TonaDampak TdCC harus Terukur


Oleh: Temu Sutrisno

PELAKSANAAN TdCC 2017. FOTO: Dok Travel Today
14-18 Oktober 2018, Tour de Central Celebes (TdCC) digelar untuk keduakalinya. Pemerintah daerah meyakini ajang balap sepeda bertaraf internasional tersebut dinilai efektif mempromosikan potensi pariwisata dan budaya Suteng.  Alasannya sederhana, TdCC diikuti ratusan pembalap dari beberapa negara.
Anggaran yang dikeluarkan untuk TdCC tidak sedikit. Setidaknya  enam belas miliar digelontorkan pemerintah daerah dengan cara sharing atau patungan. Pemprov Sulteng diperkirakan menghabiskan anggaran sekira Rp6 miliar dan tujuh kabupaten/kota rerata Rp1,5 miliar. Anggaran itu belum terhitung bonus yang direncanakan dari sponsor sekira Rp1,5 miliar.
TdCC 2018 bakal start dari Kabupaten Banggai dan menempuh rute ke Tojo Una-una, Poso, Parigi Moutong, Sigi, Donggala, selanjutnya finish di Kota Palu.
Dengan anggaran sebesar itu untuk sekali iven, apa dampak yang didapat Sulteng? Sekadar perbandingan, Tour de Ijen 2017 yang digelar Pemkab Banyuwangi,  menghabiskan APBD sekira Rp5 miliar.
Masyarakat Banyuwangi menerima manfaat ekonomi dari Tour de Ijen 2017 sekira Rp120 miliar yang bersumber dari pengucuran dana dari pemerintah pusat untuk pembangunan sarana dan infrastruktur jalan, pariwisata, telekomunikasi, serta penerimaan hotel, restoran, industri kerajinan, UKM dan jasa-jasa lainnya.
Demikian halnya dengan Tor de Singkarak (TdS). TdS sejak 2013 direkomendasikan Amauri Sport Organisation (ASO) menjadi kejuaraan mayor di Asia karena mampu menyedot lebih dari satu juta penonton. Ranking TdS tingkat dunia dari jumlah penonton menduduki peringkat ke-5,  setelah Tour de France (12 juta penonton), Giro d’Italia (8 juta), Vuelta a Espana (5 juta), Santos Tour Down Under (750 ribu) dan TdS (550 ribu),”
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, saat TdS digelar tahun lalu,  jumlah wisman yang datang ke Sumatra Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) dan Pelabuhan Teluk Bayar sebanyak 5.209 orang.
Menarik apa yang diutarakan Deputy Pengembangan Sarana Wisata Kementerian Pariwisata Esthy Reko Astuti. Esthy  mengingatkan siapun untuk tidak bertanya apa dampak TdCC hari ini, khususnya terkait sektor kepariwisataan, karena manfaat itu baru akan terasa tiga bahkan sampai lima tahun ke depan.

Tentu saja yang disampaikan Esthy tidak keliru. Namun promosi wisata seperti TdCC harus terukur dan terarah. Dampak TdCC harus terukur dan memiliki roadmap yang jelas. Berapa lama dampak akan terlihat seperti misalnya, peningkatan infrastruktur, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang ditargetkan,
dampak langsung pada ekonomi masyarakat (direct impact economic tourism), dan seberapa tinggi media value daerah dari iven TdCC.
Pertanyaan yang harus dijawab secara langsung pemerintah, pertanyaan sederhana. Dengan angka kemiskinan 420,210 orang (14,01 persen), apa dampak TdCC terhadap kemiskinan di Sulteng. Akankah iven TdCC bisa menjawab seberapa besar dampak ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang, sehingga menurunkan angka kemiskinan dalam persentase yang terukur?
Tentu untuk menjawab pertanyaan itu, pemerintah harus menyampaikan secara terbuka pada pada masyarakat Sulteng, dengan mempersandingkan penggunaan anggaran sekira Rp17 miliar, jika digunakan untuk program yang langsung bersentuhan dengan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, dengan dampak promosi wisata TdCC dalam jangka menengah dan jangka panjang. ***

Tana Kaili, 27 Juli 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM