Solidaritas untuk Sulawesi Barat


Reruntuhan Kantor Gubernur Sulbar
Foto: Antara

MERCUSUAR-Indonesia kembali berduka. Gempa berkekuatan 6,2 pada skala Richter menggoyang Sulawesi Barat, Kamis-Jumat (14-15/1/2021). Getaran gempa yang terasa hingga Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Timur mengakibatkan korban jiwa, bangunan rusak berat, dan ribuan orang mengungsi.

Bencana yang mengguncang Sulawesi Barat Jumat dini hari, merupakan rangkaian gempa yang terjadi Kamis sore dengan kekuatan 5,9 SR.

Belum selesai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana Sulawesi Tengah 2018, belum kering air mata korban longsor Sumedang, dan banjir Kaslimantan Selatan. Keringat aparat, BNPB, Kementerian Sosial, dan relawan pun masih bercucuran menanggulangi bencana-bencana itu. Basarnas masih mencari korban Sumedang dan jatuhnya Sriwijaya Air. Kini, mereka harus kembali menghadapi bencana Sulawesi Barat.

Upaya aparat dan relawan itulah yang mestinya didukung semua anak bangsa. Kesigapan pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam penanggulangan pascagempa jelas butuh dukungan seluruh elemen masyarakat.

Kita harus bersatu bersatu. Warga bisa memberikan bantuan langsung ke daerah bencana atau menggalang donasi untuk membantu korban gempa.

Segera alihkan energi yang belakangan lebih kerap dipakai untuk bertikai dan berkelahi demi syahwat politik dan perbedaan pikiran, untuk membantu korban gempa Sulawesi Barat. Inilah momentum untuk menyatukan kembali kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda itu serta menyingkirkan ego demi meneguhkan rasa kemanusiaan.

Namun, juga perlu digarisbawahi, jangan sampai bantuan itu malah dijadikan arena untuk mencari panggung oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Juga tidak etis bila isu kemanusiaan seperti bencana justru dijadikan ajang untuk menaikkan citra politik.

Pemerintah telah menunjukkan kesigapan. Kepala BNPB bersama Menteri Sosial turun langsung ke daerah bencana. Bahkan mereka juga dijadwalkan ke Sulawesi Barat. Hal itu patut diapresiasi.

Tentu masih ada pekerjaan besar pemerintah terkait dengan mitigasi bencana. Selama ini, dalam mengenali dan menangani bencana kita kerap terlambat, parsial, dan cenderung berpola seperti pemadam kebakaran. Semua seolah terjadi seperti tiba-tiba, padahal sejatinya tanda-tandanya bisa diprediksi dan dampaknya bisa diantisipasi.

Soal mitigasi sudah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan dijabarkan lebih terperinci melalui PP Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Perpres Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam Keadaan Tertentu.

Ke depan, mitigasi tidak boleh lagi dipandang remeh. Pemerintah harus terus proaktif dalam mengedukasi masyarakat, agar selalu siap dan mengambil tindakan yang tepat ketika terjadi bencana. Bangsa ini tidak bisa menghindari bencana, karena kita hidup bersamanya. Itulah perlunya solidaritas. Terus bergandengan tangan membantu meringankan beban korban. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM