Pengurusan STNK Terindikasi Menyimpang

PALU, MERCUSUAR-Pengurusan surat tanda nomor kendaraan (STNK) terindikasi menyimpang. Miliaran rupiah biaya perngurusan, tidak dibuatkan tanda pembayarannya. Indikasi penyimpangan tersebut terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng dengan instansi mitra kerja, pekan lalu (17/2/2014). Anggota Komisi II Nadjamuddin Sjah yang diminta Ketua Komisi Yus Mangun untuk memaparkan hasil RDP mengatakan, selama ini biaya pengurusan STNK di Samsat Palu membengkak tidak sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selama ini biaya pendaftaran atau perpanjangan STNK dipungut Rp125 ribu per unit untuk kendaraan roda empat dan Rp75 ribu untuk kendaraan roda dua. Berdasarkan PP No. 50 tahun 2010, biaya pendaftaran atau perpanjangan STNK hanya Rp75 ribu untuk roda empat dan Rp50 ribu untuk kendaraan roda dua. “Terdapat selisih limapuluh lima ribu rupiah untuk roda empat dan duapuluh lima ribu untuk kendaraan roda dua,” tutur Nadjamuddin, Senin (24/2/2014). Dugaan penyimpangan lainnya, lanjut Nadjamuddin biaya pengambilan STNK sebesar Rp10 ribu hingga Rp20 ribu. Biaya lainnya, penggesekan nomor chasis dan nomor mesin sebesar Rp15 ribu hingga Rp25 ribu. “Dalam PP No. 50 tidak ada biaya gesek chasis dan biaya pengambilan tanda nomor kendaraan. Biaya yang ada hanya pendaftaran atau perpanjangan STNK. Anehnya, ketia item pembiayaan tersebut tidak tercantum dalam STNK. Malah masyarakat yang mengurus tidak mendapat kuitansi atau bukti pembiayaan itu. Ini yang menjadi sorotan masyarakat dan masuk ke Komisi II,” katanya. Menurut Nadjamuddin, apapun bentuk pembiayaan yang dipungut dari masyarakat harus ada tanda buktinya. Dengan tanda bukti, mudah untuk dilacak aturan hukumnya dan perhitungan pendapatan yang masuk kas daerah. “Tanpa bukti, rawan penyimpangan. Kita tidak tahu berapa jumlah sebenarnya yang dipungut dari masyarakat berdasar jumlah kendaraan dan berapa yang harusnya masuk ke kas daerah,” jelasnya. Berdasarkan penjelasan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) yang hadir RDP malam itu, jumlah kendaraan di Sulteng yang terdata adalah 57.557 unit kendaraan roda empat dan 513.685 unit kendaraan roda dua. “Biaya pengurusan STNK, menurut Dispenda menjadi kewenangan kepolisian. Dispenda hanya menangani pajak kendaraan bermotor dan Jasa Raharja menangani dana kecelakaan, karena Samsat tergabung didalamnya ketiga instansi ini,” paparnya. Mencermati kondisi tersebut, Komisi II memperkirakan jumlah pungutan yang tidak terdeteksi untuk biaya gesek chasis dan mesin Rp863.355.000 dan Rp575.570.000 untuk biaya pengambilan plat nomor 57.557 unit kendaraan roda empat. Sementara untuk kendaraan roda dua, diperkirakan pungutan yang tidak terdeteksi mencapai Rp12.842.125.000. “Jika satu kali kepengurusan STNK untuk masa lima tahun, maka kalau pungutan itu dibagi lima, kurun satu tahun biaya yang tidak terdeteksi mencapai duaratus delapanpuluh tujuh juta tujuhratus delapanpuluh lima ribu rupiah, untuk kendaraan roda empat. Untuk kendaraan roda dua, setahun sekira dua miliar limaratus enampuluh delapan juta empatratus duapuluh lima ribu rupiah,” hitung politisi PKPB itu. Hitungan itu lanjut Nadjamuddin, belum terhitung selisih pendaftaran atau perpanjangan STNK sebagaimana diatur dalam PP No. 50 tahun 2010. “Hitung saja, selisihnya limapuluh lima ribu rupiah untuk roda empat dan dua puluh lima ribu untuk kendaraan roda dua. Berapa itu?” katanya. Melihat perkiraan jumlah dana yang tidak terdeteksi serta ketidakjelasan biaya penerbitan STNK, Komisi II telah mengusulkan pada pimpinan Deprov, agar mengundang Kapolda beserta jajarannya untuk rapat dengar pendapat. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM