Ganti Satker Pengelola APBN

BNAYAKNYA proyek yang didanai APBN bermasalah, menurut Ketua Komisi III DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Nawawi Sang Kilat, menjadi tanggungjawab Satuan Kerja (Satker) yang mengelola. Proyek-proyek tersebut tidak ditangani langsung Pemprov Sulteng. “Hampir tiap tahun seperti ini. Hal itu dikarenakan pengelolaannya oleh Satker yang bertanggungjawab langsung ke Menteri,” katanya. Satker pengelola proyek yang dibiayai APBN koordinasinya dengan pemerintah daerah dan Deprov Sulteng dinilai lemah. Malah saat Komisi III hendak melakukan koordinasi, terkesan dipersulit. “Nyaris tidak ada koordinasi. Sangat sulit, apakah itu yang di PU, Perhubungan atau yang lain. Nanti ada masalah dan masyarakat mengadu, baru Deprov seperti mau dilibatkan. Padahal dari awal tidak ada koordinasi,” kesal Nawawi. Untuk Itu Nawawi mendesak pada Gubernur selaku perwakilan pemerintah pusat di daerah, untuk mengganti atau meroling pegawainya yang ada di Satker. “Gubernur bisa minta pada Menteri untuk tidak lagi menggunakan pegawai bersangkutan. Ganti saja semua untuk kepentingan daerah. Kita susah awasi dan control kalau mereka tidak bisa diajak kerjasama dan koordinasi,” tandas Nawawi. Nawawi juga mengaku Komisi III telah menghadap Menteri PU dan Komisi V DPR RI terkait permasalahan tersebut. Komisi III minta dana APBN yang diturunkan untuk proyek infrastruktur dikucurkan melalui dana perbantuan dan masuk dalam APBD Provinsi, agar mudah dikontrol dan risikonya tidak ditarik ke pusat, jika terjadi keterlambatan proyek. “Menteri sampaikan, seperti itu aturannya. Tinggal bagaimana pemerintah daerah melalui Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat mengoordinasikan pelaksanaan anggaran dan proyek-proyek itu. Sepertinya kita harus terus mendorong perubahan aturan pengelolaan keuangan baik melalui Menteri Keuangan maupun Mendagri, agar anggaran dan proyek dikelola langsung daerah,” kata Nawawi. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM