Tonakodi-Bangun Lagi, Rusak Lagi, Bangun Lagi…

Oleh: Temu Sutrisno


SALAH satu sudut jalan rusak di Kota Palu.
Foto: Dok. Bappeda Palu (http://bappeda.palukota.go.id)
MASIH ingat lagu Mbah Surip? Bangun tidur, tidur lagi, bangun tidur, tidur lagi…banguuunnn…tidur lagi. Lagu Mbah Surip sepertinya mirip dengan perbaikan beberapa infrastruktur di Palu. Bangun lagi, rusak lagi, bangun lagi, rusak lagi.
Proyek infrastruktur jalan di Setia Budi-S. Parman satu paket dengan Jl. MH Thamrin menghabiskan anggaran miliaran rupiah, belum genap satu tahun mulai rusak di beberapa titik. Apakah kualitas pekerjaan bermasalah? Sepertinya bukan karena kualitas pekerjaan. Kerusakan disebabkan kebocoran pipa PDAM. Air merembes keluar dan mengalir di badan jalan. Air sejatinya menjadi musuh utama jalan. Perlahan namun pasti, aliran air akan merusak aspal.
Di beberapa titik seperti perempatan S. Parman-Suprapto, PDAM menggali badan jalan dan trotoar untuk perbaikan pipa. Jalan dan trotoar rusak, air tetap mengalir. Sebelumnya penggalian juga dilakukan di perempatan Setia Budi. Satu pihak, Pemkot membangun jalan, memperbaiki infrastruktur. Lain pihak, PDAM dengan maksud memperbaiki pipa untuk peningkatan layanan air minum, malah merusak jalan dan trotoar yang baru dibangun.
Di titik yang sama, bekas potongan pipa tiang traffic light menonjol di badan jalan. Besi runcing tersebut bukan saja mengganggu keindahan, tapi juga berbahaya untuk pejalan kaki  ataupun pemakai jalan lain.
Di beberapa ruas jalan lainnya seperti Ki Maja dan Haji Hayun, masyarakat menambah aspal atau semen di bibir cansting jalan. Alasannya agar kendaraan mudah naik melewati trotoar. Aneh dan terasa lucu. Masyarakat dengan mudah akan menyalahkan pemerintah, jika infrastruktur jalan rusak dan tak kunjung diperbaiki. Saat pemerintah membangun, ada yang merusaknya. Bangun lagi, rusak lagi, bangun lagiiii…rusak lagi.
Di Jalan Dewi Sartika, masyarakat membongkar plat penutup drainase. Air meluap, pemerintah dirasakan lambat melakukan penanganan.
Di Jalan Diponegoro setiap hujan, masyarakat di sebelah jalan kebanjiran. Tidak jalan lain, air yang kebingungan mencari jalan, diselamatkan warga dengan membongkar median jalan. Air yang menggenang menemukan jalannya, tidak lagi kebingungan. Warga juga merasa nyaman, karena air tidak lagi mengepungnya.
Kedua ruas jalan itu statusnya bukan jalan kota. Masyarakat tidak mau tahu. Mereka hanya tahu jalan itu ada dalam kota. Soal status dan kewenangan itu nomor seratus. Pemerintah harus bertanggungjawab mengurusnya. Pemerintah terdekat, ya Pemerintah Kota.
Pemandangan yang sama juga Nampak di lorong-lorong atau jalan permukiman. Saat jalan bolong-bolong, pemerintah salah. Begitu jalan mulus, mulai dipasang irisan ban bekas, pasang ‘polisi tidur’ atau pita kejut dari semen. Jalan yang pada awalnya nyaman, kembali bergelombang.
Siapa yang salah? Ah..sudahlah tidak usah saling tunjuk. Toh satu jari menunjuk, tiga atau empat jari yang lain menunjuk kearah yang berbeda.
Bisa jadi ini dimulai dari perencanaan yang  tidak terintegrasi antara satu instansi dengan instansi lainnya. Siapa kerja apa, kapan waktunya, berapa anggarannya bagaimana metodenya dan seterusnya. Hari ini dibangun, besok atau lusa dibongkar instansi lainnya. Bangun lagi, rusak lagi, bangun lagiiii…rusak lagi.
Bukan hanya perencanaan terintegrasi. Masyarakat juga harus sadar  dan disadarkan untuk menjaga dan merawat hasil pembangunan. Harapannya bangun, rusak, bangun lagi tidak terjadi. Habis anggaran hanya untuk proyek yang sama, itu dan itu lagi.
Bukan hanya infrastruktur jalan. Di beberapa taman sebagai ruang terbuka hijau juga mengalami hal yang sama. Ada taman tanpa lampu. Tiang berdiri, lampu mati. Kenapa? Karena masih ada warga yang suka kegelapan. Lampu yang terang benderang sengaja dipecahkan. Gelap!
Jangan ada pembongkaran jalan, pembongkaran trotoar, pembuatan ‘polisi tidur’ di tengah jalan mulus, jangan ada yang merusak fasilitas taman. Siapa bertanggungjawab?***







Tana Kaili, 9 Agustus 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM