Soal Azis Bestari; Putusan Ombusman Bertentangan dengan KUHAP

PUTUSAN Komisi Ombusman yang meminta Gubernur mencabut Surat Keputusan (SK) penetapan kembali Azis Bestari sebagai Ketua DPRD Kabupaten (Dekab) Tolitoli dinilai bertentangan dengan KUHAP. Menurut Ketua DPW PKPB Sulteng Irwanto Lubis, berdasarkan Pasal 224 KUHAP menyatakan bahwa putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung (MA), terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada MA kecuali terhadap putusan bebas. “Di tingkat Pengadilan Negeri, Azis Bestari diputus bebas murni. Artinya berdasar Pasal 224 KUHAP tidak bisa dikasasi. Putusan seperti ini sama artinya dengan inckrah. Jadi tidak benar kalau Komisi Ombusman atau pihak-pihak tertentu menyatakan putusan kasus Azis Bestari belum inckrah,” jelas Irwanto, kemarin (21/2). Ditegaskan Irwanto, putusan Komisi Ombusman mengikat namun tidak memiliki kekuatan eksekutorial. Eksekusi dalam kasus Azis Bestari diserahkan sepenuhnya pada Gubernur. “Sekarang terserah Gubernur mau diapakan itu putusan Komisi Ombusman. Namun pada prinsipnya, saya berharap Gubernur selaku pembina politik di daerah, bisa mengambil kebijakan dengan pertimbangan hukum positif dan kondisi politik daerah,” katanya. Gubernur HB Paliudju saat mengeluarkan SK penetapan kembali Azis Bestari sebagai anggota dan Ketua Dekab Tolitoli, juga dilandasi pertimbangan hukum dan perpolitikan daerah. “Gubernur menerbitkan SK dengan kajian hukum yang sama dengan Ombusman. Sekarang muncul putusan yang berbeda setelah sekian lama. Ada apa ini? Saya berharap Gubernur Longki Djanggola mempertimbangkan ini, karena eksekusi ada padanya,” papar Irwanto yang juga Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng. Irwanto menengarai munculnya putusan Komisi Ombusman merupakan intrik politik dari beberapa anggota dan pimpinan Dekab Tolitoli. “Mereka melaporkan ke Komisi Ombusman terkait putusan bebas murni Azis Bestari di PN. Ini sebenarnya bersifat politis. Ada pihak-pihak yang takut Azis Bestari pimpin dewan Tolitoli. Lebih dari itu, ada ketakutan lawan politik mereka, jika Azis Bestari kedepan maju lagi sebagai calon bupati Tolitoli,” ujarnya. Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Penkum Kejati Sulteng, Eki Moh Hasim didampingi Kasi Prapenuntutan, Zainal Abidin mengatakan, pihak Kejati Sulteng telah melayangkan surat ke Gubernur Sulteng. Surat Kejati ke Gubernur Sulteng nomor B – 270/R.2/Es/2012 tanggal 9 Februari 2012 itu, menindaklanjuti surat rekomendasi Ombudsman RI nomor 0023/SRT/0153.2011/IT-24/I/2012 tanggal 18 Januari 2012 prihal pencabutan Surat keputusan (SK) Gubernur Sulteng nomor 171.2/76/RO.ADM PEM-GST/2011 tentang peresmian pengaktifan kembali Aziz Bestari sebagai anggota dan Ketua DPRD Kabupaten Tolitoli masa bhakti 2009-2014. Dalam surat tersebut, Kejati menyampaikan pertimbangan dan pendapat hukum bahwa seyogyanya rekomendasi Ombudsman RI segera dilaksanakan. Sebab jika tidak dapat menimbulkan implikasi hukum yakni, tidak sahnya secara hukum (cacat yuridis) tindakan ketua DPRD Tolitoli, baik dalam kaitannya dengan pengelolaan tata pemerintahan maupun keuangan di Kabupaten Tolitoli. “Rekomendasi Ombudsman mengikat. Hingga saat ini, surat Kejati Sulteng belum dibalas oleh pihak Gubernur Sulteng,” tutur Eki. Ditambahkan Zainal, ketentuan Pasal 244 KUHAP yang melarang kasasi terhadap putusan bebas, tetap mengikat. Namun butir 19 Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP menyatakan, ‘terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding, tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dinyatakan kasasi’. Hal itu didasarkan pada yurisprudensi, dan dimaksud dengan bebas dalam butir 19 Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP adalah bebas tidak murni. Sehingga yang harus dibuktikan oleh penuntut umum dalam memori kasasinya adalah putusan tersebut adalah putusan bebas tidak murni. “Sudah lazim dalam praktek penegakan hukum di Indonesia selama ini bahwa terhadap putusan-putusan bebas dapat dimintakan pemeriksaan kasasi di mahkamah Agung (MA),” tandasnya. Tambah Zainal, terlepas bagaimana putusan akhir nanti di MA apakah bebas atau tidak, status Azis Bestari saat ini adalah terdakwa. “Jika hanya melihat kondisi, situasi dan keadaan di suatu daerah (Tolitoli), hingga harus mengabaikan aturan, sangat subyektif dan terlalu kecil untuk skala penegakan hukum,” tutupnya. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM