Sulteng 46 Tahun; 349 Ribu Jiwa Terlilit Kemiskinan

MEMASUKI usia ke-46 tahun (13 April 2010), angka kemiskinan di Sulteng masih cukup tinggi. Awal 2010 ini jumlah penduduk miskin masih 349 ribu jiwa. Angka ini relatif besar dibandingkan jumlah penduduk sekira 2,5 juta jiwa atau sekira 18,9 persen.
Berdasarkan pidato pengantar nota keungan APBD 2010 yang dibacakan Gubernur HB Paliudju di DPRD Sulteng akhir tahun 2009, angka kemiskinan secara perlahan mengalami penurunan. Rata-rata penurunan tiap tahun menurut Gubernur, dua persen. Angka kemiskinan Sulteng pada tahun 1999, tercatat 595 ribu jiwa (28,67 persen), tahun 2000, 503 ribu jiwa (24,51 persen). Tahun 2004 angka kemiskinan mencapai 486,3 ribu jiwa (21, 69 persen), 2005, 527,5 ribu jiwa (21,80 persen), di 2006, 566,1 ribu jiwa (24,09 persen), tahun 2007 tercatat 557,400 ribu jiwa (22,42 persen) dan tahun 2008 mencapai 524,7 ribu jiwa (20,75 persen). Sedangkan untuk 2009, turun menjadi 349 ribu jiwa, dengan persentase penurunan 6,65 persen.
Penurunan secara perlahan, jika dicermati tidak terlepas dari kurang sinkronnya arah kebijakan umum anggaran (KUA) dengan program kerja dan plafon anggaran yang disediakan untuk pengentasan kemiskinan. Dalam KUA secara tegas disebutkan pengentasan kemiskinan merupakan skala prioritas program pemerintah Sulteng yang pertama. Anehnya anggaran pemberdayaan masyarakat miskin, relatif kecil jika dibandingan anggaran program atau kegiatan lain.
Sekadar contoh, pada tahun 2009, Sulteng mendapatkan alokasi anggaran Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), sebesar Rp 210,3 miliar untuk 112 Kecamatan. Sumber anggarannya, APBN Rp 168,4 miliar dan APBD sebesar Rp41,9 miliar. Sedangkan untuk tahun 2010, program nasional pemberdayaan masyarakat-mandiri pedesaan (PNPM-MP) untuk 117 Kecamatan se-Sulteng, total anggaran BLM Rp195,75 miliar, dengan sumber anggaran dari APBN sebesar Rp153,75 miliar dan APBD sebesar Rp42 miliar. Hanya terjadi penambahan sekira Rp100 juta dari APBD 2009 ke 2010.
Selain anggaran pemberdayaan masyarakat, plafon anggaran lain yang bersentuhan langsung dengan masyarakat miskin adalah anggaran kesehatan. Jika dibandingkan dengan anggaran untuk aparat, anggaran kesehatan masyarakat miskin sangat kecil.
Berdasarkan data yang dimiliki Mercusuar, salah satu anggaran untuk aparat (pejabat) yang sangat besar adalah biaya perjalanan dinas. Tahun 2010 biaya perjalanan dinas mencapai Rp113 miliar dari total APBD 1,048 triliun.
Berdasarkan dokumen APBD, tahun 2008 biaya perjalanan dinas pejabat mencapai Rp96 miliar. Angka ini jika dibandingkan dengan anggaran penanganan kesehatan masyarakat miskin, terlampau besar. Anggaran untuk program kesehatan masyarakat tahun 2008 sebesar Rp2,258 miliar. Anggaran perbaikan gizi masyarakat Rp1,1 miliar. Sedangkan untuk program kesehatan ibu dan anak Rp476 juta dan penanganan kesehatan keluarga miskin (Jamkesda) Rp1,7 miliar.
Tahun 2009, berdasarkan data APBD Sulteng, biaya perjalanan dinas pejabat naik menjadi Rp111 miliar. Anggaran tersebut belum terhitung biaya perjalanan dinas yang diploting dalam Perubahan APBD 2009. Dalam Perubahan APBD, dari total anggaran Rp32 miliar, Rp10,53 miliar digunakan untuk bioaya perjalanan dinas.
Hal yang mencengangkan, anggaran yang dialokasikan pada kantor pelayanan perijinan terpadu, Rp500 juta untuk belanja langsung. Dari total itu, Rp487,4 juta diploting untuk perjalanan dinas.
Sebagai pembanding, pada tahun 2009 anggaran untuk kesehatan masyarakat miskin relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan anggaran perjalanan dinas. Tahun 2009 ini, APBD Sulteng hanya menganggarkan Rp3,2 miliar untuk program upaya kesehatan masyarakat (Kesmas). Untuk perbaikan gizi masyarakat, diploting anggaran Rp1 miliar. Sementara program peningkatan kesehatan ibu dan anak dan kesehatan keluarga miskin, masing-masing Rp500 juta dan 1,7 miliar.
Memasuki tahun 2010, lagi-lagi biaya perjalanan dinas naik. Tahun ini RAPBD mencantumkan angka Rp113 miliar untuk perjalanan dinas. Angka ini masih berpeluang naik dalam Perubahan APBD 2010. Sementara anggaran bagi masyarakat miskin untuk usaha kesehatan masyarakat Rp2,347 miliar, penanganan penyakit menular Rp2,84 miliar, kesehatan keluarga miskin Rp950 juta dan perbaikan gizi masyarakat Rp800 juta.
Penelusuran lain juga bisa dilakukan terhadap anggaran yang diperuntukkan bagi UMKM, pemberdayaan petani dan nelayan serta pemberdayaan dan perlindungan ibu dan anak.
Tidak sinkronnya KUA dengan anggaran yang bersentuhan langsung dengan masyarakat miskin, patut dibenahi dan menjadi pekerjaan rumah untuk tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) dan badan anggaran (Banggar) DPRD Sulteng dalam pembahasan APBD 2011. Tanpa kenaikan anggaran dan program yang langsung menyentuh akar kemiskinan masyarakat, walhasil asa mengentaskan kemiskinan dari Bumi Tadulako susah terwujud. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM