Sengketa Perbatasan, Sulteng Diuntungkan 16 Area Tambang

PALU, MERCUSUAR-Sengketa perbatan provinsi Sulteng dengan Sulawesi Tenggara (Sultra), akhirnya tuntas setelah mengantung bertahun-tahun. Kementerian Dalam Negeri memenangkan Sulteng, terhadap daerah yang selama ini diklaim masuk wilayah kedua provinsi. Menurut informasi yang disampaikan Kepala Biro Hukum Pemprov Sulteng Haris Yotolembah pada Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sulteng, Yahya R Kibi, keputusan kementerian itu telah resmi. “Secara hukum, wilayah yang secara administratif dipersoalkan dua provinsi, sejak saat ini masuk wilayah Sulteng,” ujar Yahya, Kamis (23/1/2014). Keuntungan yang didapat Sulteng dari kepeutusan tersebut lanjut Yahya, sumberdaya alam yang ada di wilayah perbatasan tersebut dapat dikelola dan memberikan dampak perekonomian bagi Sulteng. “Ada sekira 16 perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah perbatasan Morowali dengan Sultra. Setelah wilayah itu masuk Sulteng, secara otomatis perusahaan yang beroperasi disana pajaknya akan diterima Sulteng,” kata Yahya. Sebagaimana diketahui, tapal batas yang dipersoalkan kedua provinsi adalah patok 14-54, yang oleh Pemprov Sulteng diklaim masuk wilayah Kecamatan Routa Kabupaten Konawe serta Kecamatan Wiwirano dan Kecamatan Langkikima Kabupaten Konawe Utara. Sementara Sulteng mengklaim tapal batas dengan area sekira 86 ribu hektare tersebut masuk wilayah Kabupaten Morowali. Sekretaris Komisi I, Nawawi Sang Kilat, menyatakan agar Pemprov Sulteng segera memproses keputusan Kementerian Dalam Negeri tersebut dengan menindaklajuti perizinan tambang yang ada di sana. “Menurut saya perusahaan tambang tetap beroperasi seperti biasa, cuma perlu penyesuaian perizinan untuk memenuhi asas legalitas, karena secara administratif daerah itu telah masuk Sulteng,” ujar Nawawi. Dampak dari perbaikan perijinan itu lanjut Nawawi, pajak yang dikeluarkan perusahaan tambang di daerah tersebut akan diterima Sulteng dan Kabupaten Morowali. “Ini menyangkut pajak. Nantinya pajak yang diterima akan dibagi dalam bentuk dana bagi hasil untuk daerah penghasil. Kalau selama ini dikucurkan oleh pemerintah pusat ke Sultra, maka dengan putusan itu dan perbaikan perijinan akan disalurkan ke Sulteng. Apalagi setahu saya rata-rata yang beroperasi di sana tambang galian A,” papar Nawawi. Selain soal tambang kata Nawawi, Pemprov Sulteng dan Pemkab Morowali juga harus melakukan pendataan ulang masyarakat yang tinggal di daerah itu. “Bisa saja disana ada penduduknya, yang selama ini secara administratif didata sebagai penduduk Sultra. Perlu pendataan baru, sehingga jelas administrasi kependudukannya. Apakah dia warga yang menetap dan penduduk asli atau sekadar bermukim sebagai pekerja tambang,” sarannya. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM