Satu Mulut Dua Telinga

Oleh: Temu Sutrisno




Senja di Pantai Kayamanya, Tonakodi menghabiskan waktu bersama teman-teman seprofesinya duduk santai, berdiskusi menyambut Maghrib tiba.

Om Uly, Ryan, Ishaq, Simson, dan Ipul asyik berbincang dengan Marco. Bahasannya tidak main-main, mulai dari kondisi ekonomi nasional, global, dan daerah.

"Wah ini bisa jadi tema menarik untuk diseminarkan," batin Tonakodi.

Bagaimana tidak. Perbincangan dimulai dari kenaikan suku bunga FED, Bank Sentral Amerika, penurunan suku bunga BI, hingga pengaruhnya pada perputaran ekonomi di daerah.

Perbincangan juga menyerempet naik turunnya harga saham, perusahaan-perusahaan ternama, khususnya yang sedikit banyak punya afiliasi usaha dengan bos-bos di Amerika.

Sore itu, Tonakodi yang biasanya aktif dalam kongko-kongko bersama koleganya, lebih banyak diam. Sesekali menimpali percakapan. Ia banyak mendengar, dan tangannya menulis di sebuah buku kecil lusuh yang selalu dibawa kemana-mana.

Buku kecil itu sering menarik perhatian teman-temannya. Kenapa tidak menulis saja di hape, lebih praktis. Biasanya pertanyaan itu Tonakodi jawab dengan senyum. "Saya bukan Gen-Z." Jawaban itu sering diungkapkan. Alasan yang sebenarnya, tidak pernah sampai pada kawan-kawannya.

Hingga azan magrib berkumandang, kongko-kongko bubar. Sebagian salat di masjid terdekat.

Tonakodi bersama Om Uly kembali ke penginapan. 

Sampai di penginapan, Om Uly yang penasaran dengan Tonakodi karena banyak diam, langsung memberondong dengan rentetan pertanyaan.

Tonakodi tersenyum. "Om Uly, bukan saya tak ingin bicara. Saya tidak menguasai persoalan ekonomi. Saya mendengar, saya belajar dari pembicaraan itu. Apalagi kebijakan ekonomi Amerika dan pengaruhnya. Amerika saja saya tidak tahu di mana, belum pernah ke sana. Hehehehe," Tonakodi terkekeh.

Om Uly pun ikut tertawa.

"Iya Om, dulu almarhum bapak saya berpesan, jangan banyak bicara kalau tidak tahu masalah. Lebih baik banyak mendengar. Belajar, kuasai, baru bicara," kata Tonakodi.

"Bos Marco hebat juga, tahu banyak hal soal ekonomi global dan nasional," sergah Om Uly.

"Benar Om. Beliau memang ahlinya. Beliau banyak belajar soal ekonomi, beliau kuat membaca. Wawasannya luas, bukan hanya ekonomi, tapi juga sejarah, peradaban, dan politik. Apalagi beliau juga pengusaha, praktisi ekonomi," Tonakodi membenarkan penilaian Om Uly pada Marco.

Hehehe...kalau saya hanya bisa menulis sajak yang tidak pernah dibaca di depan khalayak. Tidak paham masalah ekonomi, sambung Tonakodi.

"Beh, biasa juga komiu sekali mendengar langsung jadi tulisan," cakap Om Uly.

Iya, supaya tidak lupa. Saya berikhtiar mengabadikan pembicaraan atau sesuatu lewat tulisan 

Perbincangan berhenti. Tonakodi mandi. Om Uly bergeser duduk di teras belakang penginapan, sembari menikmati deburan ombak lepas petang. Secangkir kopi dan sebatang rokok turut menemani.

Tonakodi di pemandian, teringat Albert Einstein.

Ya, ilmuwan mekanika kuantum itu pernah berpesan, sebaiknya manusia lebih banyak mendengar jika tidak menguasai permasalah, tidak memiliki ilmunya.

"The more I learn the more I realize how much I don't know."

Semakin kita banyak belajar, semakin kita menyadari banyak yang kita tidak tahu.

Selepas mandi, Tonakodi melanjutkan dengan wudhu. Siap-siap menyambut isya.

Saat bercermin menyisir rambut, tiba-tiba Tonakodi senyum sendiri.

"Benar juga yang dibilang Epictetus si filsuf stoik itu. Kita punya satu mulut dan dua telinga. Manusia harusnya punya kemampuan dua kali lebih banyak untuk mendengar, daripada bicara," pikir Tonakodi. 

Ya, filsafat stoikisme mengajarkan untuk fokus pada hal yang dapat dikendalikan atau hal-hal yang tidak dapat diubah.

Aliran ini cukup membantu orang untuk mengendalikan emosi negatif dan menghadapi hidup dengan lebih bijaksana.

"Bukankah Tuhan hanya memberi pengetahuan pada manusia sangat sedikit? Syukuri saja pengetahuan yang sedikit, semoga Allah menambahkan ilmu pada orang-orang yang bersyukur."

Bersiul, keluar kamar. Tonakodi menemani Om Uly menikmati karunia Tuhan, debur ombak yang berdendang mengejar bibir pantai, seperti zikir hamba yang merindukan Tuhannya. ***


Pantai Kayamanya, Poso, 20 Januari 2025






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dewi Themis Menangis

HUKUM DAN MORALITAS

Kedudukan DPRD Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014