Wajah Bopeng Negeriku

Oleh: Temu Sutrisno 




Bopeng. Ya, kata bopeng sepertinya tepat untuk menggambarkan wajah daerah ini. Jika kita tidak nyaman dengan wajah penuh gurat tidak karuan karena jerawat, seperti itulah wajah negeri ini.

Untuk kesekian kalinya, saya menitikkan air mata dan mengelus dada, istighfar pada Ilahi Rabbi. Betapa indahnya daerah ini terlihat dari angkasa, jika "bekas jerawat" tidak terus menerus dibiakkan pelaku tambang dan pemegang tampuk pemerintahan. Belum lagi ulah pemburu kepengan yang menerobos aturan, para pelaku tambang ilegal.

Atas nama investasi dan cerita pendapatan daerah, pertumbuhan ekonomi, pundi-pundi per kapita melambung tinggi, hutan dibabat, bukit diluluhlantakkan, perut bumi digali, pantai tercemari.

Alam tak lagi nyaman. Indahnya negeri, bermetamorfosa menjadi wajah bopeng yang setiap saat mengancam: Bencana.

Siapa diuntungkan? Hanya segelintir orang. Tapi ratusan ribu orang lainnya, dipaksa siap siaga menghadapi bencana yang datang tanpa aba-aba.

Entah berapa ribu hektar wajah bopeng negeri ini terlihat dari angkasa Palu menuju Luwuk di ujung timur. Banyak titik penggalian terlihat. Entah mana yang legal, dan mana yang ilegal. Semua terlihat sama, meninggalkan banyak luka.

Bopeng bukan saja menggerus wajah indah daerah, tapi juga menghiasi perekonomian. Data terakhir, Sulawesi Tengah menunjukkan tren positif dalam realisasi investasi selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2023, total investasi mencapai Rp111 triliun, meningkat signifikan menjadi Rp138 triliun pada tahun 2024. Hingga Oktober 2025, investasi telah terealisasi sebesar Rp100 triliun dari target Rp162 triliun yang ditetapkan.

Capaian ini menempatkan Sulawesi Tengah sebagai salah satu daerah dengan tingkat investasi tertinggi secara nasional, khususnya dalam sektor-sektor strategis seperti pertambangan, energi, dan industri pengolahan.

Ekonomi Sulawesi Tengah pada Triwulan III-2025 tumbuh sebesar 7,95 persen, menempatkannya sebagai salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia (berada di urutan kedua nasional).

Faktanya, capaian tersebut belum berbanding lurus dengan perbaikan indikator kesejahteraan masyarakat. Tingkat kemiskinan masih cukup tinggi, yakni 10,92%, dan menjadikan Sulawesi Tengah sebagai salah satu provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di kawasan timur Indonesia. 

Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2025 tercatat sebanyak 1.702,55 ribu orang, dengan jumlah penduduk bekerja sebanyak 1.652,85 ribu orang dan pengangguran terbuka sekira 49,71 ribu orang.

Selain itu, tingkat inflasi yang berada di angka 3,8% menempatkan provinsi ini dalam 5 besar nasional, mengindikasikan tekanan harga yang signifikan terhadap daya beli masyarakat.

Situasi ini mengindikasikan adanya ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi makro (melalui investasi) dan manfaat langsung yang dirasakan oleh masyarakat (pengurangan kemiskinan). Oleh karena itu, dibutuhkan ruang diskusi dan kajian bersama antar pemangku kepentingan untuk memahami akar persoalan dan merumuskan strategi kebijakan pembangunan ekonomi yang lebih tepat dan inklusif.

Investasi yang besar seharusnya menjadi lokomotif pemerataan ekonomi, bukan hanya mendorong angka pertumbuhan. Tinggi, semu, dan timoang. Pemerintah daerah perlu merespon kondisi ini dengan kebijakan yang tepat dan berpihak pada rakyat. Investasi tidak boleh meninggalkan jejak kerusakan lingkungan, namun juga "bopeng" perekonomian bagi seluruh masyarakat. ***



Luwuk, 13 November 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedudukan DPRD Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014

Dewi Themis Menangis

ALIRAN STUDI HUKUM KRITIS (CLS)