Soal DPM Rp48 M, Disperindagkop Sarankan Tempuh Jalur Hukum

PALU, MERCUSUAR-Dana penyertaan modal (DPM) petani cengkeh Sulteng sebesar Rp48 miliar, hingga kini belum dicairkan Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Sulteng dan Induk Koperasi Unit Desa (Inkud). Forum petani cengkeh Tolitoli, telah beberapa kali mendesak aparat hukum untuk menangani kasus tersebut. Namun hingga kini belum ada tindakan, untuk menelusuri kasus tersebut. Kepala Dinas Perindustrian, perdagangan dan koperasi (Disperindagkop) Sulteng Drs. Musir A. Madja, MM yang dikonfirmasi seputar DPM, menyarankan pada petani cengkeh sebagai pihak yang dirugikan, untuk melaporkan secara resmi persoalan tersebut ke aparat hukum. Kasus tersebut lanjut Musir, merupakan permasalahan antara petani dengan Puskud dan Inkud. Disperindagkop tidak memiliki kewenangan untuk mewakili petani. “Berdasarkan penjelasan Menteri Koperasi dan UKM, dalam kasus DPM tidak ada unsur korupsi yang merugikan keuangan negara. Olehnya kasus tersebut murni melibatkan petani dengan Puskud dan Inkud. Sebaiknya petani menempuh jalur hukum,” katanya saat dicegat Mercusuar, seusai mengikuti sidang paripurna pembacaan pengantar nota keuangan APBD 2008, di DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Selasa (27/11/2007). Meski tidak ada kerugian keuangan negara didalamnya, Musir menyatakan kesiapan Disperindagkop jika petani cengkeh minta didampingi. Anggota Komisi II Deprov Junus Mardjuni, yang ditemui di ruang kerjanya mengatakan dirinya bersama ketua komisi telah menemui Direktur Inkud di Jakarta, untuk memfasilitasi pengembalian uang petani itu. Pihaknya secara resmi juga telah meminta data pada Inkud, nama-nama petani dan jumlah dana yang saat ini dikelola Puskud Sulteng dan Inkud. “Dalam waktu satu minggu, Inkud berjanji akan mengirimkan seluruh data yang diminta komisi II,” jelasnya. Dengan data yang nantinya dikirim Inkud, Deprov akan mengambil langkah-langkah strategis, dalam upaya pencairan DPM. Ditekankan Junus, ia sependapat dengan Menteri Koperasi dan UKM, kasus DPM tidak merugikan keuangan negara. Namun demikian, kasus tersebut merupakan kasus besar, karena berhubungan langsung dengan uang rakyat kecil, yakni petani cengkeh. “Kami akan terus memperjuangkan pencairan DPM. Harapannya, DPM dapat dicairkan sebelum masa bakti kami habis tanhun 2009, sehingga menjadi pekerjaan rumah bagi anggota Deprov kedepan,” tandas politisi PKB dari daerah pemilihan Buol Tolitoli itu. Untuk diketahui, DPM pada awalnya merupakan program nasional berdasarkan SK Menteri Perdagangan No. 23/KP/I/1991 tertanggal 31 Januari tentang Penetapan harga cengkeh dan Penetapan DPM sebesar Rp 1.000/Kg. SK itu ditindak lanjuti dengan Inpres No. 1 Tahun 1992 tentang Harga Dasar Pembelian Cengkeh oleh KUD dari Petani. Selang tahun 1991 hingga tahun 1997 dengan dibubarkannya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), DPM dari 99 KUD Tata Niaga Cengkeh Sulteng, terkumpul sebesar Rp 96 miliar. Setelah pembubaran BPPC, melalui Keppres No. 21 Tahun 1998 dan Kepmen Perindag No. 22/MPP/Kop/II/1998, pengelolaan dan pencairan DPM diserahkan sepenuhnya pada koperasi, melalui Induk Koperasi. Keputusan itu ditindak lanjuti dengan rapat Inkud tanggal 2 Nopember 1998. Melalui keputusan No. 03/IK/SK-PA/XI/1998, disepakati pengelolaan DPM dibagi 50 persen oleh KUD, 30 persen Puskud dan Inkud mendapat jatah pengelolaan sebanyak 20 persen. Khusus untuk Sulteng, berdasar laporan Forum Petani cengkeh Tolitoli, 50 persen DPM sebesar Rp 48 miliar telah dicairkan dan disalurkan pada petani cengkeh. Separuhnya, yang dikelola Puskud dan Inkud, sebesar Rp 48 miliar hingga kini belum dicairkan. Sisa DPM Rp 48 miliar tersebut terbagi pada Inkud Rp19.203.232.000,- dan Puskud Sulteng, Rp28.804.848.000,- TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM