Dana PD Sulteng Dipakai PKPI

PALU, MERCUSUAR - Perkembangan baru mencuat dalam rapat Pansus DPRD Provinsi (Deprov), terkait penelusuran permasalahan Perusahaan Daerah (PD) Sulteng. Mantan manajer jasa Konstruksi Dira Tamarina menyudutkan Dirut Zaenal Abduh. Sementara mantan Dirut Wildan Abdul Malik, mengungkap dugaan pemakaian dana PD Sulteng oleh Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Dira Tamarina yang datang lebih awal dari Wildan, dicecar anggota Pansus seputar dana Rp1,328 miliar yang ia pinjam dan belum dikembalikan hingga kini. Ia juga diminta keterangannya soal pendapatan PD Sulteng dari jasa konstruksi sekira Rp1 miliar, yang tidak dilaporkan ke Dirut saat itu, Wildan Abdul Malik.
Menjawab pertanyaan Pansus, Dira menyatakan tanggal 15 Juli 2006 ia ditunjuk sebagai manajer pemasaran PD Sulteng dan bulan Desember 2006 diamanahkan menjadi manajer jasa konstruksi, karena PD Sulteng hendak mengikuti tender proyek-proyek yang diadakan pemerintah.
Saat ia ditunjuk sebagai manajer jasa konstruksi dengan diberikan modal Rp1,278 miliar untuk proses tender berbagai proyek. Keuntungan dari proyek yang ia kelola mencapai Rp1,7 miliar. “Keuntungan itu tidak disetor ke kas dan diputar lagi untuk modal kerja atas perintah Pak Zaenal Abduh. Pak Wildan tidak tahu itu, karena memang begitu pembagian tugasnya,” kata Dira dalam rapat Pansus di Baruga Deprov, Jumat (14/5/2010).
Demikian juga saat ia memutar kembali hasil tersebut dan mendapatkan keuntungan, tidak dibukukan secara langsung oleh manajer administrasi keuangan Budiawan Maddu. “Saya baru tahun 2008, uang hasil proyek yang masuk tidak langsung dibukukan oleh Pak Budi. Setelah saya tanya, katanya atas perintah Pak Zaenal,” aku Dira.
Hal yang juga mengejutkan Pansus adalah pengakuan Dira, jika selama ini PD Sulteng tidak terjun langsung mengelola proyek pemerintah. PD Sulteng meminjam perusahaannya dan perusahaan istri Zaenal Abduh. “Proyek yang dikerjakan PD Sulteng menggunakan CV Dealova milik saya dan CV Pramesti milik istri Pak Zaenal. Ini juga atas petunjuk Pak Zaenal selaku Direktur PD Sulteng,” ungkap Dira.
Diakhir keterangannya, Dira menyatakan bahwa kasus tersebut telah diperiksa Polda Sulteng dan tidak ditemukan unsur korupsi. Sementara uang yang ia pinjam Rp1,328 miliar telah ia cicil Rp100 juta melalui Dirut saat itu Wildan.
“Setelah saya diperiksa, Polda berniat melakukan penggeledahan PD Sulteng. Manajemen PD Sulteng kemudian meeting dan Pak Wildan menginginkan tidak terjadi penggeledahan. Akhirnya disepakati, atas saran Pak Zaenal saya harus menandatangani surat pernyataan siap mengembalikan uang yang dipinjam. Dalam meeting selanjutnya dengan Wagub, Pak Ahmad Yahya menyesalkan pernyataan itu, karena yang bertanggungjawab atas keuangan PD Sulteng seharusnya Direksi,” pungkas Dira.
Wildan yang mendapat kesempatan kedua, membantah keterangan Dira. Uang Rp100 juta yang diberikan Dira merupakan uang pribadinya yang digunakan untuk kerperluan PD Sulteng ikut tender di Kalimantan. Di depan Pansus ia menunjukkan bukti kuitansi dan surat keterangan yang ditandatangani Dira. Selain Dira, dikatakan Wildan, Zaenal Abduh juga meminjam uang perusahaan sebesar Rp293 juta. “Itu sudah diakuinya dalam persidangan PN Palu,” katanya.
Diungkapkan Wildan, sejak awal ia tidak sepakat penunjukkan Zaenal sebagai Direktur di PD Sulteng, karena yang bersangkutan Sekretaris PKPI Sulteng. Namun Gubernur memaksakannya dan berjanji akan melakukan pembinaan. “Gubernur saat itu ketua PKPI dan Zaenal sekretaris. Saya khawatir ada konflik kepentingan dalam pengelolaan PD Sulteng. Saya mengusulkan Fahmi Mochtar Labalado, namun ditolak Gubernur,” ujarnya.
Dikemudian hari lanjut Wildan dugaannya benar. Dira datang ke rumahnya melaporkan adanya kebocoran uang PD Sulteng dan diduga digunakan untuk kepentingan partai. “Saat itu Dira tidak menyebut jumlahnya, hanya mengatakan dana dipakai PKPI. Dira boleh membantahnya. Tapi itu yang ia katakan saat datang ke rumah saya,” terang Wildan.
Selain soal kebocoran uang, hutang Dira dan Zaenal, Wildan juga mengungkap temuan Bawasda Sulteng yang memeriksa PD Sulteng. Berdasarkan temuan Bawasda, telah terjadi mark up pembiayaan pembuatan bengkel dan travel yang pengeloaanya ditangani Zaenal Abduh.
“Temuan Bawasda disembunyikan. Padahal dalam pembuatan bengkel Rp600 juta terjadi kemahalan harga sekira Rp300 juta. Begitu juga dengan Travel Tompotika Rp230 juta, kerugian mencapai Rp100 juta. Silahkan Pansus cek ke Bawasda,” tandas Wildan.
Soal tidak dilaporkannya hasil proyek, merupakan upaya menelikung dirinya oleh beberapa oknum PD Sulteng padanya. “Saya berikan kewenangan pada Zaenal Abduh untuk menandatangangi cek atau kuitansi. Namun saya melarang mengeluarkan uang sepeserpun dari PD Sulteng, tanpa melaporkan dan sepengetahuan saya. Saya ditelikung,” geram Wildan.
Selesai meminta keterangan Wildan dan Dira, Pansus berencana meminta keterangan Dirut PD Sulteng Zaenal Abduh, Senin (17/5/2010) depan. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM