Tidak Terdaftar dalam DPT, Pemilih Bisa Gugat KPU

BUKAN rahasia lagi, dalam setiap setiap pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada), daftar pemilih tetap (DPT) menjadi permasalahan. KPU selaku peneyelenggara yang bertanggungjawab atas terlaksananya hak rakyat tersebut, selalu mengulangi masalah yang sama.
Lalu, bisakah rakyat yang kehilangan hak konstitusionalnya- karena tidak bisa memilih, menggugat KPU? Mengacu pada ketentuan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah untuk ketigakalinya dengan PP No. 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menyatakan bahwa warga negara yang sudah berusia 17 tahun atau sudah/pernah kawin punya hak memilih.
Untuk menggunakan hak memilih, pemilih harus didaftar, yang kewajibannya dibebankan kepada penyelenggara pemilu, sebagaimana diatur Pasal 16 PP No. 6 Tahun 2005. Dengan demikian, terlaksananya hak konstitusional rakyat untuk memilih menjadi tanggungjawab KPU. Olehnya jika ada rakyat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih tidak terdaftar dan tidak bisa memilih karena alasan itu, maka KPU patut disalahkan.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 260 dan Pasal 311 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, KPU bisa digugat oleh rakyat yang terabaikan hak konstitusionalnya untuk memilih. Pasal 260 mengancam hukuman penjara 12 hingga 24 bulan terhadap setiap orang, termasuk anggota KPU beserta jajarannya, yang atas kelalaiannya atau kinerjanya membuat orang yang memenuhi syarat memilih kehilangan hak pilihnya.
Pada Pasal 311, jika pelanggaran dilakukan penyelenggara Pemilu (Pemilukada), ada tambahan sepertiga hukuman dari ketentuan Pasal 260.
KPU bisa saja berdalih, Parpol pengusung dan rakyat juga salah karena tidak proaktif mengawasi salinan daftar pemilih sementara (DPS) dan mendaftar diri kepada kepada panitia pemungutan suara (PPS), ketika mengetahui dirinya tidak terdaftar.
Parpol punya kewajiban mengecek apakah rakyat yang punya hak pilih telah terdaftar. Demikian halnya dengan rakyat yang memenuhi syarat undang-undang untuk memilih, telah diberikan kesempatan untuk mengecek DPS sebelum ditetapkan sebagai DPT. Namun demikian secara hukum, KPU selaku penyelenggara tetap memiliki kesalahan terbesar dibanding Parpol sebagai instrumen demokrasi dan rakyat yang secara tegas dinyatakan berhak, bukan berkewajiban.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Huiman Brant Toripalu, dalam bincang santai dengan Mercusuar (31/3/2011), menguatkan analisa diatas. Brant menyatakan adanya pemilih yang belu terdaftar, menunjukkan kinerja KPU dan jajarannya lemah. “Soal DPT masalah klasik, bukan masalah baru. Mestinya KPU bisa bercermin dan belajar dari pengalaman Pileg, Pilpres dan Pemilukada di kabupaten/kota yang telah duluan daripada Pilgub. Ini namanya mengulangi kesalahan yang sama,” katanya.
Penetapan DPT lanjut Brant, dimulai dari DP4 dan DPS yang selanjutnya divalidasi KPU beserta jajarannya. Tahapan tersebut semestinya dimanfaatkan sebaik-baiknya, sehingga tertutup ruang bagi rakyat pemilih tidak terdaftar dalam DPT. “Beda masalahnya jika terdaftar dalam DPT, dia tidak memilih. Itu haknya. Kewajiban penyelenggara adalah memberikan kesempatan yang sama pasa setiap warga negara yang telah sah menurut undang-undang, untuk menggunakan hak politiknya. Caranya, daftar dia dalam DPT,” paparnya.
Untuk peningkatan kualitas demokrasi dan perbaikan kinerja KPU, Brant sepakat jika ada warga yang menggugat KPU. Meski demikian, Brant lebih cenderung meminta KPU mencarikan solusi yang tepat, sehingga mereka yang berhak terdaftar dalam DPT dan bisa menggunakan hak politiknya. “KPU dengan waktu yang makin mepet, bisa konsultasi ke KPU Pusat, apakah bisa gunakan KTP atau cara lain. Prinsipnya, jangan abaikan hak konstitusionl rakyat atasnama adiministrasi KPU,” sarannya.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM