Watak Saling Memberi

 

MERCUSUAR-Awal 2021, Indonesia mendapat cobaan yang begitu berat. 154 bencana menerjang Indonesia. Ribuan orang mengungsi, ratusan jiwa kembali ke haribaan Ilahi.  

Di tengah pandemi Covid-19 yang menggerogoti jantung ekonomi dan kesehatan masyarakat, bencana banjir, longsor, dan gempa bumi kian membuat bangsa ini berduka. Pun dengan jatuhnya pesawat komersil dan erupsi beberapa gunung.

Namun demikian, bangsa ini tidak boleh jatuh dalam kesedihan berkepanjangan. Harus bangkit dan ada optimisme menjalani kehidupan yang masih panjang. Bangsa ini memang tidak bisa menghindari bencana, karena kita hidup bersamanya.

Itulah perlunya solidaritas. Terus bergandengan tangan membantu meringankan beban korban, setiap bencana datang.

Bencana menitip pelajaran berharga untuk bangsa ini. Solidaritas yang muncul secara spontan, merupakan watak asli manusia Indonesia. Watak saling memberi, bukan watak mendapatkan. Inilah jati diri bangsa, seperti ungkapan para pendahulu, “Jangan berpikir apa yang kau dapatkan, tapi apa yang kau berikan.”

Bangsa  harus bersatu. Semua anak bangsa seyogyanya mengalihkan energi yang belakangan lebih kerap dipakai untuk bertikai dan berkelahi demi syahwat politik dan perbedaan pikiran, untuk membantu korban bencana. Inilah momentum untuk menyatukan kembali kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda, menyingkirkan ego demi meneguhkan rasa kemanusiaan.

Sikap peduli, rela memberi, tolong-menolong, dan gotong-royong dalam misi kemanusiaan merupakan tindakan menebar vibrasi syukur kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa. Artinya, menolong orang lain merupakan bentuk kesyukuran mahluk atas karunia Tuhannya. Ada nilai spiritual, ada kesalehan sosial dalam setiap uluran tangan. Syukur dalam ucapan personal-memuji kemahakuasaan Tuhan- menjelma dalam gerakan sosial.

Carilah aku diantara orang-orang yang kesusahan. Di situ engkau akan menemukan wajah-Ku. Demikian kira-kira makna spritual, bagi mereka yang mengibarkan bendera kemanusiaan. Menolong orang lain, sejatinya menolong diri sendiri dalam relung iman menemukan wajah Tuhan. Tidak ada kebahagiaan lebih tinggi, selain diberi anugerah menatap wajah Tuhan.

Bencana mengirim pesan, bahwa segala sesuatu di dunia ini semata-mata titipan Tuhan. Pesan itu jika disadari secara kolektif, akan membentuk budaya saling berbagi dan peduli pada sesama. Tidak ada kerugian, saat kita mengulurkan tangan pada sesama, toh yang kita salurkan semuanya hanya titipan Tuhan.

Olehnya, tidak tepat jika bantuan dijadikan arena untuk mencari panggung oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Tidak etis bila bencana dan misi kemanusiaan dijadikan ajang pencitraan atau 'diproyekkan' untuk meraup keuntungan.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM