Gedung Baru Deprov Mubazir, Cocok untuk Rusunawa

GEDUNG baru DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng yang selesai dibangun Agustus 2009 lalu dengan anggaran Rp15,7 miliar, hingga kini belum difungsikan secara resmi sebagai kantor oleh pimpinan dan anggota Deprov. Hanya beberapa anggota Komisi III yang berkantor di gedung baru, dengan inisiatif pribadi. Gedung semahal itu pada akhirnya mubazir. Oleh: Temu Sutrisno Mubazirnya bangunan tersebut tentu saja menciderai rasa keadilan rakyat. Bagaimana tidak, masih banyak warga Sulteng yang membutuhkan uluran tangan pemerintah untuk pemberdayaan ekonominya. Masih banyak warga Sulteng yang tidak memiliki hunian layak. Jika anggaran Rp15,7 miliar tidak digunakan untuk membangun gedung itu dan dialihkan untuk program perumahan murah bagi rakyat atau bedah rumah warga, berapa banyak warga yang tertolong dan bisa mendapatkan hunian layak. Kini ketika gedung tidak termanfaatkan, kenapa tidak ada inisiatif dari para pengambil kebijakan untuk membenahi kekurangan gedung, sehingga bisa difungsikan sebagaimana perencanaan awal. Atau para pengambil kebijakan bisa mengalihfungsikan gedung itu untuk Rusunawa yang disewakan pada rakyat, jika pimpinan dan anggota Deprov ogah memfungsikan gedung tersebut. Hingga akhir tahun inipun, belum ada jaminan dari Deprov bahwa gedung baru tersebut akan difungsikan secara kolektif. Alasan pertama, dalam APBD 2012, tidak dicantumkan anggaran meubel gedung. APBD 2012 juga tidak mencantumkan anggaran untuk perkuatan beberapa titik yang dianggap lemah konstruksinya. Anggota Badan Anggaran (Banggar) Mustar Labolo beberapa waktu lalu saat dikonfirmasi, mengakui tidak adanya anggaran bagi gedung baru. Mustar yang menunaikan ibadah haji saat akhir-akhir pembahasan anggaran menyatakan tidak athu persis alasan, tidak adanya anggaran untuk gedung baru. “Alasan teknisnya saya kurang tahu, tapi anggaran tidak ada untuk itu. Saya dapat info katanya ada hasil penelitian baru dari Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum (PU), gedung tersebut tidak layak,” ungkap Mustar. Penjelasan Mustar tersebut menyiratkan ada yang tidak beres di Deprov soal gedung baru. Pasalnya pada tanggal 25 Mei 2011 lalu, Tim Litbang PU telah memaparkan hasil penelitiannya dan berkesimpulan secara umum gedung baru layak digunakan, hanya perlu perkuatan di beberapa titik. Berdasarkan catatan Mercusuar, Maryoto anggota Tim Litbang Kementerian PU di hadapan pimpinan dan anggota Deprov saat itu menjelaskan, ada dua kolom yang perlu perkuatan karena mutu betonnya dibawah 20 mega pascal (MPa). Kedua kolom tersebut memiliki mutu beton 14,3 MPa dan 18 MPa. “Secara teknis mungkin terjadi pergeseran saat dilakukan pengecoran, sehingga terlihat ada tulangan yang terpotong. Perlu dilakukan perkuatan dengan menambah tulangan. Kolom lainnya tidak bermasalah, mutu betonnya berkisar dari 20,7 MPa-24 MPa,” terangnya. Selain kedua kolom itu, Tim PU juga menemukan ada enam balok tarik yang memerlukan perkuatan. Keenam balok tarik tersebut berada di lantai tiga. “Idealnya perkuatan dilakukan sebelum ditempati, agar secara teknis kerja-kerja anggota dewan tidak terganggu. Tapi jika tidak merasa terganggu tidak masalah. Jika di Palu tidak ada perusahaan yang bisa, banyak perusahaan di Jawa bisa melakukannya secara teknis,” katanya. Tim dalam penelitiannya menemukan adanya perbedaan antara range predominan period tanah dan bangunan tidak menunjukkan resonansi saat gempa. “Untuk gempa kami menggunakan standar 0,25 gravitasi untuk Palu dan sekitarnya sebagaimana diatur dalam zona standar nasional (SNI). Dalam perhitungan kami, gedung ini bisa sampai 0,28 gravitasi. Gempa dengan percepatan 0,28 gravitasi itu sama dengan gempa Padang. Artinya untuk zona Palu, aman. Itu perhitungan secara teknis, tapi kalau Tuhan berkehendak lain, itu diluar perhitungan teknis dan semua bisa terjadi,” paparnya. Justeru Tim Litbang PU tidak menemukan kemiringan kolom dan sumuran pondasi tidak memenuhi syarat teknis sebagaimana yang dipermasalahkan beberapa anggota Deprov periode 2004-2009. Kedua, belum ada penyatuan pemikiran di Deprov, mau diapakan gedung tersebut. Wakil Ketua Komisi III Suprapto Dg Situru, secara tegas menyatakan dirinya merasa aman menempati gedung baru, jauh sebelum ada penjelasan Tim Litbang PU. “Latar belakang saya dari ilmu teknik sipil dan saya tahu ini aman. Mubazir jika tidak dimanfaatkan. Mestinya masalah teknik jangan dilihat dengan kacamata politik. Jika ada temuan atau dugaan penyimpangan, silahkan diusut, tapi gedung jangan dimubazirkan seperti ini,” kata Prapto, yang telah menempati gedung baru sejak awal tahun 2011 lalu. Hampir sama dengan Prapto, Sekretaris Komisi I Irwanto Lubis, sekira bulan Oktober tahun lalu menyatakan ada ketidakberesan sikap Deprov terkait gedung baru. “Ada apa dengan dewan ini, sampai-sampai permasalahan yang didepan hidung sendiri tidak diseriusi. Dewan diam-diam saja. Padahal kalau proyek atau program SKPD diluar sana, banyak yang kritis dan cepat ditanggapi,” heran Irwanto Lubis. Irwanto menyatakan, semua pihak yang terkait dengan bangunan tersebut harus bertanggungjawab, atas temuan Litbang PU. “Jika Litbang PU menyatakan tidak layak, saya tidak mau pindah ke gedung baru. Harus ada penelusuran, siapa yang paling bertanggungjawab atas ketidaklayakan itu. Jika terindikasi ada pelanggaran hukum, harus diselesaikan secara hukum,” katanya. Irwanto menenggarai ada permainan dan tarik ulur proyek pembangunan gedung baru Deprov. “Ada yang bermain dan punya kepentingan dengan gedung baru itu,” sergah Irwanto tanpa bersedia menyebut pihak-pihak yang ia maksud.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM