Membumikan Akhlak Rasulullah dalam Kehidupan Digital
Oleh: Temu Sutrisno
Kemajuan teknologi digital telah mengubah cara manusia
berinteraksi, berbagi informasi, dan membentuk opini. Namun di tengah arus
informasi yang deras dan budaya digital yang bebas, etika dan akhlak sering
kali diabaikan. Dalam konteks ini, meneladani akhlak Rasulullah Muhammad SAW
menjadi semakin relevan untuk menjaga martabat, kedamaian, dan kejujuran dalam
ruang digital. Membumikan akhlak beliau berarti menghadirkan nilai-nilai luhur
yang beliau contohkan ke dalam setiap aktivitas kita di dunia maya.
Islam bukan hanya agama ibadah, tapi juga agama akhlak.
Bahkan Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.” (HR. Al-Bukhari)
Akhlak menjadi bagian utama dalam ajaran Islam. Salat,
puasa, zakat, haji, semuanya harus berdampak pada pembentukan akhlak. Maka
ketika seseorang rajin ibadah tapi lisannya kotor di media sosial, suka
menghina, menyebar hoaks, maka ada yang salah dalam pengamalan ajaran Islamnya.
Di tengah banyaknya hoaks, manipulasi data, dan informasi palsu, sifat siddiq Rasulullah harus menjadi pedoman utama. Setiap pengguna media sosial, blog, atau kanal komunikasi digital perlu memastikan bahwa informasi yang dibagikan benar dan tidak menyesatkan. Menghindari clickbait yang menipu atau menyebarkan rumor adalah bagian dari meneladani kejujuran Nabi.
Membumikan akhlak Rasulullah Muhammad SAW di kehidupan
digital bukan hanya soal menjaga nama baik agama, tetapi juga menyelamatkan
generasi dari dekadensi moral. Dunia digital harus menjadi ladang amal, bukan
arena konflik.
Bagaimana
caranya? Kita hendaknya
menjadi pengguna digital yang cerdas, jujur, santun, dan penuh kasih
sebagaimana suri teladan kita, Nabi Muhammad SAW yang menebar kasih sayang pada ummatnya dan
menyontohkan dengan akhlakul karimah. Berikut beberapa akhlakul karimah
Rasulullah SAW, yang dapat jadikan pegangan saat berselancar dalam gawai.
Sidiq dan Amanah
Rasulullah dikenal sebagai al-Amin, yang dapat dipercaya. Di
dunia digital, amanah dapat diterapkan dengan menjaga privasi orang lain, tidak
menyalahgunakan data, dan tidak menyebarkan konten pribadi tanpa izin. Amanah
juga mencakup menjaga rahasia dan tidak menyalahgunakan kepercayaan yang
diberikan dalam komunikasi daring.
Pengguna
komunikasi digital yang menjalankan sifat sidiq , dia akan menjunjung tinggi kejujuran,
menghindari plagiarisme, manipulasi informasi, dan akun palsu. Kejujuran juga
mewujud sebagai bentuk penghargaan dan mengakui karya orang lain. Hal yang
tidak kalah penting adalah, tidak menyebarkan berita bohong. “Cukuplah
seseorang itu dikatakan pendusta jika ia menceritakan setiap apa yang ia
dengar.” (HR. Muslim)
Tabligh
Rasulullah menyampaikan wahyu dan ajaran Islam dengan jelas
dan bijaksana. Dalam kehidupan digital, tabligh dapat diwujudkan dengan menyebarkan
konten yang mendidik, mencerahkan, dan membangun. Setiap kata dan konten yang
kita bagikan harus mengarah pada kebaikan dan tidak merugikan pihak lain. Dengan konten positif, harapannya
terbangun budaya kemanusiaan seperti nilai moral, etika, rasa empati, simpati,
cinta kasih, dan nilai-nilai serupa.
Fathanah
Kecerdasan Rasulullah terlihat dari cara beliau mengambil
keputusan yang tepat dan bijak dalam setiap situasi. Dalam kehidupan digital, pengguna yang fathanah (cerdas) dituntut dapat menyaring informasi,
memilih platform yang tepat, dan memahami etika dalam berkomunikasi. Tidak mudah terpancing
provokasi atau menjadi bagian dari fitnah dan ujaran kebencian.
Lemah Lembut dan
Pemaaf
Rasulullah dikenal dengan kelembutan akhlaknya. Dalam
interaksi daring, sering kali emosi menguasai percakapan. Meneladani Rasul
berarti mengedepankan kesabaran, menghindari debat kusir, dan meminta maaf jika
melakukan kesalahan, serta
menggunakan bahasa yang santun. Perlu dibangun kesadaran kolektif, komentar yang membangun lebih
bermanfaat daripada cacian,
umpatan, dan beragam ujaran kebencian.
Tantangan
Tantangan terbesar adalah sifat anonim dan cepatnya
peredaran informasi di dunia digital yang membuat orang mudah tergelincir pada
perilaku buruk tanpa merasa bersalah. Konten viral sering lebih mementingkan
sensasi daripada kebenaran. Maka diperlukan kesadaran kolektif untuk
mengembalikan nilai-nilai akhlakul
karimah dalam berkomunikasi digital.
Upaya yang dapat dilakukan? Perlu langkah bersama banyak pihak untuk terus menjejalkan literasi
digital, sehingga pengguna digital lebih bijak dan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi untuk kepentingan yang bersifat positif. Beberapa hal yang
dapat dilakukan antara lain pendidikan digital berbasis akhlak sejak
usia dini, penyebaran
konten positif dan inspiratif melalui media sosial, keteladanan dari tokoh publik dan
influencer muslim dalam menjaga etika digital, dan kampanye literasi digital berbasis agama dan budaya di lembaga pendidikan dan
masyarakat umum.
Semoga
dengan meneladani akhlak Rasulullah SAW, setiap status, postingan, atau komentar kita bisa menjadi
amal jariyah. Atau justru,
kita memilih yang sebaliknya menjadi dosa yang terus mengalir karena enggan memberikan warna dan
akhlak yang baik dalam memanfaatkan perkembangan digital. Wallahu alam
bishawab. ***
(Tulisan
ini pendapat pribadi, bukan sikap media atau organisasi)
Komentar
Posting Komentar