Mendorong Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi di Sulteng



Oleh: Temu Sutrisno

BANYAK pihak berkeyakinan, kasus korupsi selalu melibatkan banyak orang dan pihak. Nyaris tidak ada kasus korupsi yang berdiri sendiri. Korupsi bisa melibatkan pejabat dengan pengusaha, pejabat dengan pejabat bawahannya dan bahkan juga dengan keluarganya.
Masih kuat diingatan masyarakat, beberapa kasus korupsi yang menerpa kader Partai Demokrat, Partai NasDem, Gubernur Sumatera Utara bersama istrinya, korupsi keluarga Gubernur Banten menunjukkan, korupsi selalu melibatkan banyak orang. Bahkan dalam kasus Gubernur Sumatera Utara, Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan dua hakim anak buahnya, dua pengacara yakni Gerry Baskara dan OC Kaligis dinyatakan terlibat.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa korupsi sudah sedemikian menjalari sendi-sendi hukum di Tanah Air. Ketika para penegak hukum sudah jadi bagian dari kejahatan, apalagi yang bisa diharapkan oleh rakyat?
Publik tentu masih mengingat kasus Urip Tri Gunawan, seorang jaksa yang kini jadi penghuni penjara. Ia menerima suap dalam proses hukum kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Saat itu ia bertugas sebagai Jaksa Ketua Penyidikan kasus tersebut.
Masyarakat juga tentu masih ingat kasus korupsi yang melibatkan Komandan Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, yang kemudian diikuti perlawanan keras terhadap KPK dan berbagai upaya mengkriminalkan orang-orangnya.
Belajar dari berbagai kasus korupsi tadi, publik Sulawesi Tengah dituntut melakukan pengawasan secara ketat pada praktik-praktik korupsi yang bisa jadi modusnya sama dengan kasus kader Partai Demokrat, kader Partai NasDem, Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Banten, Jaksa Urip dan Hakim Tripeni Irianto.
Publik Sulawesi Tengah tentu masih ingat beberapa dugaan kasus korupsi yang menyeruak ke publik dan ranah hukum, seperti proyek Gedung Wanita, dana rehabilitasi gedung KNPI, SPPD fiktif di Badan Ketahanan Pangan, Perusahaan Daerah Sulteng, dana reboisasi, dana kemanusiaan Poso, kolam renang, panjar kas Buol dan dana operasional gubernur.
Beberapa kasus korupsi itu, merupakan kasus yang terungkap dan nampak ke permukaan. Kasus korupsi merupakan fenomena gunung es. Di bawah permukaan, masih banyak yang belum terendus aparat hukum dan diketahui masyarakat.
Maka dalam upaya penegakan hukum di Sulawesi Tengah, untuk pemberantasan korupsi peran lembaga hukum seperti kejaksaan maupun kepolisian harus diperkuat. Sebab, salah satu penyebab lemahnya penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi adalah masih rendahnya moralitas aparat penegak hukum. Penegakan hukum hanya bisa dilakukan apabila lembaga-lembaga hukum bertindak profesional, jujur dan menerapkan prinsip clean and good governance. Harus diakui penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Masyarakat Sulawesi Tengah tentu saja punya harapan besar terhadap kinerja kejaksaan dan kepolisian untuk pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.
Kritik terhadap kejaksaan tinggi (Kejati) yang disuarakan masyarakat misalnya, merupakan sebuah upaya untuk mendorong agar lembaga hukum tersebut mengungkap, menangani dan melakukan penuntutan terhadap kasus korupsi di Sulteng dengan lebih berani.
Tudingan adanya oknum yang mengatasnamakan kepala kejaksaan tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah memeras dan meminta jatah proyek disana-sini, hendaknya disikapi secara profesional. Artinya, Kajati harus berani melakukan penelusuran apakah benar yang disuarakan masyarakat atau sebaliknya. Pun demikian, kejaksaan harus meminta keterangan kelompok masyarakat yang menuding Kajati mengetahui dan melakukan pembiaraan terhadap oknum yang dimaksud. Permintaan keterangan dan penelusuran wajib dilakukan, jangan sampai aksi dan suara keras tersebut membuat kejaksaan surut ke belakang dan pada akhirnya membawa ‘angin segar’ bagi kelompok atau orang tertentu yang patut diduga terlibat atau melakukan tindak pidana korupsi.
Sekadar mengingatkan, bangsa yang beradab adalah bangsa yang menjalankan fungsi hukumnya secara merdeka dan bermartabat. Merdeka dan bermartabat berarti dalam penegakan hukum wajib berpihak pada keadilan untuk semua. Hukum mesti berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemafaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit).
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat bagi masyarakat. Dalam konteks ini, masyarakat Sulawesi Tengah sangat berkepentingan, pelaksanaaan hukum yang berkeadilan harus ditegakkan. Penindakan terhadap kasus korupsi di Sulawesi Tengah tidak boleh berhenti dan hanya berlaku pada orang tertentu saja. Kejati Sulawesi Tengah diharapkan mampu memainkan peran pemberantasan korupsi secara optimal, meski kritik datang dari berbagai arah. Kritik tidak boleh melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Sulawesi Tengah. Masyarakat Sulawesi Tengah akan mendukung Kejati terus bekerja secara profesional sebagaimana diatur Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, untuk Sulawesi Tengah bebas korupsi.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM