Bersyukur Tanpa Menunggu
Oleh: Temu Sutrisno
Siang itu, Tonakodi bertemu sahabat lama. Sekira lima belas tahun keduanya tidak berjumpa. Komunikasi juga terputus. Keduanya kehilangan kontak.
Pertemuan tanpa sengaja. Sang sahabat, Erlangga, sedang menunggu temannya di pelataran kantor Tonakodi beraktivitas sehari-hari.
Saat turun dari motor bututnya, Tonakodi melihat Erlangga. Sontak Tonakodi menghampiri Erlangga seraya mengulurkan tangan bersalaman,"Ee...kodoyo habario utat o?"
"Alhamdulillah, mopore uma.
Iko oyo habar," kata Erlangga menyambut salam Tonakodi.
"Alhamdulillah," jawab Tonakodi
Sejenak berbincang saling menanyakan kabar, Tonakodi mengajak Erlangga ke kantornya, sambil ngopi menunggu temannya.
Keduanya akrab bercerita seputar aktivitas selama tidak bertemu.
Dua kawan Tonakodi Aso dan Uchen pun bergabung, nimbrung meramaikan suasana. Apalagi Uchen dan Erlangga satu kampung dan saling mengenal. Pembicaraan menjadi makin mengalir.
Waktu berlalu sekira sepeminuman teh, Erlangga mengajak Tonakodi dan kawan-kawan makan siang.
"Kita cari ikan bakar saja dekat-dekat sini," ujar Erlangga.
"Jangan nanti teman datang, kita tidak ketemu. Kita cari yang dekat kantor bank itu," sambung Erlangga.
Rupanya Erlangga sedang menunggu temannya, untuk pencairan uang kerja akhir tahun.
Akhirnya Tonakodi memilih warung kecil dekat perkantoran. Warung sederhana itu begitu padat pengunjungnya. Terlihat dari pakaian pengunjung, banyak yang berseragam tentara, polisi, dan pekerja kantoran.
Erlangga, Uchen, dan Aso memesan nasi dan ikan bakar plus es jeruk.
Sementara Tonakodi hanya memesan es jeruk. "Saya es jeruk saja, tadi habis makan," tukas Tonakodi.
Sekira puluhan menit, mereka menunggu pesanan. Maklum, pengunjung warung itu cukup padat. Antrean membutuhkan kesabaran, sekaligus meningkatkan rasa lapar pengunjung.
Akhirnya nasi, ikan bakar, dan es jeruk datang, terhidang di atas meja.
Mengucap Bismillah, Tonakodi menyeruput es jeruknya. Seruputan itu diakhiri kata Alhamdulillah.
Bismillah dan Alhamdulillah terus dilafadzkan Tonakodi setiap menenggak es jeruknya.
Tak dinyana, perilaku Tonakodi diperhatikan Uchen.
Setelah suapan terakhir dan minum, Uchen bertanya pada Tonakodi.
"Kenapa komiu setiap meneguk minuman selalu membaca bismillah dan alhamdulilah?"
Tonakodi tersenyum.
"Oh iye Om Uchen. Menurut kyai saya waktu di madrasah, bersyukur tidak perlu menunggu rezeki besar. Tidak perlu punya rumah dan mobil mewah, atau rekening gendut".
"Oh..ya," sambung Uchen.
Kyai bilang, kita makan dan minum setiap suap, setiap teguk kita harus bersyukur atas nikmat itu.
"Kita bersyukur masih diberikan kesempatan bernapas, makan dan minum. Di tempat lain, banyak orang susah makan. Di rumah sakit banyak yang butuh bantuan alat untuk bernapas. Tuhan memberikan oksigen gratis, di rumah sakit harus dibayar. Betapa sayangnya Tuhan sama kita. Jika oksigen yang kita hirup harus dibayar, berapa? semua manusia tidak akan mampu membayarnya. Nikmat mana lagi yang harus kita dustakan," kata Tonakodi menirukan gurunya.
Betul, sambung Om Uchen.
"Kenapa setiap suap, setiap teguk kita bismillah? Karena itu pernyataan kita sebagai hamba. Dengan begitu makan minum kita bernilai ibadah. Bukan sekadar memenuhi syahwat, meluapkan nafsu makan minum," lanjut Tonakodi.
"Kenapa Alhamdulillah setiap usai menyeruput minuman atau mengunyah makanan, kita bersyukur bahwa kita tidak mati nista oleh makanan dan minuman. Berapa banyak orang mati tersedak saat makan atau minum. Kita tidak tahu mereka mati dalam kesyukuran atau tidak. Kita juga melihat betapa banyak orang mulai memilih dan membatasi makanan karena penyakit. Kita bersyukur karena bisa makan dan minum tanpa rasa takut. Mengucap Bismillah dan Alhamdulillah bukan pekerjaan sulit. Kenapa harus menunggu? Itu menurut kyai saya," imbuh Tonakodi.
Asyik berbincang, tiba-tiba Erlangga dan Aso bersamaan mengucap Alhamdulillah, tanda syukur telah selesai makan minum.
Obrolan pun terhenti. Keempat sahabat beranjak meninggalkan warung, kembali ke kantor sambil menunggu teman Erlangga datang. ***
Palu, 30 Desember 2024
Komentar
Posting Komentar