Selisih Belanja Pemprov Sulteng Rp20 Miliar

TERJADI selisih jumlah belanja daerah dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur tahun 2011 sekira Rp20 miliar, dari pidato pengantar dan buku LKPj. Selisih tersebut menjadi temuan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng yang bertugas menelaah LKPj Gubernur. Oleh: Temu Sutrisno Disampaikan Ketua Pansus, Asgar Djuhaepa, dalam pidato pengantar yang disampaikan Gubernur Longki Djanggola, jumlah belanja daerah terealisasi Rp1.426.082.333.706,25 dari target Rp1.526.715.510.771. “Dalam buku LKPj, belanja daerah lebih kecil Rp20 miliar. Pansus menemukan selisih ini dan akan menyampaikan ke paripurna, untuk selanjutnya akan dipertanyakan pada Gubernur,” ungkap Asgar, kemarin (27/3). Dalam pidato pengantar LKPj Gubernur, realisasi pendapatan daerah pada APBD 2011 mengalami peningkatan sehingga melampaui target dari Rp1,312 triliun menjadi Rp1,410 triliun. Terjadi pelampauan target sebesar 2,91 persen atau sebesar Rp97.918.127.399. Pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD) yang terealisasi 116,43 persen dari target yang ditetapkan, dengan rincian penerimaan pajak daerah sebesar 117,25 persen, penerimaan dari pengeloaan kekayaan daerah yang dipisahkan 100 persen, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah 175,72 persen. Kenaikkan bukan saja dari PAD, tetapi juga dana perimbangan dari pusat yang terealisasi 102,97 persen yang terdiri dari dana bagi hasil pajak dan bukan pajak terealisasi 143,15 persen, dana alokasi umum 100 persen dan dana alokasi khusus 100 persen. Pendapatan lain-lain yang sah terealisasi 163,86 persen dari target. Pendapatan tersebut terdiri dari dana hibah terealisasi 71,08 persen, dana penyesuaian 100 persen, bantuan dari pemerintah provinsi atau pemerintah lainnya 55 persen. “Pendapatan juga terjadi selisih sekira Rp5 miliar. Kita tidak tahu, kenapa terjadi selisih antara pidato dan buku LKPj. Paling tidak ini menggambarkan kekuranghati-hatian tim penyusun LKPj dalam hal administratif,” kata Asgar. Selain menemukan selisih belanja dan pendapatan, Pansus juga membuat catatan atas pertumbuhan ekonomi yang tidak sepadan dengan penurunan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi Sulteng tahun 2011 mencapai 9,16 persen. Pertumbuhan ekonomi Sulteng jauh diatas pertumbuhan ekonomi nasional. Gubernur Sulteng Longki Djanggola mengatakan daerah yang ia pimpin kurun waktu 2011 mengalami pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita mencapai Rp16,51 juta. Laju peningkatan PDRB tersebut lebih tinggi 16,60 persen dibanding 2010 yang hanya Rp 14,16 juta. Peningkatan PDRB tersebut dipengaruhi meningkatnya aktivitas ekonomi ril yang tumbuh 9,16 persen. Secara makro pertumbuhan ekonomi di Sulteng dalam pembentukan PDRB tertinggi terjadi di sektor pertambangan dan penggalian mencapai 35,16 persen, diikuti sektor konstruksi 15,47 persen. Sementara sektor keuangan dan jasa perusahaan tumbuh 9,30 persen, disusul sektor angkutan dan komunikasi 8,06 persen. Sektor jasa-jasa masih menyumbang sebesar 7,81 persen, perdagangan hotel dan restoran 7,80 persen, listrik gas dan air bersih 7,55 persen. Sementara kontribusi dari sektor pertanian lebih rendah yang hanya 6,77 persen dan kontribusi terendah di sektor industri 4,73 persen. Pertumbuhan PDRB tanpa migas pada 2011 mencapai 9,21 persen. Sedangkan PDRB yang tidak memasukkan tambang hanya mencapai 7,82 persen. “Persentase penduduk miskin pada Maret 2011 masih mencapai 16 persen atau 423.630 jiwa dari total penduduk 2.633.430. Angka kemiskinan ini meski mengalami penurunan, masih diatas angka kemiskinan nasional. Ini artinya apa? Pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya dinikmati seluruh rakyat, utamanya yang masih terkategori miskin,” papar Asgar. Atas temuan dan catatan seperti itu lanjut Asgar, Pansus selain mempertanyakan validitas data belanja dan pendapatan juga merekomendasikan agar Gubernur menggenjot bidang pertanian, pertambangan dan industri untuk membuka lapangan kerja baru dan pengentasan kemiskinan. Selain itu, pembenahan dan peningkatan infrastruktur di kantong-kantong produksi serta membuka akses pasar bagi produk petani dan nelayan Sulteng. “Penduduk terbesar bekerja di bidang pertanian. Olehnya bagaimana pemerintah bisa menggenjot kesejahteraan mereka. Salahsatu tolok ukurnya adalah peningkatan nilai tukar petani (NTP),” ujar politisi PPP itu.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM