Tonakodi-Memupuk Dosa Tahun Politik


Oleh: Temu Sutrisno


Berhentilah berjanji jika tidak bisa menepati. Setop berbohong, menghujat, 
dan menebar kebencian karena akan menggerus iman.


TAK terhitung janji-janji politik diumbar. Tak terkira hujatan kebencian, cemoohan, dan kabar bohong ditebar. Konon, hal serupa selalu terulang saat hajatan politik digelar. Tahun politik yang seharusnya menggembirakan, dipenuhi dosa sosial dan membelakangi amar Tuhan. Disadari ataupun tidak, dosa-dosa itu terus menumpuk dan menggerus keimanan.
Pemilu 2019 tinggal menghitung hari pencoblosan. Partai politik (Parpol), calon anggota legislatif dan calon Presiden/Wakil Presiden terus sosialisasi dengan menebar janji dan programnya. Di sisi lain, lawan kontestasi melakukan counter, dengan negative campaign dan bahkan black campaignUjaran kebencian, cemooh, hujatan, dan kabar bohong menjadi strategi pemenangan disamping janji-janji yang meninabobokkan.
Sekadar koreksi, sering orang setelah terpilih sebagai anggota legislatif maupun eksekutif, mereka lupa janji-janji yang disampaikan pada masyarakat. Terbukti, banyak program dan kegiatan pemerintah yang telah disetujui DPR ataupun DPRD, sering tidak bersinggungan dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Malah banyak janji-janji politik yang tidak dilaksanakan.
Rasulullah SAW dalam hadistnya mengecam tindakan tersebut dan mengingatkan para pemimpin untuk melayani rakyat dan menepati janjinya. “Abu Ja’la bin Jasar r.a berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Tiada seorang yang diamanati Allah memimpin rakyat, kemudian meninggal ia masih menipu rakyat, melainkan Allah mengharamkan baginya surga”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah SWT secara tegas memerintahkan pada seseorang yang telah berjanji untuk menepati janjinya, sebagaimana firman-Nya, “Tepatilah janji, sesungguhnya janji itu akan ditanyakan dan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’: 34). Dalam ayat yang lain, “Hai orang-orang yang beriman, tepatilah segala janji dan akadmu.” (QS. Al Maidah: 1)
Bukan hanya program dan kegiatan yang sering tidak bersinggungan dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat, malah sering dijumpai seorang pejabat pilihan rakyat susah dijumpai. Bahkan ada yang sengaja menghindar ketemu rakyat yang telah memilihnya. Bagi orang-orang seperti ini, seyogyanya merenungkan ajaran Rasulullah SAW, yang disampaikan Ummul Mukminin Aisyah r.a, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda di rumahku: Ya Allah siapa yang menguasai urusan ummatku, lalu mempersulit mereka, maka persulitlah ia. Dan barangsiapa mengurusi ummatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah urusannya”. (HR. Muslim) 
Dalam riwayat lain, Abu Maryam Al’azdy r.a mengatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang diserahi Allah mengatur kepentingan kaum muslimin kemudian bersembunyi dari hajat kepentingan mereka, maka Allah akan menolak dia di hari kiamat”. (HR. Abu dawut dan Attirmidzy)
Mengacu pada firman Allah SWT maupun hadist Rasullah SAW diatas, seorang pejabat pilihan rakyat baik legislatif maupun eksekutif dituntut untuk melayani rakyat secara optimal. Apalagi jika yang bersangkutan telah mengumbar janji-janji sebelumnya.
Dapat dijadikan contoh bagaimana Amirul Mukminin Umar bin Khattab, yang tidak membedakan rakyat yang menghadapnya, baik muslim, nasrani maupun yahudi. 
Demikian juga sikap hidup Imam Ali bin Abi Thalib, yang tidak pernah makan kenyang sebelum seluruh rakyat yang dipimpinnya tidur dengan perut kenyang. Sebuah sikap yang kini langka ditemukan pada kebanyakaan pemimpin dan wakil rakyat dimanapun.
Penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian melalui berbagai media untuk menyerang dan mendiskreditkan pihak tertentu demi kepentingan politik, harus disadari sebagai perbuatan jahat, nista, dan bahkan dosa, dalam terminologi agama. Sekalipun hal itu dilakukan melalui media sosial-dalam dunia maya, tetap memiliki implikasi teologis sebagaimana dilakukan dalam dunia nyata. 
Dilihat dari perspektif Islam, mereka yang melakukan ujaran kebencian, memproduksi dan penyebar berita palsu, sesungguhnya tidak mengimani kebenaran firman Allah SWT dalam  Q.S al-Nahl: 105, “Sesungguhnya orang-orang yang memproduksi kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah para pembohong”.
Berhentilah berjanji jika tidak bisa menepati. Setop berbohong, menghujat, dan menebar kebencian karena akan menggerus iman. Sadar, itu bukan hanya urusan politik keduniawian, tetapi juga dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. ***


Tana Kaili, 14 Maret 2019


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM