Libur Nataru, Batu Uji Menuju Endemi

 Oleh: Temu Sutrisno

 

Indonesia punya pengalaman pahit menghadapi pandemi Covid-19. Libur panjang selalu diiringi dengan peningkatan kasus positif Covid-19. Catatan ini menjadi pintu masuk bagi pemerintah, dalam mengendalikan penyebaran Covid-19 hari-hari libur selanjutnya.

Berdasarkan data Satgas Covid-19, periode libur panjang Libur Idul Fitri 22-25 Mei 2020 peningkatan kasus positif 69-93 persen pada tanggal 6-28 Juni 2020. Libur HUT RI 15-17 Agustus 2020, peningkatan kasus positif 58-188 persen pada tanggal 1-3 September 2020, dan libur akhir Oktober peningkatan kasus positif 17-22 persen pada tanggal 8-22 November 2020.

Peningkatan kasus positif, seiring dengan pergerakan masyarakat mengisi liburan dan meningkatkan kerumunan di area publik.

Belajar dari kenaikan kasus positif Covid-19 setiap periode liburan, menjelang libur natal dan tahun baru (Nataru) Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 62 Tahun 2021 perihal Pencegahan dan Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 pada saat Natal Tahun 2021 dan Tahun Baru 2022.

Inmendagri ini selanjutnya akan menjadi acuan penanganan Covid selama Nataru, apakah pandemi akan berlangsung atau berubah menjadi endemi. Untuk menuju endemi, setidaknya harus dilakukan tiga hal sebagai berikut:

DISIPLIN PROKES

Protokol kesehatan (Prokes) masih menjadi cara paling efektif mencegah penyebaran Covid-19 di tengah masyarakat.

Prokes harus terus dijalankan dengan disiplin dan dijadikan kebiasaan baru masyarakat. Seluruh elemen masyarakat tidak boleh lalai karena pandemi yang melandai. Apalagi Prokes sudah menjadi kebiasaan hidup selama dua tahun terakhir. Ini merupakan modal penting untuk keluar dari pandemi. Disiplin Prokes juga menjadi tolok ukur masyarakat semakin siap jika ternyata ada varian baru lagi yang melanda.

Satgas Covid-19 mengingatkan efektivitas vaksinasi Covid-19 bergantung pada kedisiplinan Prokes. Penularan dapat memicu munculnya varian virus baru.

Perilaku disiplin Prokes harus tetap dilakukan di tengah gencarnya vaksinasi Covid-19. Efektivitas vaksin untuk menciptakan kekebalan kelompok sangat bergantung pada kedisiplinan masyarakat terhadap Prokes.

Kedispilinan masyarakat terhadap Prokes juga perlu dibarengi dengan upaya pemerintah mengoptimalkan testing, tracing, treatment (3T), untuk melacak dan menangani penyebaran Covid-19.

VAKSINASI

Selain disiplin dan taat pada Prokes, vaksinasi juga memegang peran penting dalam penangangan Covid-19. Per Rabu (24/11/2021), data Satgas Covid-19 menunjukkan penambahan vaksinasi mencapai 1.657.224 dosis, terdiri dari vaksinasi pertama, kedua, dan ketiga.

Menurut data Satgas Covid-19, angka vaksinasi pertama di Indonesia bertambah 663.785. Dengan penambahan itu, total jumlah vaksinasi pertama sudah mencapai 136.080.848.

Adapun penambahan data vaksinasi kedua sebanyak 987.204. Berarti total jumlah vaksinasi kedua di Indonesia mencapai 91.214.986.

Penambahan vaksinasi ketiga mencapai 6.235. Sehingga total vaksinasi ketiga mencapai 1.218.261. Pemerintah Indonesia memasang target total vaksinasi Covid-19 sebanyak 208.265.720.

Jika dibandingkan dengan total sasaran Covid-19 tersebut berarti, vaksinasi dosis pertama mencapai 65,34%. Adapun tingkat vaksinasi dosis kedua di Indonesia baru mencapai 43,80%.

Kementerian Kesehatan menyebut pandemi Covid-19 dapat turun level kewaspadaan wabah menjadi endemi jika 70-100 persen warga telah menerima vaksin Covid-19 secara lengkap.

Angka 70-100 berkaitan dengan teori  herd immunity alias kekebalan komunal. Herd immunity baru bisa terbentuk jika 70 persen penduduk sudah memiliki imunitas baik melalui vaksin atau riwayat pernah terinfeksi.

Mengacu pada data di atas dan ambang batas minimal 70% penduduk menerima vaksin lengkap, maka butuh upaya ekstra. Kerja keras pemerintah juga harus diikuti kesadaran dan sikap partisipatif masyarakat.

PENEGAKAN HUKUM

Penegakan hukum tidak boleh diabaikan, demi keluar dari pandemik.  Ketidakpatuhan terhadap Prokes dan Inmendagri Nomor 62 Tahun 2021 yang mengatur libur Nataru.

Satgas Covid-19, pemerintah daerah, dan Polri harus memastikan pelanggaran terhadap segala peraturan terkait libur Nataru tidak terjadi atau setidaknya dapat diminimalkan.

Menyambut Nataru, Polri menyatakan akan mendirikan ribuan posko pengamanan dan pelayanan untuk mengantisipasi kegiatan masyarakat. Pos pengamanan didirikan sekira 3.184 dan pos pelayanan 1.113. Polri mengerahkan 179.814 personel yang melakukan pengamanan selama Operasi Lilin. Dari jumlah itu, 103.109 personel terdiri dari unsur Polri, dan 19.017 lainnya merupakan aparat TNI. Sementara, sisanya merupakan instansi lain terkait dalam penugasan.

Pendirian pos dan pengerahan personil tersebut merupakan upaya untuk menjaga masyarakat dari penyebaran pandemi Covid-19 yang diperkirakan dapat merebak kembali pasca hari libur. Ini merupakan langkah antisipatif , mengingat peningkatan kasus Covid-19 pasca natal dan tahun baru 2020 lalu yang mencapai hingga 101 persen.

Beberapa kegiatan yang diperketat sesuai Inmendagri Nomor 62 Tahun 2021 adalah larangan mudik atau bepergian, larangan cuti bagi pekerja ASN, TNI, Polri, BUMN dan karyawan swasta, imbauan agar sekolah tidak melakukan pembagian rapot pada Januari 2022 dan tidak meliburkan secara khusus pada libur Nataru, mengatur kegiatan acara pernikahan dan sejenisnya sesuai aturan PPKM level 3, meniadakan sementara Kegiatan seni budaya dan olahraga, menutup seluruh alun-alun, mulai 31 Desember 2021-1 Januari 2022, memperketat pelaksanaan ibadah Natal 2021, memperketat kegiatan di pusat perbelanjaan, mal, bioskop dan restoran, serta memperketat aturan di tempat wisata.

Pada akhirnya disiplin Prokes, partisipasi vaksinasi, dan penegakan hukum menjadi kunci melawan pandemi. Liburan Nataru kali ini akan menjadi batu uji bagi bangsa Indonesia, apakah berhasil melewati pandemi dan menjadikan Covid-19 menjadi endemi, atau sebaliknya pandemi berkepanjangan tanpa diketahui kapan berhenti.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM