PR yang Belum Tersentuh

100 hari pemerintahan Longki Djanggola-Sudarto sebagai gubernur dan wakil gubernur, masih berkutat pada masalah kedisiplinan PNS. Reformasi birokrasi menjadi program utama seratus hari pertama kepemimpinan Longki-Sudarto. Mengacu pada misi Longki-Sudarto dalam kebijakan umum anggaran (KUA) 2012, percepatan reformasi birokrasi merupakan misi keempat setelah peningkatan sumberdaya manusia, peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan peningkatan infrastruktur. Pun demikian jika dilihat dari program prioritas, maka yang pertama adalah peningkatan sumberdaya mansia melalui prioritas bidang kesehatan dan pendidikan. Kedua, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prioritas pengentasan kemiskinan, revitalisasi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan serta menciptakan iklim investasi dan usaha. Longki-Sudarto memiliki pekerjaan rumah (PR) yang cukup berat, untuk perubahan dan kemajuan Sulteng kedepan. Dibutuhkan kerja keras untuk menuntaskan permasalahan yang selama ini menjadi titik lemah Sulteng. Begitu pula dengan beberapa masalah yang belum tuntas pada masa pemerintahan sebelumnya. PR pertama adalah menurunkan angka kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja. Kondisi terakhir, angka kemiskinan Sulteng mencapai 18 persen atau 474.990 jiwa dan jumlah pengangguran di Sulteng mencapai 62.964 jiwa. Lapangan kerja yang ada tidak sebanding dengan angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk. Pengangguran lebih banyak didominasi out put pendidikan tinggi. Angka kemiskinan Sulteng masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan target penurunan angka kemiskinan nasional 11,5 hingga 12,5 persen. Pekerjaan rumah lainnya adalah menggenjot kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan. Masih banyak masyarakat yang belum memenuhi standar pendidikan dasar 9 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, sekira 58 persen penduduk hanya berpendidikan SD. Berdasarkan data BPS Provinsi Sulteng menyebutkan bahwa, penduduk Sulteng yang berumur 10 tahun atau lebih yang mampu membaca dan menulis mencapai angka 96,25 persen. Kota Palu dan Kabupaten Buol mempunyai angka melek huruf tertinggi masing-masing sebesar 98,75 dan 97,85 persen. Penduduk Sulteng yang berumur 10 tahun ke atas dengan status tidak atau belum pernah sekolah tahun 2009 sebesar 3,49 persen, angka tertinggi terdapat di Kabupaten Tolitoli yaitu 5,88 persen, sebaliknya angka terendah di Kota Palu yaitu sebesar 0,75 persen. Sementara untuk penduduk yang masih sekolah di Sulteng sebesar 19,29 persen, dengan angka tertinggi adalah Kota Palu sebesar 25,75 persen dan terendah Kabupaten Morowali sebesar 16,75 persen, sementara kabupaten lainnya mempunyai perbedaan yang tidak begitu mencolok. Pendidikan yang ditamatkan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kualitas penduduk. Hasil survei BPS Sulteng juga mencatat bahwa penduduk Sulteng berumur 10 tahun ke atas masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah, di mana 58,35 persen penduduk Sulteng hanya menamatkan pendidikan sampai tingkat SD atau lebih rendah. Sekitar 21,81 persen diantaranya tidak atau belum tamat SD dan 3,49 persen yang tidak atau belum pernah sekolah. Sementara yang berpendidikan lebih tinggi dari SLTA hanya sebesar 5,32 persen. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas SDM masih relatif rendah. Tingkat perekonomian yang belum maju, sarana dan prasarana pendidikan yang masih jauh dari jangkauan masyarakat, serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk menempuh tingkat pendidikan yang lebih tinggi merupakan beberapa kendala yang menghambat majunya tingkat pendidikan di Sulteng. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM