Tonakodi-Kamuflase Religiusitas


Oleh: Temu Sutrisno

SELASA pagi (7/5/2019), belum lama duduk di ruang redaksi, staf bagian administrasi menyampaikan ada oknum yang melakukan penipuan mengatasnamakan Mercusuar. Menurut staf tadi, oknum berinisial D melakukan modusnya dengan mendatangi beberapa orang, dan meminta sejumlah uang dengan iming-iming akan mendapatkan kartu Sembako murah dari Mercusuar. D mengaku karyawan Mercusuar dan menjelaskan program tersebut adalah bentuk kepedulian Mercusuar di bulan Ramadan.
“Pak, tadi ada ibu-ibu datang menanyakan sembako pada kami, katanya ada perempuan bernama D ambil uang mereka dan akan ditukarkan dengan Sembako murah di Mercusuar. Saya jelaskan bahwa Mercusuar tidak menggelar iven jual Sembako murah. Saya juga sudah jelaskan ke ibu-ibu tadi, D bukan karyawan Mercusuar,” tutur staf tadi.
Mendapat laporan itu, saya minta staf tadi membuat pengumuman untuk dipasang di halaman depan Mercusuar terbitan esok harinya. Itu perlu dilakukan, agar tidak ada lagi korban-korban lain menyusul.
Bagaimana bisa seseorang melakukan penipuan atasnama kegiatan kemanusiaan? Setelah bencana datang, masih ada juga orang menipu dibalik ungkapan semu kepedulian, dibalik berkah Ramadan.
Sungguh miris mendapat laporan itu. Memang Mercusuar rutin berbagi, dan bukan hanya di bulan Ramadan. Namun begitu, Mercusuar tidak pernah memungut uang, atau apapun namanya untuk pengganti kegiatan Mercusuar berbagi. Bahkan, rapat awal puasa Mercusuar belum memutuskan kegiatan apapun terkait dengan tradisi Mercusuar Berbagi.
Kamuflase dan bahkan memanipulasi nilai-nilai religi, sejatinya banyak terjadi di sekitar kita. Bukan hanya perilaku D. masih banyak orang lain yang melakukan manipulasi religiusitas dengan berbagai ragam dan bentuk. Apatah lagi, bulan Ramadan, biasanya hal-hal yang bersifat religi, kemanusiaan, dan kepedulian mendapatkan ruang di hati masyarakat kebanyakan.
Hampir setiap Ramadan (biasanya diawal bulan), kita disuguhi perilaku religi hampir setiap orang. Meski kadangkala perilaku itu hanya dipersepsi sebagai sikap religi, bukan religi yang sebenarnya. Malah ada yang sekadar sandiwara, laiknya sinetron religi yang tayang di televisi setiap Ramadan. Manipulasi religi biasanya berkaitan erat dengan kepentingan ekonomi, bisnis, dan politik. Nilai-nilai religi dipersepsi dan didedahkan ke pemikiran publik sesuai kepentingan tersebut. Malah, jika ada pemahaman berbeda baik secara perorangan maupun kelompok, langsung dicap tidak sehaluan atau diposisikan sebagai lawan. Kelompok tidak sehaluan dikampanyekan sebagai kelompok yang berlawanan dengan ajaran agama.
Manipulasi religiusitas bisa dilacak dari kehidupan keseharian seseorang sebelum, saat melaksanakan, dan setelah puasa. Kerapkali, perilaku manipulatif terlihat nyata, karena perilaku seseorang berbeda pada waktu yang berbeda pula.
Banyak orang terlihat sangat religius di depan orang lain. Tapi di belakang, nyaris seratus delapan puluh derajat berbeda dari tampilan di depan orang. Seperti dalam sinetron, terlihat mahir memerankan diri sebagai sosok bertakwa. Padahal dalam kehidupan keseharian, belum tentu.
Bukan hanya di dunia nyata, di dunia maya juga terjadi hal yang sama. Postingan berbau agama, menjadi tren. Di dunia maya, seseorang lebih mudah mengaburkan jatidirinya dengan beragam postingan religi, postingan yang membawa embel-embel Islam. Orang dengan mudahnya menyampaikan sesuatu, yang diklaim sebagai kebenaran Islam, padahal tidak memiliki pemahaman dan ilmu yang cukup. Orang dengan mudah mengabaikan kejujuran, untuk manipulasi religiusitas.
Belajar dari Rasulullah Muhammad SAW, jauh sebelum diangkat sebagai nabi, Muhammad memelihara kredibilitasnya, dengan menekankan kejujuran dan sikap amanah dalam keseharian, yang kemudian menjadi nilai kunci dalam ajaran Islam. Penekanan terhadap kejujuran dan sikap amanah, Islam membangun peradaban yang berbasis  pada sikap salingpercaya- trustworthiness. Rasulullah jujur apa adanya, mengajarkan Islam dalam perkataan, sikap, dan amaliyah keseharian secara selaras dan konsisten sebagaimana firman-Nya. 
Semoga Ramadan tidak membuat kita terjebak pada sikap manipulatif. Ramadan mampu mengantarkan kita semua ke jalan kejujuran dan sikap amanah, sebagaimana diajarkan dan dicontohkan Rasulullah.***

Tana Kaili, 7 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM