Data (yang) Tak Kunjung Tuntas


Oleh: Temu Sutrisno


MERCUSUAR-Bencana Sulteng telah satu tahun berlalu. Perlahan, aktivitas masyarakat kembali normal. Daya survive masyarakat Sulteng, menjadi perhatian dunia. Masyarakat terdampak bencana relatif lebih cepat bangkit dibanding daerah lain. Semangat bangkit masyarakat, bukan tanpa cela. Ada satu catatan buruk terhadap penanganan pascabencana.
Setahun berlalu, tahap rehabilitasi dan rekonstruksi terbentur pada data korban, terutama berkaitan dengan persoalan keperdataan. Sampai hari ini, data korban penerima dana stimulan untuk rumah rusak berat, sedang, dan ringan tak kunjung tuntas.

DPRD Kota Palu dan DPRD Sulawesi Tengah, terus menyuarakan dan mendorong pemerintah daerah memperbaiki kembali data penerima manfaat jaminan hidup, bantuan hidup, penerima stimulan, dan penerima hunian tetap.

Belajar dari Jepang, data menjadi salah satu poin penting untuk dalam penanganan bencana. Pada  1923 Jepang pernah diguncang gempa berskala 7,9 SR yang memakan korban lebih 100.000 jiwa. Kemudian 1995 Jepang diserang gempa berskala 7,3 SR dan   2011 datang lagi gempa berkekuatan 9 SR yang disusul tsunami.
Berbagai bencana tersebut membuat Jepang menderita kerugian parah, mulai dari banyaknya korban jiwa, kerusakan infrastruktur, hingga kerugian ekonomi mencapai ratusan miliar dolar.

Tapi bukannya lantas hancur dan terpuruk. Berbagai bencana tersebut malah semakin mendorong Jepang untuk melakukan studi-studi mendalam terkait gempa dan tsunami, sehingga Jepang memiliki strategi menghadapi bencana yang baik.
Pada 2012, satu tahun setelah Jepang dilanda tsunami setinggi 20 meter, Universitas Tohoku membentuk International Research Institute of Disaster Science (IRIDeS). Institut ini dibangun di bekas kawasan yang terdampak tsunami, dengan misi utama mempelajari manajemen tanggap bencana dengan lebih seksama.

Studi-studi yang dilakukan di IRIDeS mencakup bidang yang luas, mulai dari olah data, sampai ke penanganan trauma psikologis pascabencana. Lagi-lagi, data menjadi pintu masuk penanganan bencana.

Belum tuntasnya data, rasa-rasanya berlawanan dengan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Data dan Informasi Bencana Indonesia.

Perka BNPB tersebut secara jelas menyatakan penanggulangan bencana yang efektif, perlu dukungan ketersediaan data dan informasi tentang kejadian dan dampak bencana secara cepat dan akurat. Untuk itu diperlukan pengelola data dan informasi bencana yang kompeten dengan menggunakan format data standar, yang dikoordinasikan oleh BNPB, BPBD provinsi dan BPBD kabupaten/kota. Kebijakan pengelolaan data dan informasi bencana adalah satu data satu pintu untuk menjamin keakuratan dan konsistensi. Kebijakaan satu data satu pintu yang dimaksud adalah data dan informasi yang dikeluarkan oleh BNPB, BPBD provinsi, kabupaten/kota setelah dilakukan verifikasi dan validasi pada kurun waktu tertentu. Kebijakan ini dilakukan untuk menghindari duplikasi, kerancuan atau kesimpangsiuran data dan informasi bencana bagi pengambilan keputusan.

Bagi banyak orang, data hanya angin lalu yang mungkin hanya merepotkan untuk mendapatkan dan mengelolanya. Tapi jauh di atas fungsi tersebut, data adalah modal mutlak keberhasilan strategi sebuah program/kegiatan.

Belum tuntasnya data penerima manfaat jaminan hidup, bantuan hidup, penerima stimulan, dan penerima hunian tetap, bukan saja mendistorsi makna kerja keras pemerintah melayani masyarakat terdampak bencana. Namun juga akan meninggalkan masalah sosial, pada para korban yang harusnya menerima manfaat program rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

Sekali lagi, butuh kerja keras pemerintah menyelesaikan data-data korban. Pada satu sisi, masyarakat juga harus bijak dan jujur pada diri sendiri, dengan menyodorkan data apa adanya. Kenapa harus jujur? Karena data adalah adalah catatan atas kumpulan fakta, bukan rekayasa. 
Pemerintah dan masyarakat dituntut untuk jujur untuk urusan data, karena data sebagaimana asalnya dari bahasa Latin bentuk jamak dari datum, berarti sesuatu yang diberikan apa adanya. ***


Palu, 24 Oktober 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM