Dum Aset, Terindikasi Rugikan Daerah Rp6,68 Miliar

PALU, MERCUSUAR-Kurun 2010-2011, BPK RI Perwakilan Sulteng menemukan dum aset Pemprov Sulteng berupa rumah dinas dan lahan kosong tidak sesuai ketentuan dan terindikasi merugikan daerah sekira Rp6,68 miliar. Temuan BPK itu, saat ini dalam telaahan panitia kerja (Panja) DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng. Berdasarkan temuan BPK, setidaknya telah 317 rumah dinas dijual dalam waktu satu tahun. Proses penjualan atau penghapusan diketahui tidak melalui kajian dan penaksiran yang mendalam dari pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan SK Gubernur , pejabat yang ditunjuk adalah Kepala Biro Perlum, Kabag Aset, Kasubag penghapusan dan pengamanan aset dan seorang staf. Temuan BPK tersebut ditindaklanjuti Inspektorat Provinsi Sulteng dengan melakukan pemeriksaan khusus, yang hasilnya dituangkan dalam Surat Nomor. SR-700/01/VII/ITDA tertanggal 2 Juli 2012. Pemeriksaan khusus tersebut mengungkapkan, 314 unit rumah yang dihapus atau didum tidak memenuhi syarat penghapusan, karena merupakan rumah golongan II. Masih berdasarkan surat Inspektorat, penjualan rumah dinas tersebut ditandatangani Sekretaris Provinsi atasnama Gubernur. Temuan lainnya, 69 orang PNS atau pensiunan yang membeli rumah dinas diketahui tanpa melalui permohonan, masa kerja dibawah 10 tahun dang anti rugi ditetapkan tidak berdasarkan NJOP. Sehingga terjadi selisih harga dari NJOP atau harga umum disekitar rumah dinas sekira Rp1,602 miliar. BPK juga menemukan, 63 unit rumah yang dijual merupakan lahan kosong yang tidak pernah dibangun rumah diatasnya. Lahan kosong tersebut dihargai dengan standar rumah dinas golongan III dengan harga keseluruhan Rp747,38 juta. Metode perhitungan penjualan rumah dinas golongan III, tidak tepat diaplikasikan untuk tanah kosong. Sehingga ditemukan selisih harga antara nilai jual dengan harga yang seharusnya sekira Rp5,08 miliar. Berdasarkan penilaian BPK, mengacu pada NJOP, tanah tersebut seharusnya dihargai Rp5,827 miliar. Meski tim penaksir tidak bekerja sebagaimana ketentuan dan terindikasi merugikan daerah, anehnya Pemprov Sulteng tetap mengucurkan honor Rp150 juta dengan perician Rp70 juta pada tahun 2010 dan Rp80 juta pada tahun 2011. Bukan hanya penjualan rumah dinas dan tanah yang merugikan daerah. Selama 2010-2011, juga dilakukan penjualan kendaraan dinas (Randis). Penjualan atau dum aset Pemprov Sulteng berupa Randis selama satu tahun, berpotensi merugikan daerah sebesar Rp4,54 miliar. Tahun 2010-2011, rincian Randis roda empat yang didum pejabat/pegawai mencapai 186 unit dengan nilai jual Rp1.283.193.600. Nilai jual tersebut jauh dari harga pasar dan penilaian fisik kendaraan yang seharusnya dijual Rp3.663.158.500. Terjadi selisih penjualan yang berpotensi merugikan daerah sebesar Rp2.379.964.900. Sementara Randis roda dua yang didum mencapai 316 unit dengan nilai jual berdasarkan SK Penghapusan Rp149.684.600. Harga yang seharusnya diterima kas daerah berdasarkan kondisi fisik kendaraan dan harga pasar Rp721/501.600. Terjadi selisih harga yang berpotensi merugikan daerah sebesar Rp571.817.000. Selain itu, enam Randis operasional dijual, meksi belum memenuhi ketentuan. Kerugian dari penjualan keenam mobil operasional tersebut Rp1,59 miliar. Keenam Randis tersebut, Jeep Toyota Land Cruiser DN 11 dengan harga Rp51,8 juta, Suzuki Grand Vitara DN 192 dengan harga Rp22 juta, Nissan X-Trail DN 99 seharga Rp25 juta, Toyota Fortuner DN 55 dijual dengan harga Rp30 juta, Toyota Innova DN 31 seharga Rp17,6 juta dan Isuzu Panther DN 380 dengan harga Rp18 juta. Ketua Panja aset Deprov Sulteng, Irwanto Lubis, mengatakan para pembeli aset daerah yang tidak melalui prosedur yang berlaku bisa dipidana karena berpotensi merugikan keuangan daerah. "Walaupun peraturan daerah tentang penghapusan aset tidak memuat tentang sanksi pidana, tetapi jika itu merugikan keuangan daerah maka memungkinkan dipidana," kata Irwanto Lubis. Politisi Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) itu mengatakan hasil pemeriksaan BPK pada aset tetap daerah 2011-2012 menemukan adanya pelanggaran prosedur penjualan aset. Selain itu juga adanya penjualan aset yang di bawah harga wajar, seperti tanah dan kendaraan dinas. "Apalagi kalau sudah jelas-jelas merugikan keuangan daerah. Barang yang mestinya masih bisa dijual ratusan juta tetapi hanya dibeli puluhan juta," katanya. Irwanto mengatakan pada kurun 2010-2011 terdapat indikasi kerugian keuangan daerah miliaran rupiah atas penjualan 508 unit kendaraan dinas terdiri dari 192 roda empat dan 316 roda dua. Dari 192 mobil dinas, enam unit diantaranya dijual belum memenuhi persyaratan umur pengguna kendaraan dengan selisih mencapai Rp1,596 miliar. Ia menyebutkan Toyota Land Cruiser DN 11 tahun 2006 yang dibeli Rp1,2 miliar dan hanya dijual Rp51,8 juta. Mestinya nilai jual kendaraan tersebut setelah dihitung penyusutannya masih berkisar Rp800 juta, namun hanya dijual seharga Rp51,8 juta, katanya. Irwanto mengatakan ada dua cara penyelesaian terhadap aset-aset daerah yang dijual dengan merugikan daerah, yakni barang dikembalikan atau diganti secara wajar berdasarkan taksiran BPK. "Kalau tidak, ya pilihan terakhir kita minta diproses secara hukum. Panja aset tidak pandang bulu," katanya. Selain penjualan aset diluar prosedur, BPK juga menemukan aset yang hilang dan tidak diketahui keberadaanya saat dilakukan uji petik. Hasil pemeriksaan secara uji petik di 24 SKPD atas barang inventaris berupa kendaraan, laptop, kamera dan LCD Proyektor diketahui 134 unit barang tidak bisa dihadirkan, yang secara keseluruhan bernilai Rp2.376.394.800. Sementara barang yang hilang senilai Rp168.274.500. Hingga kini Panja aset masih terus melakukan pendalaman atas hasil pemeriksaan BPKterhadap aset daerah. Rencananya Panja akan menghadirkan pengelola aset yang diduga bermasalah tersebut.TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM