Pansus Giring PD Sulteng ke BPK

PALU, MERCUSUAR–Pansus DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng merekomendasikan dugaan penyimpangan keuangan di Perusahaan Daerah (PD) Sulteng, ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK diminta melakukan audit investigasi atas ketidakjelasan dana Rp1,3 miliar yang dikelola PD Sulteng.
Selain melakukan penelusuran dana Rp1,3 miliar yang digunakan bidang jasa konstruksi, Pansus juga akan meminta BPK mengaudit seluruh unit usaha yang dimiliki PD Sulteng, diantaranya travel, percetakan dan bengkel.
“Ada indikasi penyimpangan atau penggelapan dana PD Sulteng. Untuk itu Pansus merekomendasikan ke instansi berwenang, yakni BPK RI Perwakilan Sulteng. Saat ini Pansus tengah menyelesaikan rekomendasi dan akan disampaikan secara terbuka dalam paripurna Deprov. Keputusan terakhir ada di paripurna,” terang wakil ketua Pansus Asghar Djuhaepa, via Ponsel kemarin (10/6).
Dalam rapat Pansus sehari sebelumnya, anggota Pansus Nawawi Sang Kilat juga menyarankan agar kejanggalan pengelolaan keuangan, diteruskan ke badan pemeriksa. Hal itu didasarkan pada fungsi Deprov sebagai lembaga pengawas, bukan pemeriksa atau penyidik.
“Agar tidak bias dengan tugas yang melekat pada Deprov, sebaiknya diminta BPKP atau BPK melakukan audit investigasi atas dugaan penyimpangan keuangan di PD Sulteng. Deprov tidak boleh menyimpulkan sendiri ada pelanggaran hukum atau penyimpangan keuangan, karena kita hanya pengawas,” usul Nawawi.
Di depan Pansus, mantan Dirut PD Sulteng Wildan Abdul Malik dan Dirut PD Sulteng saat ini, Zaenal Abduh, sama-sama bertahan pada keterangan tidak melakukan kesalahan. Keduanya saling tuding dan menimpakan kesalahan. Wildan dan Zaenal bahkan menantang Pansus merekomendasikan audit investigasi atas PD Sulteng dari keterangan-keterangan yang telah mereka sampaikan.
Zaenal Abduh membantah semua tudingan mantan Manajer Jasa Konstruksi Dira Tamarina dan mantan Dirut Wildan Abdul Malik, soal dirinya mengetahui pengelolaan keuangan PD Sulteng.
Namun, Zaenal mengaku menerima uang sebesar Rp293 juta dari Wildan. Dikatakannya, uang itu memang ia ambil dan diserahkan ke Agus Rianto selaku Kabag Konstruksi. Saat itu ada aksi buruh bangunan minta dibayarkan hak mereka.
Zaenal kembali membantah pernyataan Dira pada rapat sebelumnya, jika ia yang mengatur agar uang keuntungan proyek tidak langsung dibukukan atau dimasukkan ke kas.
Diungkapkan Zaenal, tidak benar Wildan tidak mengetahui uang PD Sulteng yang keluar, termasuk yang ia tandatangani. Mekanisme dalam PD Sulteng lanjut Zaenal, chek atau uang bisa keluar setelah Dirut PD Sulteng menandatangani rencana kerja operasional (RKO), yang didalamnya juga menjelaskan jumlah uang yang dibutuhkan untuk sebuah kegiatan.
“Dari uang sekira Rp1,3 miliar yang dipermasalahkan, saya tahu hanya Rp400 juta yang dikeluarkan dari kas. Selebihnya Pak Wildan yang mengeluarkannya. Untuk membuktikannya silahkan dilakukan audit, supaya diketahui siapa yang melanggar mekanisme dan siapa yang benar,” tutur Zaenal.
Wildan di depan Pansus juga membantah keterangan Zaenal, semua uang yang ia keluarkan memiliki bukti, baik berupa kuitansi maupun chek. Untuk itu Wildan menantang Pansus merekomendasikan audit investigasi seluruh unit usaha PD Sulteng, untuk membuktikan kebenarannya.
“Saya tidak perlu panjang lebar. Saya ini telah dipenjara dan jadi terdakwa, tidak ada untungnya saya bohong. Jika saya berkata jujur maka ada pahalanya. Semua yang saya sampaikan ada bukti pengeluarannya. Silahkan Pansus rekomendasikan dilakukan audit investigasi, siapa tahu masih ada penyimpangan lain di PD Sulteng,” tantang Wildan.
Bendahara PD Sulteng Budiawan Maddu yang turut hadir dalam rapat tersebut langsung ditanya anggota Pansus As’ad Lawali soal keterangan Zaenal dan Wildan. Budiawan membenarkan keterangan Wildan, jika pengeluaran tersebut memiliki bukti dan telah dipertanggungjawabkan Dira.
Sebelumnya Dira Tamarina mengatakan, saat ia ditunjuk sebagai manajer jasa konstruksi, ia diberi modal Rp1,278 miliar untuk proses tender berbagai proyek. Keuntungan dari proyek yang ia kelola mencapai Rp1,7 miliar.
“Keuntungan itu tidak disetor ke kas dan diputar lagi untuk modal kerja atas perintah Pak Zaenal Abduh. Pak Wildan tidak tahu itu, karena memang begitu pembagian tugasnya,” kata Dira dalam rapat Pansus di Baruga Deprov, Jumat (14/5) lalu.
Demikian juga saat ia memutar kembali hasil tersebut dan mendapatkan keuntungan, tidak dibukukan secara langsung oleh manajer administrasi keuangan Budiawan Maddu.
“Saya baru tahun 2008, uang hasil proyek yang masuk tidak langsung dibukukan oleh Pak Budi. Setelah saya tanya, katanya atas perintah Pak Zaenal,” aku Dira.
Hal yang juga mengejutkan Pansus adalah pengakuan Dira, jika selama ini PD Sulteng tidak terjun langsung mengelola proyek pemerintah. PD Sulteng meminjam perusahaannya dan perusahaan istri Zaenal Abduh.
“Proyek yang dikerjakan PD Sulteng menggunakan CV Dealova milik saya dan CV Pramesti milik istri Pak Zaenal. Ini juga atas petunjuk Pak Zaenal selaku Direktur PD Sulteng,” ungkap Dira.
Dikatakan Wildan, Zaenal Abduh juga meminjam uang perusahaan sebesar Rp293 juta. “Itu sudah diakuinya dalam persidangan PN Palu,” katanya.
Selain soal kebocoran uang, hutang Dira dan Zaenal, Wildan juga mengungkap temuan Bawasda Sulteng yang memeriksa PD Sulteng. Berdasarkan temuan Bawasda, telah terjadi mark up pembiayaan pembuatan bengkel dan travel yang pengeloaanya ditangani Zaenal Abduh.
“Temuan Bawasda disembunyikan. Padahal dalam pembuatan bengkel Rp600 juta terjadi kemahalan harga sekira Rp300 juta. Begitu juga dengan Travel Tompotika Rp230 juta, kerugian mencapai Rp100 juta. Silahkan Pansus cek ke Bawasda,” tandas Wildan.
Soal tidak dilaporkannya hasil proyek, merupakan upaya menelikung dirinya oleh beberapa oknum PD Sulteng padanya. “Saya berikan kewenangan pada Zaenal untuk menandatangangi chek atau kuitansi. Namun saya melarang mengeluarkan uang sepeserpun dari PD Sulteng, tanpa melaporkan dan sepengetahuan saya. Saya ditelikung,” geram Wildan. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM