PD Sulteng Tidak Menguntungkan

PERUSAHAAN Daerah (PD) Sulteng belum mampu menjadi ujung tombak peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Hal itu terlihat dari besaran PAD yang disumbangkan PD lima tahun terakhir. Padahal penyertaan modal dari APBD cukup besar.
Hingga tahun 2009, anggaran penyertaan modal yang dikucurkan ke PD Sulteng mencapai Rp8,28 miliar, namun penerimaan PD yang disetor ke pemerintah Triwulan II TA 2010, baru mencapai Rp86,3 juta. Malah dua bulan terakhir di tahun 2010, PD kewalahan membayar upah karyawannya.
Menurut data Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur HB Paliudju akhir masa jabatan 2006-2010, sejak tahun 2006, PD tidak memberikan kontribusi banyak bagi daerah. Jumlah keuntungan yang disetor ke daerah tahun 2006 sebanyak Rp26,5 juta, tahun 2007 Rp103,9 juta, tahun 2008 tidak ada, tahun 2009 Rp585,6 juta dan Triwulan II tahun 2010 sebanyak Rp86,3 juta.
Apa yang dicapai PD sangat jauh berbeda dengan PT Bank Sulteng, yang juga merupakan BUMD. Sejak tahun 2006 hingga tahun 2010, Bank Sulteng telah memperoleh penyertaan modal dari Pemprov sebesar Rp61,4 miliar. Dari penyertaan modal ini, Bank Sulteng mampu menyumbang PAD sebesar Rp1,3 miliar (2006), Rp3,8 miliar (2007), Rp4,1 miliar (2008), Rp6,9 miliar (2009) dan Rp12,7 miliar (Hingga TW II 2010).
Melihat kondisi PD seperti itu, anggota Komisi II DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, As’ad Lawawi menyarankan perlunya optimalisasi kinerja di jajaran manajemen PD Sulteng. Modal yang dikucurkan pemerintah setiap tahun, semestinya mampu diputar dan dioperasikan sehingga mendatangkan keuntungan dan dapat membiayai operasional perusahaan. Atas kondisi perusahaan yang tidak mampu membayar gaji karyawannya, As’ad mendesak pemerintah segera melakukan evaluasi manajemen PD.
“PD Sulteng merupakan salah satu yang diharapkan mampu menyumbang pendapatan daerah (PAD).Jika kondisinya tidak mampu membayar gaji karyawan, bagaimana bisa meraup untung. Ini yang menurut saya perlu dievaluasi dan dibenahi,” saran As’ad beberapa waktu lalu.

SULIT BERKEMBANG
Direktur Utama PD Sulteng, Zaenal Abduh mengaku, pihaknya sulit untuk menjadi penyangga PAD. Alasannya, sejak tahun 2009 hingga tahun 2011 ini, PD Sulteng tak mendapat suntikan penyertaan modal dari APBD. Di kantornya, Zaenal mengaku, pihaknya selalu mengusulkan adanya biaya penyertaan modal kepada Deprov, namun selalu dicoret dengan alasan masih akan dipertimbangkan. “Tahun ini kami ajukan Rp1,5 miliar untuk penyelesaian bangunan bengkel, tapi dicoret. Alasannya saya tidak tahu,” kata Zaenal, Senin (10/1/2011).
Mantan anggota Deprov ini mengaku dilematis. Pasalnya di satu sisi, perusahaan milik daerah ini harus terus beroperasi dan harus menghidupi 32 karyawan. Karena tak ada biaya operasional, ia mengaku gaji karyawan sering terlambat dibayar setelah menunggu pekerjaan selesai. “Saya saja sudah empat bulan tidak terima gaji,” jelasnya.
Karena ketiadaan modal, PD, kata dia tidak bisa dikatakan mengalami untung atau rugi. Akibatnya, juga tidak ada pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena penyertaan modal dari APBD nihil. Menurut Zaenal, setiap bulan pihaknya harus mengeluarkan biaya operasional sebesar Rp80 juta untuk tunggakan listrik, air dan telepon, membayar gaji karyawan dan mencicil pelunasan utang-utang pihak ketika yang ditinggalkan Wildan Abdul Malik.
Apakah tidak berfikir mendapat modal dari agunan perusahaan? Zaenal mengaku sudah pernah mengusulkannya ke gubernur, namun belum mendapat persetujuan hingga kini.
Zainal juga membenarkan LKPj akhir Gubernur Paliudju, yang menyebut sumbangan PAD dari PD pada tahun 2010 mencapai 86.358.627,57. Menurut Zaenal, sumbangan tersebut merupakan 35 persen dari keuntungan tahun 2009. Sementara keuntungan tahun 2010, untuk diserahkan 2011, mengalami defisit. Dalam laporannya keuangannya, travel saja ia mengaku rugi Rp2 juta. “Saya sudah tiga kali mengundurkan diri, saya bingung. Kalau memang perusahaan ini tidak mau jalan, tutup saja,” ujarnya.
Kesulitan berkembang PD juga diamini Direktur Utama PT Tompotika Karya Sejati, anak usaha dari PD yang bergerak di bidang travel, Arifin Sunusi. Menurut Arifin, pihaknya masih terkendala dalam modal, sehingga keuntungan yang diperoleh hanya cukup untuk kebutuhan interen perusahaan saja. “Kalau untuk jasa travel PD, sampai saat ini masih jalan ditempat. Keuntungannya sih ada, namun belum banyak. Hanya cukup untuk dipakai pada kebutuhan perusahaan saja,” tutur Arifin Sunusi, kemarin (10/1/2011).
Menurut Arifin, persaingan usaha travel juga menjadi salah satu kendala dalam menjalankan bisnis. Selain itu, volume penerbangan di Sulteng dinilai masih minim, untuk meraup untung yang diharapkan. “Yah tau sendiri kan dengan kondisi penerbangan di Sulteng khususnya Palu. Belum sebanyak dengan daerah-daerah yang sudah maju. Makanya kalau berbicara keuntungan besar itu bisa terwujud namun memerlukan waktu ,” kata Arifin.
Arifin mengaku, pada 2010 kemarin, sub usahanya mendapat penyertaan modal dari PD sebesar Rp50 juta. Namun kata dia, anggaran sebesar itu belum bisa diandalkan untuk pengembangan bisnis, karena banyak kewajiban perusahaan yang dibayarkan. “Memang tahun kemarin ada modal Rp50 juta. Namun idealnya itu belum cukup. Kami di bagian travel ini terus berinovasi untuk mendapatkan keuntungan. Saat ini perusahaan kami sudah on line dengan semua penerbangan. Insya Allah, tahun ini kami bisa memberikan kontribusi untuk bagi pemerintah,” harapnya. TMU/DAR/FIT

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM