Rusdy Toana, Sang Tadulako HMI
Drs. H. Rusdy Toana |
Oleh: Temu
Sutrisno
Sejarah selalu
ditulis oleh para pemenang, history has been written by the victors. Adagium
ini juga memengaruhi penulisan sejarah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Banyak
tulisan sejarah HMI yang dipublikasikan, luput mencatat sejarah kader yang
tidak berkesempatan masuk struktur kepengurusan, tidak menduduki posisi
strategis dalam politik kekuasaan, dan atau menggenggam pundi-pundi finansial.
Di hari lahir HMI
5 Februari, saya mencoba menulis salah satu sosok yang berjiwa hijau hitam,
namun luput dari hiruk pikuk penulisan sejarah HMI-mungkin karena tidak pernah
duduk dalam struktur kepengurusan. Dialah Rusdy Toana, Sang Tadulako HMI.
Rusdy Toana, sosok
yang menurut saya layak untuk disematkan penghargaan sebagai Sang Tadulako HMI.
Bagaimana tidak? Kader masa awal HMI ini ditempa langsung oleh pendiri HMI Prof
Lafran Pane dan peletak dasar keorganisasian seperti Dahlan Ranuwihardjo,
Deliar Noer, serta Ismail Hasan Metareum. Bahkan sahabat karib mantan Ketua PB
HMI, Sulastomo ini ‘nyantri’ pada M Natsir sebagai sekretaris pribadi dan
beberapa pentolan Masyumi.
Rusdy Toana yang
lahir di Parigi, 22 September 1930 sampai akhir hayatnya terus berjuang
berusaha mewujudkan masyarakat cita HMI melalui gerakan politik, sosial,
literasi, keagamaan, dan intelektual. Sangat sedikit kader HMI yang mampu
terjun dalam beragam gerakan seperti yang diajarkan dalam perkaderan.
Saya mencoba
menulis sedikit profil Rusdy Toana berdasarkan beberapa catatan dan endapan
ingatan saat berdialog dengan keluarga dan kader HMI di Kota Palu yang mengenal
sosok Rusdy Toana diantaranya Alm. Ahmad Basir Toana (adik), Almh. Chadidjah
Toana (adik), Murad U Nasir (mantan anggota DPR RI/Ketua DPRD Sulteng), dan
Alm. Firman Maranua (mantan anggota DPRD Sulteng) serta sahabat karib Alm.
Ishak Moro (mantan anggota DPRGR/DPR RI dan pejuang pembentukan provinsi
Sulteng). Sebagian coretan ini juga mengambil tulisan Dr. HA. Maddukeleng,
mantan Dekan Fisip Universitas Tadulako.
Masyarakat Sulteng
mengenal Rusdy Toana sebagai seorang wartawan dengan koran Mercusuar yang ia
dirikan. Bahkan kader HMI dan para alumni jarang yang mengetahui, jika Rusdy
Toana merupakan orang pertama yang menerima mandat pendirian HMI di Kota Palu,
bersama Nazaruddin Pakedo melalui surat PB HMI Nomor 1938/Sek/B/1965 tertanggal
24 Februari 1965.
Menurut penuturan
Ahmad Basir Toana, Rusdy selaku penerima mandat membidani kelahiran HMI di Kota
Palu, tidak bersedia menjadi ketua dan memilih posisi sebagai pembina. Ketua
pertama HMI Cabang Palu diemban L Takwa.
Mantan sekretaris
pribadi Ketua Masyumi M Natsir ini mulai ber-HMI saat menempuh pendidikan di
Yogyakarta.
Di Yogyakarta,
sebagai anggota HMI Rusdy Toana ikut terlibat dalam perjuangan kemerdekaan
Indonesia melalui Tentara Pelajar. Bersama mantan Sekjen PB HMI Mayjen
TNI (Purn) Ibrahim Madilao, Rusdy bergabung di Brigade 16 Yon Matalatta.
Jiwa nasionalisme
Rusdy, sejatinya dipupuk sejak kecil. Jiwa nasionalisme Rusdy tertanam sejak
usia 9 tahun. Tahun 1942, Rusdy menempuh pendidikan di HIS (Hollandsche
Inlandse scool) Muhammadiyah Poso. Pada saat itu, ayahnya Abdul
WachidToana, menanamkan jiwa nasionalisme dan anti penjajahan. Rusdy juga
dibekali semangat intelektual dengan didorong membaca buku dan surat kabar.
Surat kabar yang dibacanya ketika itu adalah Pikiran Rakyat, Daulat Rakyat, dan
Mingguan Adil Muhammadiyah.
Jiwa nasionalisme
itu kemudian terus ditempa saat pria kelahiran Parigi 22 September 1930 itu
dikirim ke Manado untuk mangikuti pendidikan di Nippon Gokka. Selama di Manado,
Rusdy melahap surat kabar Celebes Sinbun.
Tahun 1947, Rusdy
kecil pindah ke Gorontalo untuk bergabung dalam gerakan Merah Putih yang
dipimpin Nani Warta Bone, Rusdy Toana tinggal bersama O.R. Onge, seorang tokoh
pers dan penerbit Pewarta Gorontalo.
Tahun 1948, Rusdy
Toana terlibat langsung dalam pengelolaan media dan diangkat menjadi pemimpin
redaksi Mingguan Pelopor yang membawa misi Republik dan menentang NIT (Negara
Indonesia Timur) boneka Belanda.
Setahun kemudian,
Rusdy Toana meneruskan perjuangan di Yogyakarta. Rusdy Toana dipanggil bergabung
dengan anggota tentara Pelajar di Yogyakarta bersama Rusli D. Warta Bone di
Kesatuan Brigade 16 Yon Matalatta sebagai seksi pelajar Sulawesi.
Berjibaku dengan
perjuangan fisik, Rusdy Toana menerbitkan majalah Bakti Suara Pelajar Pejuang
Sulawesi, bersama Palangky Dg. Lagu.
Setelah penyerahan
kedaulatan RI dari Belanda, Rusdy Toana ditampung oleh Negara melalui Kantor
Urusan Demobilisasi Pelajar(KUDP), dan melanjutkan sekolah di SMA khusus untuk
eks tentara pelajar. Di SMA tersebut, Rusdy Toana kembali menerbitkan
Koran dinding bersama Nugroho Notosusanto, mantan Mendikbud RI.
Tamat SMA tahun
1953, Rusdy Toana melanjutkan kuliah di Fakultas Sosial Politik jurusan
hubungan internasional. Di sini, Rusdy Toana mulai ber-HMI.
Di HMI, aktivitas
jurnalistik Rusdy Toana tidak berhenti. Rusdy dipanggil pimpinan Mingguan
Pelopor Yogyakarta, Drs. M.O. Palapa, untuk membantu mengurus Mingguan Pelopor,
dan diberi tugas sebagai Sekretaris Redaksi tahun 1953-1954.
Kemudian pada
tahun yang sama, yakni 1953, ia ditunjuk oleh Pengurus Besar (PB) HMI untuk
memimpin Majalah Media, bersama Bustanul Arifin dan SK. Efendi. Mereka menjadi
pelopor tulis menulis di HMI, yang kini anggotanya berhimpun dalam wadah
kekaryaan Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI).
Tahun 1955, Rusdy
Toana dipanggil PB HMI ke Jakarta untuk memimpin Harian Abadi. Media corong HMI
yang dibreidel tahun 1971.
Lepas dari
tugas-tugas Ke-HMI-an, akhir tahun 1960 Rusdy Toana tergabung dalam
panitia penuntut dan pembangunan berdirinya Provinsi Sulawesi Tengah, di Jakarta.
Pada pertengahan
tahun 1960, diadakan Musyawarah Besar Mahasiswa dan Pelajar se Indonesia
dan Rusdy Toana sebagai pemimpin presidium. Perjuangan mendirikan provinsi
Sulteng, akhirnya mewujud tahun 1964.
Setelah kembali di
Palu, Rusdy Toana merealisasikan musyawarah mahasiswa dan pelajar yang
dipimpinnya, dan merintis berdirinya Universitsas Tadulako.
Pada saat
bersamaan Rusdy Toana menerbitkan Mingguan Suara Rakyat Palu, pada tanggal 1
September 1962 melalui Yayasan Suara Rakyat Palu. 10 Januari 1966, media ini
diubah namanya menjadi Mercusuar dan bertahan hingga hari ini.
Hingga akhir
hayatnya 10 Agustus 1999, darah juang hijau hitam tetap mengalir dalam tubuh
kecil Rusdy Toana.
Rusdy selain
terlibat dalam gerakan politik mendirikan provinsi Sulteng, juga turut
mendirikan Korem 132/Tadulako. Rusdy Toana juga yang memberikan nama institusi
TNI tersebut.
Di ranah
intelektual, Rusdy Toana aktif dalam pendirian Universitas Tadulako. Nama
Tadulako sediri bukan tanpa tantangan. Banyak pihak menentang nama Tadulako. Tadulako
(bahasa Kaili) sendiri dalam struktur pemerintahan (kerajaan) di Sulteng,
khususnya Lembah Kaili, merupakan panglima perang.
Rusdy Toana
mengartikan kata Tadulako, dengan kepemimpinan, patriotik, gigih, pantang
menyerah, dan kepahlawanan.
Rusdy Toana bersikukuh
dengan perjuangannya. Rusdy Toana berharap Universitas Tadulako akan melahirkan
banyak pemimpin di masa yang akan datang, semangatnya sama dengan aktivitas
perkaderan yang ia lalui.
Tidak sampai di
situ, sosok yang lekat dengan nama pena Tonakodi (orang kecil) ini, juga
terlibat aktif membidani kelahiran IAIN Palu, dan kemudian juga mendirikan
Universitas Muhammadiyah.
Rusdy Toana juga
sempat menduduki beberapa jabatan politik, akademis, pimpinan Ormas, dan
beraktivitas seperti asisten dosen Fakultas Sospol Untad, dosen tetap Fisip
Untad, Dekan Fisip Untad, anggota DPRD Sulteng, Rektor Unismuh Palu, Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Tengah, dan Pengurus Al Khairaat.
Dengan seabrek
aktivitas sebelum, saat, dan pasca HMI, di hari lahir atau Milad ke-74 HMI,
saya sebagai pribadi dan alumni HMI menyebut Rusdy Toana Sang Tadulako HMI.
Selamat Milad
ke-74 HMI, Yakin Usaha Sampai. Terus bergerak maju membangun peradaban menuju
ridha Allah SWT. ***
Penulis adalah
Wartawan, Alumni HMI, Mantan Majelis Syuro PB HMI
Komentar
Posting Komentar