28/12/2010) kemarin. Pengangguran ungkap politisi muda PKS itu, lebih banyak didominasi out put pendidikan tinggi. Hal itu menurutnya dikarenakan pendidikan daerah kurang berkorelasi dengan potensi lapangan kerja yang ada. Selain penangguran, Chandra juga menggarisbawahi angka kemiskinan di Sulteng. Hingga Maret 2010, angka kemiskinan Sulteng mencapai 18,06 persen atau setara 474.990 jiwa dari total jumlah penduduk 2,6 juta

Masih Ada PNS Sulteng Berpendidikan SD

PEGAWAI negeri sipil di lingkup Pemprov Sulteng didominasi lulusan SMA. Demikian laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) akhir masa jabatan gubernur HB Paliudju dan wakil gubernur Achmad Yahya. Berdasarkan data kepegawaian yang disampaikan dalam LKPJ, jumlah pegawai 6.785 orang. Dari total PNS tersebut lulusan SMA berjumlah 3.031 orang. Urutan kedua ditempati PNS dengan pendidikan S1 sebanyak 2.214 orang. Jumlah PNs terkecil berkualifikasi pendidikan S3, sebanyak 4 orang. Malah masih ada PNS di Pemprov Sulteng yang berkualifikasi pendidikan SD dan SMP. Untuk PNS dengan pendidikan SD berjumlah 125 orang dan SMP berjumlah 124 orang. Anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng dari PAN, Suprapto Dg Situru, dalam sebuah kesempatan menyampaikan perlunya meningkatkan kapasitas PNS. Dikatakan Prapto, PNS merupakan ujung tombak pelayanan masyarakat, pemerintahan dan pembangunan. Olehnya, kapasitas PNS sangat menentukan kualitaspelayanan masyarakat, pemerintahan dan proses pembangunan. “Ini har

Deprov Ajukan Bandara SIS Aljufri

KOMISI III DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng mengusulkan penggantian nama Bandara Mutiara Palu dengan nama Bandara SIS Aljufri. Usulan itu disampaikan kepada Gubernur HB Paliudju pada sidang paripurna akhir Desember 2010, untuk menghormati pahlawan nasional dari Sulteng tersebut. Ketua Komisi III Nawawi Sang Kilat dan anggota Komisi III Syakinah Aljufri, secara tegas menyatakan dukungannya atas penggantian nama Bandara Mutiara menjadi SIS Aljufri. “Bukan berarti menafikkan pahlawan lainnya, tapi Habib (panggilan SIS Aljufri) merupakan satu-satunya pahlawan nasional dari Sulteng yang kini telah ditetapkan negara. Untuk menghormatinya, saya kira tidak keliru jika nama SIS Aljufri, diberikan untuk nama Bandara yang ada di Palu,” kata Nawawi. Diungkapkan Nawawi, hampir semua nama Bandara di daerah lain juga menggunakan nama pahlawan nasional. “Coba lihat, Surabaya menggunakan Juanda, Makassar Hasanuddin, Jakarta Soekano-Hatta dan Halim Perdana Kusuma, begitu juga dengan Semarang nama Bandaran

Warga Buon 50 tahun Menunggu Air Bersih

WARGA desa Buon Kecamatan Luwuk kesulitan air bersih. Kondisi itu, telah berlangsung sejak desa tersebut dibuka tahun 1960. Demikian dikeluhkan masyarakat, saat anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Markus Sattu Paembong, melakukan reses di Banggai belum lama ini. Dikatakan Markus, masyarakat telah beberapa kali mengusulkan sarana air bersih tersebut ke Pemkab Banggai, melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). “Desa tersebut diatas perbukitan dan kondisinya bebatuan. Ada sekira tujuh ratus kepala keluarga di desa itu. Sumber air sangat sulit, jaraknya sekira 12 Km. Sumber air terdekat berjarak 1,5 Km, namun mata airnya kecil,” terang Markus, kemarin (6/1). Untuk memenuh kebutuhan air, masyarakat menampung air hujan dan membeli air Rp400 untuk satu dirigen 20 liter. “Air bersih itu bantuan pemerintah, namun dipjual Rp400 per dirigen. Bantuan air bersih datang seminggu dua kali,” ujar Markus. Akibat ketiadaan air, masyarakat di desa Buon sebagaian besar tidak memiliki ja

Bank Sulteng Kucurkan Kredit Bermasalah Rp16,8 M

BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK RI) menyoroti pengucuran kredit PT Bank Sulteng. Bank milik pemerintah daerah itu dinilai melakukan pengucuran beberapa kredit tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Demikian temuan BPK RI yang disampaikan dalam paripurna istimewa DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng kemarin (11/1). Pengucuran kredit PT Bank Sulteng pada Pemkab Parmout senilai Rp16,8 miliar, tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bukan hanya itu, Kepala BPK RI Perwakilan Sulteng Dadang Gunawan, juga menyebut dana alokasi khusus (DAK) Parmout Tahun 2009 yang disajikan PT bank Sulteng sebagai kewajiban segera pada rekening titipan pihak ketiga sebesarRp10,7 miliar, juga menyalahi ketentuan yang berlaku. Tidak berhenti di situ, BPK juga menyoroti pengucuran kredit PT Bank Sulteng pada tujuh debitur senilai Rp1,3 miliar. Pengucuran kredit tersebut sama dengan kredit Pemkab Parmout, menyalahi ketentuan yang berlaku. Selain membeberkan temuan tersebut, BPK juga mengancam akan melaporkan Gubernur da

