Mundur; Belajar dari Pejabat di Luar Negeri

 Oleh: Temu Sutrisno

 

Di luar negeri, atas nama profesionalisme dan pertanggungjawaban publik banyak pejabat mengundurkan diri karena merasa gagal atau melakukan sesuatu yang dinilai salah oleh publik.

Di Korea Selatan, September 2011 silam Menteri Ekonomi Choi Joong-Kyung mengundurkan diri gegara listrik padam sekira 15 menit.

Ia merasa bertanggungjawab atas kesalahan data dan perhitungan cadangan listrik. Cadangan listrik Korea Selatan saat itu turun ke titik paling rawan karena permintaan listrik yang melonjak di tengah musim gugur yang panas. Untuk mengatasi hal itu, pemerintahan melakukan pemadaman listrik bergilir yang menyebabkan lebih dari 2 juta rumah gelap dan kepanasan.

Malah menteri di Inggris mengundurkan diri, hanya karena lambat datang mengikuti rapat. Menteri Pembangunan Internasional Inggris, Michael Bates mengundurkan diri setelah terlambat beberapa menit dalam rapat parlemen atau House of Lords. Bates merasa dirinya gagal di pemerintahan karena terlambat datang, saat dirinya dibutuhkan hadir untuk urusan negara.

Budaya pejabat mundur yang paling fenomenal di Jepang. Tak terhitung berapa banyak pejabat di Jepang mengundurkan diri, karena pertanggungjawaban moral pada masyarakat.

Salah satu yang paling menggegerkan adalah pengunduran diri Yuko Obuchi, mantan Menteri Perdagangan dan Industri Jepang era pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe tahun 2018. Yuko Obuchi merasa bersalah karena menggunakan anggaran negara untuk mentraktir para relawan yang membantunya bekerja.

Budaya mundur di Jepang tak lepas dari salah satu nilai dalam Bushido yakni Meiyo yang diajarkan sejak pendidikan dini. Nilai ini mengajarkan prinsip menjaga nama baik dan harga diri dengan perilaku terhormat. Maka, tak heran jika pejabat Jepang lebih memilih mundur terhormat saat melakukan sesuatu yang dinilai berlawanan dengan etika publik atau budaya yang berlaku di tengah masyarakat.

Di tengah pandemi Covid-19, banyak pejabat mundur karena beragam alasan. Mereka yang mundur diantaranya Kepala Medis Skotladia Catherine Calderwood, Menkes Belanda Bruno Bruins, Mendagri Turki Suleyman Saylu, Menkes Ekuador Catalina Andramuno, Menkes Selandia Baru David Clark, dan 12 menteri di India.

Kenapa banyak pejabat di luar negeri mundur saat melakukan kesalahan? Karena pejabat bersangkutan memiliki kesadaran pribadi atau integritas. Mereka mundur karena berkaitan dengan tanggung jawab resmi, telah salah menjalankan fungsi publik yang diemban. Ini juga berkaitan dengan sikap profesional.

Seorang profesional akan hadap diri, tahu kapan ia mampu dan tidak mampu menjalankan tugas. Saat dirinya pada batas tidak mampu atau bahkan sekadar keliru menjalankan tugas, akan mundur. Pejabat profesional tidak akan mempertahankan jabatannya karena ego atau ambisi pribadi.

Praktik pejabat mundur di beberapa negara, sulit ditemukan di Palu, di Sulawesi Tengah, dan bahkan secara nasional di seluruh Indonesia. Kenapa? Mungkin karena jabatan di Indonesia membuat orang terhormat. Budaya feodal yang beribu tahun tumbuh, membuat orang lebih dihormati kalau yang bersangkutan punya jabatan.

Selain itu, banyak orang merasa ‘sayang’ dengan jabatan-utamanya jabatan politik- karena kontestasi politik di Indonesia berbiaya mahal. Kalau mundur di tengah jalan, istilah orang bisnis belum kembali modal.

Jadi, jangan berharap pejabat mundur karena salah data, kebijakan yang keliru, mentraktir teman dengan uang kantor, berdendang ria melanggar Prokes Covid, atau datang terlambat saat rapat.***

 

Sumber:

Mercusuar, Edisi 13 September 2021. Dapat diakses di https://mercusuar.web.id/berita-utama/mundur-belajar-dari-pejabat-di-luar-negeri/

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM