Terjebak pada Estetika

 

PADA suatu hari, Abu Nawas dipanggil Raja ke istana. Abu Nawas pun datang ke istana dengan penampilan apa adanya. Sampai di istana, semua pejabat dan punggawa kerajaan telah berkumpul dengan pakaian kebesaran masing-masing.

Melihat Abu Nawas dengan pakaian sederhana, Raja memerintahkan Abu Nawas pulang dan berganti pakaian. Abu Nawas bergegas pulang dan mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya. Ia kembali pergi ke istana.

Sampai di istana, Raja menyambut Abu Nawas dan mempersilakan duduk. Abu Nawas tidak duduk, ia justeru melepas pakaiannya dan menaruh di kursi. Ia mengenakan kembali pakaian yang sederhana.

Sang Raja dan hadirin terkejut dengan kelakukan Abu Nawas. Melihat semua orang terkejut, Abu Nawas langsung berucap, “Silakan Raja jamu pakaian ini, karena Raja lebih mengagunbggkan tampilan luar dari pada pikiran dan hatiku,” kata Abu Nawas seraya meninggalkan pertemuan.

Cerita singkat Abu Nawas ini, kini banyak dipraktikkan orang. Banyak orang terjebak pada tampilan luar atau casing semata, tidak peduli pada kualitas yang ada di dalamnya.

Jebakan casing menjadi berbahaya ketika dibawa ke ranah konstruksi. Jika konstruksi hanya berpatokan pada estetika tanpa mengindahkan struktur, bahaya akan mengintai. Utamanya pada bangunan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat umum.

Konon di sebuah kampung, karena Sang Kepala kampung terobsesi dengan penghargaan kebersihan dan keindahan, proyek pengecatan jembatan didahulukan daripada melakukan rekonstruksi atau setidaknya perkuatan sebelum dibangun ulang.

Padahal saat bencana melanda kampung tersebut, jembatan itu mengalami pergeseran lantai. Bahkan, diprakirakan tiang jembatan tersebut mengalami kemiringan dan pile cup atau kepala tiang pancang hampir lepas dari rangka jembatan.

Pengecatan ini bisa jadi merupakan jebakan estetika, agar kelihatan rapi dan indah. Harus disadari, dalam ilmu konstruksi estetika harus didahului perhitungan struktur dan fungsi bangunan. Estetika juga harus dipadupadankan dengan nilai ekonomis bangunan-- dan tentu saja kemampuan keuangan kampung.

Estetika penting. Namun, jangan sampai karena jebakan estetika, keselamatan warga kampung dipertaruhkan. Jembatan yang kelihatan rapi dan indah karena cat baru, namun di dalamnya menyimpan potensi bencana.

Mungkin sekarang kita harus lebih banyak menggunakan hati dan mengolah nalar. Karena hal yang bersifat substansi kadang tak terlihat oleh mata. Wallahualam bishawab. ***

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM