Melihat Matahari

Pagi itu Mangge Dolla keluar rumah berjalan kaki. Ia mengenakan pakaian sedikit lusuh. Tidak seperti biasanya, tampil rapi dengan semerbak parfum plus mobil seharga miliaran rupiah. Mangge Dolla terus berjalan, seperti tiada arah. Matanya nanar mengawasi setiap jengkal jalan yang dilewatinya. Sesekali tersungging senyum di bibirnya, melihat orang yang lalulalang di sekitarnya. Ia terus melangkah. Saat matahari merangkak naik, kakinya mulai pegal. Peluh dan penat terasa di sekujur tubuh Mangge Dolla yang tidak biasa jalan kaki sejauh itu. Di ujung jalan dekat sebuah pasar, bos di sebuah perusahaan milik pemerintah itu akhirnya menyerah. Ia duduk di bawah pohon, sekadar mengaso. Tak lama, lewat becak dan Mangge Dolla tidak melepaskan kesempatan itu. “Becak,” teriak Mangge Dolla. Pengayuh becak bertubuh kurus segera mengarahkan becaknya dan berhenti di depan Mangge Dolla. “Kemana Pak,” tanya Tukang Becak dengan sopan. “Ke jalan kelapa.Berapa?” Sepuluh ribu Pak, jawab Tukang Becak. “Wah, mahal sekali. Kan dekat. Tuh kelihatan juga dari sini rumah saya. Itu dekat Hotel itu,” kata Mangge Dolla sembari menunjuk sebuah bangunan yang menjulang tinggi. Lho? Matahari juga kelihatan dari sini Pak. Tapi matahari jauh Pak. Coba Bapak lihat matahari di langit itu, kilah Tukang Becak. Kening Mangge Dolla seketika mengkerut. Tanpa sadar ia melihat keatas, melihat matahari. Matanya tak mampu memandangi raja alam itu. Mangge Dolla spontan menangkupkan telapak tangannya ke kedua matanya. “Jadi tidak Pak?” sergah Tukang Becak mengagetkan Mangge Dolla. “Oke. Jalan saja,” kata Mangge Dolla sambil naik ke jok becak. “Tidak kerja Pak,” Tukang Becak menyairkan suasana. “Tidak, Sabtu libur,” jawab Mangge sekenanya. “Duh, hidup begitu susah, begitu tidak adil! Kita telah bekerja dari pagi hingga sore, tetapi tetap saja miskin dan kurang,” terdengar keluh kesah Tukang Becak. Ada yang kerjanya duduk-duduk di ruang dingin ber-AC, penghasilannya melimpah. Apalagi kalau dia pejabat, bos perusahaan atau anggota DPRD, cerocos Tukang Becak. “Sudah banyak pendapatan, mereka juga masih merasa kurang. Banyak yang korupsi! Lebih baik jadi tukang becak, yang penting halal dan berkah.” “Tidak usah ke jalan kelapa Pak. Kita ke jalan melati saja, ke rumah teman,” kata Mangge Dolla. Tambah lima ribu Pak, ujar Tukang Becak. “Ya”. Sampai di jalan melati, Mangge Dolla turun di depan sebuah rumah sederhana. Sebuah rumah dari papan, terhimpit bagunan megah lainnya. “Terimakasih Pak,” Mangge Dolla menyodorkan dua pecahan sepuluh ribu dan lima ribu ke Tukang Becak. Assalamualaikum, ucap Mangge Dolla menuju dego-dego di samping rumah sederhana itu. Waalaikumsalam, sambut Toma Langgai pemilik rumah. Keduanya berjabat tangan dan terlihat sangat akrab. “Tumben, naik becak,” heran Toma Langgai. “Sekali-kali jalan kaki, naik becak,” jawab Mangge Dolla. Mangge Dolla mencurahkan isi hatinya pada Toma Langgai, temannya sejak kecil. Ia jalan kaki sekadar untuk mencari suasana baru. Sebagai pimpinan perusahaan, dari pagi-pagi buta, dia telah bangun dan mulai bekerja. Siang hari bertemu dengan orang-orang untuk membicarakan bisnis. Hingga malam hari, dia masih sibuk dengan buku catatan dan mengevaluasi kinerja satu hari. Menjelang tidur, dia masih memikirkan rencana kerja untuk keesokan harinya. Begitu hari-hari berlalu. Tak lupa Mangge Dolla menyeritakan pembicaraannya dengan Tukang Becak. Dengan senyum, Toma Langgai menimpali curhatan Mangge Dolla. “Perhatikanlah matahari. Tidak peduli berawan, hujan atau hari cerah, ia akan tetap beredar dari timur ke barat menjalankan tugasnya. Matahari seperti lagu anak-anak, selalu menyinari tanpa berharap balasan. Ada makna keikhlasan disana. Ada komitmen dan konsitensi terhadap tugas dan kewajiban.” Lihatlah matahari. Ia jauh namun bisa dilihat dan jadi pedoman orang yang hilang arah. Dia bisa dilihat dari semua arah. Lihatlah matahari, engkau akan merasakan betapa tidak berdayanya manusia.Mata kita tidak bisa menatap langsung matahari. Apa artinya, jangan selalu melihat keatas. Jangan selalu ingin meraih sesuatu yang belum tentu kita bisa raih. Introspeksi diri, ukur kemampuan yang dimiliki. Jangan mata kita buta menantang matahari! “Bersyukurlah terhadap apa yang engkau miliki saat ini. Semakin kita bersyukur, keyakinan dan perasaan positif feeling good akan muncul. Ada perasaan nyaman dan bahagia dalam diri kita. Besyukur akan membimbing emosi positif diri kita. Dengan emosi positif, akan lahir motivasi dan aktifitas positif,” kata Toma Langgai pada karibnya yang kelihatan lelah. Bersyukur akan membentuk pola pikir sukses. Pola pikir sukses akan membentuk pola sukses dalam diri manusia. Artinya semakin kita bersyukur, semakin kita akan sukses. Jika kita tidak bersyukur terhadap nikmat, kesuksesan akan menjauh. “Dalam bahasa Al Qur’an Allah berfirman dalam Surat Ibrahim ayat tujuh, sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya, sungguh azab-Ku sangat keras,” papar Toma Langgai. Sederhananya, syukur mengarah ke sukses, mengingkari nikmat membawa apes, lanjut Toma Langgai. zzzzzzzzzzzttttztttt.....dengkur Mangge Dolla mendengar ceramah Toma Langgai. Toma Langgai tersenyum melihat karibnya tertidur dengan wajah sedikit cerah, berkurang rasa penatnya.******(Temu Sutrsino, Talise 1 September 2014)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM