Dibuat Bingung Kepala Kampung
MERCUSUAR-Konon di sebuah kampung
yang terkena bencana, warga yang menjadi korban berharap kerja cepat Kepala
Kampung dan aparatnya.
Apalagi saat belum terpilih, Sang
Kepala Kampung kampanye keliling dan berjanji dapat menyelesaikan persoalan
bencana dalam hitungan bulan. Janji manis ini tentu saja membuai warga kampung.
Walhasil dalam pemilihan, warga berbondong-bondong mempercayakan kepemimpinan
padanya.
Bulan berganti, satu tahun pun
menanti. Penanganan bencana tak kunjung selesai.
Malah tersiar kabar, sekelompok
warga di pengungsian harus meninggalkan hunian sementara yang ditempatinya
selama ini. Bukan karena telah mendapatkan hunian tetap atau telah membangun
hunian baru secara mandiri. Warga harus meninggalkan huniannya, karena tempat
hunian telah habis kontrak.
Sang Kepala Kampung pun menjadi
tumpuan warga. Tapi apa lacur, Kepala Kampung bilang urusan hunian tetap bukan
urusannya. Pembangunan hunian tetap untuk korban bencana, urusan Pemerintah
Atas. Pemerintah nun jauh di sana, melalui menteri-menterinya. Kepala Kampung
hanya pemerintah bawah.
Warga dibuat bingung Sang Kepala
Kampung.
Bisa jadi, apa yang dikemukakan
Kepala Kampung benar –dalam konteks administrasi pemerintahan dan pembagian
wewenang. Namun, haruskah para korban itu menghadap dan melapor pada pimpinan
pemerintahan di pusat atau para menteri yang mereka tidak kenal? Bukankah
Kepala Kampung punya tanggung jawab terhadap nasib warganya? Setidaknya, Kepala
kampung harus bertanggung jawab atas janji-janjinya.
Wah, mungkin ini yang dimaksud
Filsuf Jerman Friedrich Wilhelm Nietzsche, “Jangan percayai mereka yang berkoar
terlalu banyak tentang betapa baiknya mereka! Sesungguhnya dalam jiwa mereka,
tidak hanya madu yang akan kau dapatkan”.
Jika kita mau menengok sejenak ke
belakang sejarah Islam tentang khalifah Umar bin Khattab, rasa-rasanya apapun
kondisi dan nasib warga, menjadi tanggung jawab pimpinan. Dikisahkan, bagaimana
khalifah Umar sangat memperhatikan rakyat kecil. Umar rela mengambil sekarung
gandum, sebotol minyak, gula, mentega, dan segala macam bahan pangan lainnya
dari Baitul Maal. Kemudian, Umar sendiri yang memasakkan dan menghidangkannya
untuk seorang wanita tua dan anak-anaknya yang sudah tiga hari tidak makan.
Kejadian itu dialaminya, saat
malam hari Umar meronda ke perkampungan penduduk, bersama seorang sahabatnya.
Tiba-tiba di sebuah gubuk, Umar menemukan seorang wanita sedang merebus sesuatu
dalam periuk yang dijaringkan di atas tungku. Di dekat wanita itu, tiga orang
anak kecil merengek kelaparan.
Saat Umar memasuki rumahnya,
ternyata yang direbus dalam periuk itu adalah batu kerikil. Hal tersebut
dilakukan wanita tua itu untuk meredakan tangis anak-anaknya yang kelaparan,
hingga mereka tertidur dan melupakan rasa laparnya.
Selesai berkunjung, memasak dan
menghidangkan makanan untuk wanita tua dan tiga orang anaknya itu, Umar memohon
maaf, karena sebagai amirul mukminin telah berbuat tak layak, ada rakyatnya
yang kelaparan.
Zaman sekarang, adakah pemimpin
sepeduli khalifah Umar Bin Khattab?
Wallahualam bishawab. ***
Sumber: https://mercusuar.web.id/tonakodi/dibuat-bingung-kepala-kampung/
Komentar
Posting Komentar