Stop Perambahan Hutan Sulteng

Berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat 7 ETM Dephut, laju perubahan tutupan lahan hutan di Sulteng berlangsung sangat tinggi, mencapai sekitar 62.012 Ha per tahun. Angka ini diprediksi akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2009.
Prediksi peningkatan angka kerusakan hutan, cukup beralasan jika melihat kebijakan investasi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang cenderung terus mendorong penyusutan hutan di Sulteng. Salah satu contoh, meningkatnya jumlah izin IUPHHK/HPH, dimana sampai pada bulan agustus 2005, tercatat 14 perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat, dengan total luas areal konsesi 951. 705 Ha atau sekitar 21, 6 persen dari areal hutan yang tersedia.
Angka ini terus mengalami peningkatan, dimana saat ini perusahaan yang telah mendapatkan konsesi IUPHHK bertambah menjadi 16 perusahaan dengan luas areal konsesesi 1.033.245 Ha atau mengalami peningkatan hampir 2 persen dibandingkan pada tahun 2005.
Prediksi meningkatnya angka kerusakan hutan juga di dasarkan pada fakta bahwa saat ini tercatat ± 76 izin Kuasa Pertambangan yang tersebar di Kab. Banggai, Kab. Morowali, Kab. Tojo Unauna, dan Kab Buol dengan total luas areal lebih dari 300 ribu Ha. Diperkirakan areal kuasa pertambangan tersebut separuhnya (lebih dari 100 ribu Ha) akan mengambil kawasan hutan.
Pada sisi lain upaya penegakan hukum atas kasus-kasus ilegal logging yang diduga melibatkan koorporasi maupun pejabat daerah, sampai saat ini juga tidak memperlihatkan hasil, sebutlah kasus ilegal logging Ogobayas, ilegal logging berkedok pembukaan jalan poros Wanagading-Air Terang, maupun kasus ilegal logging dalam kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang dan dugaan ilegal logging pada pembangunan unit pemukiman transmigrasi (UPT) Sabo Kabupaten Touna.
Data Walhi Sulteng lainnya menyebutkan, laju kerusakan hutan di Morowali antara tahun 2001-2007 mencapai 253.587 Ha atau 42.265 Ha per tahun. Kerusakan itu terutama disebabkan aktivitas penebangan kayu yang sangat atraktif melalui izin HPH, IPK untuk kepentingan pembukaan perkebunan kelapa sawit, pembukaan lahan tambang ditambah pembalakan liar yang di-back up oknum-oknum aparat di wilayah itu. Sementara di Kabupaten Banggai, 49.355 Ha berada dalam kondisi kritis dari luas kawasan hutan dan lahan sebesar 940.553 Ha. Kondisi itu telah terjadi sejak awal tahun 2000.
Kini Polda Sulteng tengah menangani dugaan ilegal logging pembangunan UPT Ogobayas di Cagar Alam Gunung Tinombala dan usaha penggergajian Banggai. Masyarakat Sulteng, berharap Polda tidak bermain api dan kucing-kucingan dalam hal ini. Semua pihak yang diduga terlibat dalam jaringan ilegal logging, harus diperiksa dan diseret ke proses hukum.
Polda tidak seharusnya tebang pilih, pada pelaku ilegal logging. Siapapun pihak yang diduga terlibat, baik pengusaha, oknum pejabat dan aparat keamanan, harus diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Pada hampir semua kasus ilegal logging di Indonesia yang berhasil terungkap, pelaku tidak bermain sendirian, melainkan dalam bentuk jaringan atau sindikat.
Stop perambahan hutan Sulteng. Hentikan pemberian izin pengolahan hutan dan tindak semua pihak yang melakukan perusakan hutan. Ingat hutan bukan hanya untuk kita, tapi pinjaman anak cucu yang harus kita wariskan pada mereka, untuk hari esok.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

KARAKTERISTIK ILMU DAN TEORI HUKUM