RSUD Undata Tanpa Standar Pelayanan

BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulteng dalam laporan hasil pemeriksaan 2009-2010, menyebut RSU Undata belum memiliki standar minimum pelayanan rawat inap dan instalasi farmasi. Di depan paripurna DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, BPK juga menyatakan pelayanan rawat inap di RSU Undata belum dilengkapi unit customer care. “Administrasi pelayanan rawat inap juga belum didukung dengan bukti yang lengkap dan sah,” ujar Kepala BPK Perwakilan Sulteng, Dadang Gunawan, Rabu (11/1) lalu. Bukan hanya soal rawat inap, Undata disebut BPK juga belum memiliki standar pelayanan minimum farmasi. Ditegaskan Dadang, perencanaan pengadaan obat dan peralatan kesehatan (Alkes) di Undata belum memadai. “Pengendalian atas pendistribusian perbekalan farmasi belum memadai,” sebut Dadang. Direktur RSU Undata dr Amiruddin Rauf atau yang akrab disapa dr Rudi, ketika dikonfirmasi membantah hal tersebut. Dikatakan dr Rudi, RSU Undata terus berbenah untuk meningkatkan layanan pada masyarakat. Pemeriksaan yan

Deprov Harus Seriusi Temuan BPK

DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng harus menyeriusi seluruh temuan dan rekomendasi BPK RI yang tercantum dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP). Hal itu diungkapkan Sekretaris Komisi I Irwanto Lubis, menyikapi ancaman BPK yang akan melaporkan Gubernur dan Deprov pada aparat berwenang, jika tidak menindaklanjuti temuan BPK. “Aturannya jelas, baik itu UU No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, Permendagri No. 13 tahun 2010 tentang pedoman pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap tindaklanjut temuan BPK ataupun Peraturan BPK No. 2 tahun 2010, Deprov dan Gubernur harus menindaklanjuti rekomendasi BPK,” ujar Irwanto, kemarin (12/1/2011). Untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK kata Irwanto, Deprov harus membahasnya melalui gabungan komisi atau Pansus. “Saya usulkan agar dibentuk Pansus, untuk menelaah hasil pemeriksaan BPK,” katanya. Jika dalam telaahan Pansus ditemukan indikasi pelanggaran hukum terhadap pengelolaan keuangan negara, maka Deprov haru

PD Sulteng Tidak Menguntungkan

PERUSAHAAN Daerah (PD) Sulteng belum mampu menjadi ujung tombak peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Hal itu terlihat dari besaran PAD yang disumbangkan PD lima tahun terakhir. Padahal penyertaan modal dari APBD cukup besar. Hingga tahun 2009, anggaran penyertaan modal yang dikucurkan ke PD Sulteng mencapai Rp8,28 miliar, namun penerimaan PD yang disetor ke pemerintah Triwulan II TA 2010, baru mencapai Rp86,3 juta. Malah dua bulan terakhir di tahun 2010, PD kewalahan membayar upah karyawannya. Menurut data Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur HB Paliudju akhir masa jabatan 2006-2010, sejak tahun 2006, PD tidak memberikan kontribusi banyak bagi daerah. Jumlah keuntungan yang disetor ke daerah tahun 2006 sebanyak Rp26,5 juta, tahun 2007 Rp103,9 juta, tahun 2008 tidak ada, tahun 2009 Rp585,6 juta dan Triwulan II tahun 2010 sebanyak Rp86,3 juta. Apa yang dicapai PD sangat jauh berbeda dengan PT Bank Sulteng, yang juga merupakan BUMD. Sejak tahun 2006 hingga tahun 2010

Pajak ‘Rakyat Kecil’ Kalahkan Kontribusi BUMD

Tujuan pendirian badan usaha milik daerah (BUMD) sebagai salahsatu ujung tombak sumber pendapatan asli daerah (PAD) di Sulteng, belum sepenuhnya terwujud. Alih-alih menyumbangkan pendapatan untuk mengatrol tingkat kesejahteraan masyarakat, malah salahsatu BUMD dua bulan terakhir kewalahan membayar upah karyawannya. PT Bank Sulteng dan Perusahaan Daerah (PD) Sulteng, dua BUMD milik Pemprov Sulteng, tidak mampu memberikan kontribusi pendapatan signifikan. Jika diutak-atik dari sisi bisnis, penerimaan daerah dari dua BUMD ini relatif kecil dibandingkan pendapatan daerah lain, dimana saham pemerintah nol persen. Atau bahasa sederhanya pemerintah ‘rugi’ memberikan kucuran modal setiap tahun untuk kedua BUMD tersebut. Sebutlah penerimaan yang disumbangkan ‘rakyat kecil’ dari pajak kendaraan bermotor. Sumbangan rakyat terhadap PAD, melalui pajak kendaraan bermotor jelas melampaui pendapatan yang disetor kedua BUMD tersebut. Hingga tahun 2009, anggaran penyertaan modal yang dikucurkan untuk PT