Memuji tanpa Batas
Oleh: Temu Sutrisno
Libur akhir pekan, biasanya Tonakodi mengisi hari dengan mendaras buku atau silaturahmi dengan kawan seperbincangan.
Hari
ini agak berbeda. Tonakodi mengunjungi seorang kyai kampung, imam sebuah musala
di desa sebelah.
Bagi
banyak orang, kyai itu dipandang biasa saja. Di mata Tonakodi, ia seorang alim
yang ikhlas menjaga tauhid dan iman warga. Dialah kyai yang sesungguhnya.
Di
usia tua, pak kyai tetap mengajar mengaji anak-anak, menjaga tradisi tahlil,
dan salawatan.
Menjaga
kumandang asma Allah tanpa berharap anggaran pemerintah, cukup mengandalkan
hasil ternak ayam kampung dan sepetak kebun.
Pak
kyai juga tidak mengerti dunia digital. Ia tidak memopulerkan dirinya lewat
media sosial, layaknya ustaz dadakan. Pak Kyai juga bukan sosok yang berteriak
lantang, mengampanyekan dirinya sebagai orang yang harus dihormati, karena ilmu
atau silsilah nenek moyang. Pak Kyai beribadah dalam senyap.
Pak
Kyai sepertinya mengamalkan prinsip Inna salati wanusuki wamahyaya wamamati
lillahi Rabbil alamin. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.
"Luar
biasa Pak Kyai. Sampai usia delapan puluhan masih sehat. Apa rahasianya, Pak
Kyai?" tanya Tonakodi berbincang dengan Pak Kyai di emperan musala.
Biasa
saja, kata Pak Kyai.
"Tidak
ada rahasia. Jalani saja hidup dengan ikhlas dan mengalir, tanpa terbebani
dengan ketentuan Allah," lanjut Pak Kyai.
Allah
kan, sudah membimbing kita hamba-Nya. Dia tidak akan memberikan beban di luar
kemampuan hamba-Nya.
"Allah
tidak akan membebani suatu kaum melebihi batas kemampuannya. Firman ini
mengandung makna penting, kita tidak boleh mengeluh atau berprasangka buruk atas segala ketentuan Allah.”
Tonakodi
mengangguk-angguk.
Pak
Kyai kembali meneruskan ucapannya. Firman ini juga menegaskan jika setiap beban
atau kewajiban yang diberikan kepada seseorang oleh Allah, selalu sesuai dengan
kemampuan dan kapasitasnya.
“Kalau
semua orang ingin jadi pengusaha, ingin jadi pejabat, siapa yang harus
mengajarkan tauhid pada anak-anak? Siapa yang harus menjaga moral dan etika?
Bagi saya, mengurus dan menjaga musala kecil ini, sebuah kemewahan yang Allah
berikan pada seorang hamba seperti saya,” kata Pak Kyai.
Pak
Kyai menyeruput kopi hitamnya. Tonakodi menikmati pisang rebus yang tersaji,
menemani bincang pagi itu.
Kokok
ayam, kicau burung, dan suara anak-anak berlarian bermain di pelataran musala,
menambah suasana semakin menenangkan.
Tonakodi
terbayang masa kecilnya. Setiap hari libur, hiburannya hanya tumpukan sepuluh
atau dua puluh buku yang dipinjam dari perpustakaan sekolah.
Bersandar
di kursi bambu, berteman es teh dan gorengan, Tonakodi kecil bisa menghabiskan
waktu berjam-jam menyelam dalam bacaan.
“Selain
soal keikhlasan menjalani hidup, apa yang membuat Pak Kyai begitu menikmati peran mengurus musala kecil
ini?” tanya Tonakodi.
“Alhamdulillah, saya punya waktu bersama keluarga, saat kebanyakan orang lebih peduli pada pekerjaan. Allah memberi kesempatan untuk mengajarkan kalimat-Nya pada generasi penerus saat banyak pejabat bersumpah palsu atas nama kalimatullah."
"Lebih dari itu, dan sebuah kesyukuran saya punya kesempatan untuk memperbanyak salawat dan memuji Allah, Tuhan yang
memberikan hidup dan menguasai kehidupan,” tutur Kyai.
“Kita
jangan pernah berhenti bersyukur dan menghitung berapa banyak memuji Allah. Bukankah
dalam salat, kita telah berjanji pada Allah untuk memujinya tanpa batas? Rabbana lakal hamdu mil'ussamaawaati wa
mil'ul ardhi wa mil'u maa syi'ta min syai'in ba'du. Ya Tuhan kami, bagi-Mu
segala puji yang memenuhi langit dan bumi dan memenuhi apa saja yang Engkau
kehendaki.”
Langit
dan bumi, seluas dan sebesar apapun tetap punya batas. Tapi Allah tanpa batas.
Semoga kelak, di Yaumil Akhir Allah menempatkan kita sebagai hamba yang Dia
puji, tutur Pak Kyai dalam.
Semoga
salawat kita, membuka pintu syafaat dari Rasulullah.
“Aamiin ya Rabbal alamin,” Tonakodi menengadahkan tangannya, mengaminkan doa dan harapan Pak Kyai.
Sekira jam sepuluh, Tonakodi pamit pada Pak Kyai, untuk menghadiri undangan Om Uchen, balabe-baca doa syukuran anaknya telah mengandung cucu pertamanya. ***
Palu, 4 Mei 2025
Komentar
Posting Komentar