Tonakodi-Hilangnya Memorabilia Bencana


Oleh: Temu Sutrisno

TIGA bulan berlalu pascabencana yang menerjang Palu, Sigi, dan Donggala (Pasigala), perlahan puing bekas bencana mulai hilang. Masyarakat ingin secepatnya kembali menjalani hidup sebagaimana awal sebelum bencana.
Kendaraan rusak akibat bencana, di sepanjang Teluk Palu dibersihkan. Hanya sedikit tersisa di beberapa benkel atau rumah pemiliknya. Kapal yang terseret gelombang tsunami di Pelabuhan wani dan Pangkalan TNI AL Watusampu mulai diturunkan. Semua dilandasi niat baik, ingin segera pulih dan tidak terjebak pada trauma berkepanjangan.
Tentu niat baik itu tidak salah. Tapi ada yang bakal hilang bersamaan dengan niat baik itu, sebuah memorabilia bencana. Bencana Pasigala, yang nyaris tidak terjadi di tempat lain akan kehilangan memorabilia, sesuatu atau peristiwa yang patut dikenang.
Kapal di Watusampu, Kapal di Wani, bangunan, dan banyak kendaraan yang rusak bisa jadi hari ini menimbulkan trauma bagi orang-orang tertentu. Namun untuk masa depan itu adalah sebuah bukti sejarah yang patut dikenang, sejarah yang akan menjadi pelajaran bagi ummat manusia puluhan hingga ratusan tahun kedepan.
Perhatikanlah sejarahmu, untuk masa depanmu (Q.S 59:18). “laqad kana fi qashasihim ‘ibratun li ulil albab”. Sesungguhnya dalam sejarah itu terdapat pesan-pesan sejarah yang penuh perlambang, bagi orang-orang yang memahaminya (QS. 12: 111).
Barang-barang memorabilia bencana, kedepan akan menjadi sumber kebenaran, peringatan, pengajaran, dan peneguh hati. Barang-barang itu akan menjadi rujukan kebenaran dan pengajaran bagi mereka yang bergulat dalam ilmu pengetahuan, akan menjadi sumber penelitian. Barang itu juga akan jadi sumber ingatan generasi kedepan, bahwa di Pasigala pernah terjadi bencana tiga dimensi, gempa bumi, likuefaksi, dan tsunami dalam waktu bersamaan.

Barang-barang itu secara spiritual juga akan menjadi peringatan bagi orang-orang dikemudian hari atas kuasa Tuhan. Barang-barang itu juga bisa jadi peneguh kepercayaan dan keimanan seseorang pada Tuhan yang diyakininya.
Masyarakat, aparat, dan pemerintah yang kini lagi bersih-bersih pascabencana, kiranya  bisa belajar dari kisah Fir’aun dalam Al Qur’an.
Pada tahun 1898 M, arkeolog Loret, berhasil menemukan Mumi di Thebes, Mesir. Mumi tersebut diidentifikasi sebagai jenazah dari Fir’aun Merneptah, yang dipastikan sebagai anak dari Fir’aun Ramses II. Di samping ditemukan Mumi dari Merneptah juga ditemukan Mumi dari Ramses II dalam keadaan utuh.
Merneptah adalah Fir’aun yang mengejar-ngejar nabi Musa hingga ke laut dan mati tenggelam di laut, sedang Ramses II adalah fir’aun yang hidup persis sebelumnya, kedua-duanya hidup pada masa nabi Musa AS.
Penemuan Mumi Merneptah, merupakan sejarah penting. Generasi saat dapat menyaksikan Mumi Merneptah yang mati tenggelam di laut, sebagai pelajaran.
 “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS. 10: 92 ).
Kembali ke bencana Pasigala, bisa saja pemerintah bakal membangun memorabilia park di beberapa titik bekas bencana. Namun membiarkan beberapa benda bersejarah pada tempatnya, seperti kapal di Wani dan Watusampu, mobil yang tumpang tindih ringsek di tepian pantai juga harus dipikirkan sebagai bentuk memorabilia asli, alami tanpa dibuat-buat. Sepertinya tidak ada yang serius soal itu!***


Tana Kaili, 10 Januari 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM