Tonakodi-Memeluk Damai


Oleh: Temu Sutrisno

MERCUSUAR-Tata Madiba memiliki semua alasan untuk membenci. Tapi sebaliknya, ia mengajarkan dunia bagaimana mengampuni. Setelah apa yang dialami selama 27 tahun meringkuk dalam penjara, Tata Madiba, demikian Nelson Mandela pemimpin Afrika Selatan dipanggil, tidak dendam pada kekuasaan yang memenjarakannya.

Tata Madiba merangkul lawan politik dan kelompok-kelompok yang bertentangan dengan perjuangannya melawan politik apartheid, menjadi satu kekuatan baru membangun Afrika Selatan. Tata Madiba adalah seorang figur besar yang memberi inspirasi. Ia akan diingat sebagai figur yang mengakhiri sistem yang menodai kesakralan etnisitas (apartheid), dan martabat manusia secara keseluruhan.


Tata Madiba, bukan hanya mengajarkan kasih sayang dalam dunia politik. Ia juga mempraktikkan semboyan living together in diversity, hidup bersama dalam perbedaan. Sejatinya, semboyan dan cara hidup ini di bumi Nusantara juga dipraktikkan, dan dalam konteks kebangsaan Indonesia dikenal dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap dalam persatuan.

Pada dasarnya, setiap orang menghendaki kehidupan yang harmonis dan damai. Setiap orang berharap bisa menjalin hubungan baik dengan orang lain, hidup tenang dan damai. Tak ada seorang pun yang memimpikan hidup dalam suasana konflik, penuh kekerasan, ketegangan, penjajahan atau peperangan yang mengoyak nilai-nilai kemanusiaan.

Naluri untuk hidup damai mestinya menjadi motor penggerak manusia selalu menjaga ikatan persaudaraan dengan yang lain. Kebutuhan rasa aman dan damai, seharusnya menyadarkan manusia mengesampingkan egoisme dan sikap-sikap yang bisa memantik pertikaian atau konflik dengan sesama. Idealnya, ketika terjadi pertikaian, saling menghina, dan menyerang satu sama lain, manusia yang sadar dengan pentingnya perdamaian tampil menjadi penengah, bukan sebaliknya memperbesar potensi konflik dan perpecahan.

Jauh sebelum Tata Madiba, manusia agung pilihan Tuhan, Nabiullah Muhammad Rasululllah SAW  telah menyontohkan, hidup damai, hidup bersama dan keberagaman di kota Madinah.

Rasulullah selalu menekankan pentingnya arti persaudaraan dan semangat untuk ta’âwun -tolong menolong. Ketika kaum Muhajirin berhijrah dari Mekah ke Madinah, Rasulullah mempersaudarakan 45 orang kaum Muhajirin dengan 45 orang kaum Anshar. Rasulullah menekankan antara dua orang yang dipersaudarakan, saling membantu secara mutlak dalam menghadapi segala macam problem kehidupan. Langkah ini diambil, untuk menjaga kemanan dan kedamaian Madinah.

Bukan hanya itu, Rasulullah SAW juga membuat perjanjian yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah, dengan seluruh suku dan penganut agama yang ada di Madinah. Perjanjian inilah yang menjadi acuan dasar kehidupan di Madinah yang beragam. Rasul berpandangan jauh kedepan, menyatukan berbagai perbedaan untuk meminimalkan potensi konflik dan masyarakat Madinah hidup dalam perdamaian.

Rasulullah SAW mengajarkan, sesungguhnya Islam merupakan agama perdamaian. Setiap muslim yang beriman kepada Allah SWT wajib menjaga perdamaian. “Tidak sempurna iman seseorang, yang tetangganya tidak aman dari kejahilannya (gangguannya).” (HR. Bukhari).

Rasulullah SAW membimbing ummatnya, seorang muslim wajib menjaga diri dari berbuat onar di masyarakat dan berlaku kasih sayang kepada sesama. Betapa besar perhatian Nabi Muhammad terhadap perdamaian. Atas nama kemanusiaan, membuatnya tidak saja berorasi, namun juga menjadi pelopor perdamaian. Dalam setiap laku hidupnya, ia selalu menebar kasih sayang terhadap semua orang. Bahkan saat ummat yahudi menguburkan saudaranya, Rasulullah SAW pun memberikan penghormatannya.

Pernah suatu ketika Rasulullah SAW sedang duduk-duduk bersama beberapa orang sahabat. Tiba-tiba beberapa orang dari orang-orang Yahudi tengah membawa jenazah salah seorang dari saudara mereka yang baru saja meninggal dunia. Melihat hal itu, Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk berdiri demi menghormati Yahudi tersebut. Salah seorang sahabat lantas berujar, “Itu jenazahnya Yahudi wahai Rasul”. Rasul menjawab, “bukankah dia manusia?” Jika kalian melihat manusia yang diarak seperti itu maka berdirilah!”.
Kisah pendek di atas, hanyalah beberapa di antara banyak riwayat yang menceritakan tentang prinsip kemanusiaan yang dipegang erat oleh Nabi, karena Nabi ingin mengajarkan pada ummatnya, perdamaian hanya bisa ditegakkan jika setiap manusia memegang teguh prinsip-prinsip kemanusiaan.

Meminjam bahasa manajemen milineal, kita tidak sama tapi kita bisa hidup bersama, bisa kerja sama. Allahu A'lam Bishawab.***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM