Pungli Marak di Pemda dan Kepolisian

PALU, MERCUSUAR-Pelayanan publik di Sulteng belum sepenuhnya berorientasi pada kepentingan masyarakat. Masih ada pungutan yang dilakukan beberapa instansi pemerintah, terhadap layanan publik yang dilaksanakan pada masyarakat. Pungutan berupa uang, barang dan jasa. Pungutan tersebut menurut Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dikategorikan sebagai pungutan liar (Pungli). Budi Santoso dari ORI dalam konferensi pers di Baruga DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, mengungkapkan data Pungli di Sulteng didominasi pemerintah daerah dan kepolisian. Dari seluruh aduan yang masuk ke Perwakilan ORI Sulteng, sekira 21 persen berkaitan dengan Pungli. “Sekira lima puluh satu persen Pungli dilakukan oknum di pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten maupun kota. Dua puluh persen Pungli di kepolisian. Sisanya di lembaga Negara, kejaksaan dan lain-lain. Secara nasional, Pungli di pemerintah daerah juga merupakan aduan tertinggi. Dari sisi wilayah Jakarta terbesar, tapi dari KTP pelapor justeru Jawa Timur terbesar. Sulteng masih di tengah, peringkat 13 dari 24 daerah yang ada Ombudsman,” papar Budi santoso, Kamis (3/10/2013). Ombudsman lanjut Budi, membuka ruang yang sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk mengadukan kejanggalan atau dugaan pelanggaran pelayanan publik yang dilakukan pemerintah atau badan publik lainnya. Namun demikian, sejauh ini masih banyak warga masyarakat yang belum mengetahui secara persis Ombudsman. “Ini tantangan bagi kami untuk terus menyosialisasikan keberadaan Ombudsman. Bukan hanya masyarakat yang kurang paham Ombudsman, penyelenggara Negara juga banyak yang kurang mengetahui Ombudsman,” ujarnya. Dicontohkan Budi, saat Ombudsman Yogyakarta melakukan proses penyelesaian aduan masyarakat di Pati Jawa Tengah. Kapolres saat itu tidak mengetahui Ombudsman. “Apa itu Ombudsman? Apa bedanya dengan LSM? Demikian Tanya Kapolres. Setelah kami jelaskan beserta undang-undang yang mengatur Ombudsman dan juga undang-undang pelayanan publik, Kapolres masih belum jelas. Setelah kami sodorkan MoU antara Ombudsman dengan Kapolri, Kapolres langsung merespon dan proaktif terhadap proses penyelesaian laporan masyarakat yang saat itu ditangani Ombudsman,” cerita Budi. Selain Pungli dalam bentuk permintaan uang, barang dan jasa, data ORI juga menyebutkan adanya penundaan berlarut sebesar 18,3 persen, pelaksana layanan publik tidak kompeten sebesar 16,7 persen dan pelayanan tidak sesuai prosedur atau menyimpang sebesar 13,3 persen. Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan ORI Sulteng, Sofyan Farid Lembah, mengungkapkan Pungli terjadi diantaranya pada proses pengurusan perizinan. “Misalnya pengurusan SIM dan STNK. Samsat salahsatu lembaga yang banyak diadukan. Selain itu, soal pelaporan di kepolisian. Banyak yang mengadu ke kami, saat laporan hendak ditarik pelapor dimintai biaya. Masih banyak kasus lain, data lengkapnya ada di kantor. Prinsipnya, kami akan terus berupaya untuk menyelesaikan laporan yang masuk. Dari laporan yang masuk sekira 67 persen telah di proses dan selesai. Sisanya sebagian besar soal pertanahan. Ini memang membutuhkan waktu,” kata Sofyan. Selain soal pertanahan, Sofyan juga berjanji akan menindaklanjuti Pungli yang terjadi di dunia pendidikan. Saat ini ORI sedang menyusun langkah teknis untuk tindaklanjutnya. “Pungli tidak dibolehkan. Tapi ada juga aturan yang membolehkan pungutan. Contohnya SK Mendikbud, tahun 2011 tegas melarang pungutan. Enam bulan kemudian muncul SK baru, boleh dilakukan pungutan di sekolah. Ini dua aturan yang kotradiktif. Tentu Ombudsman harus mencari jalan yang tepat untuk menindaklanjuti laporan pungutan di sekolah,” jelasnya. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM