Demokrasi tanpa Kerumunan
Oleh: Temu
Sutrisno
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan peraturan (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19.
PKPU ini
merupakan perubahan kedua atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020, yang resmi diundangkan
pada 23 September 2020.
PKPU
mengatur, setidaknya terdapat enam jenis kegiatan kampanye yang dilarang di
Pilkada 2020.Kegiatan tersebut mulai dari yang berhubungan dengan kebudayaan
seperti konser musik, berkaitan dengan kegiatan olahraga seperti jalan santai,
hingga yang kegiatan sosial seperti bazar dan donor darah.
Tak hanya
itu, PKPU tersebut juga melarang kampanye rapat umum atau kampanye akbar.
PKPU hanya membolehkan kegiatan terbatas seperti pertemuan tatap muka dan dialog, debat publik atau debat terbuka antar-pasangan calon, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye, penayangan iklan kampanye di media massa cetak, media massa elektronik, media sosial, dan/atau media daring dan/atau kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Larangan
tersebut sebagai ikhtiar mengurangi risiko penularan dan penyebaran Covid-19,
dalam pesta demokrasi.
Pandemi
Covid-19, yang telah menimbulkan korban jiwa dan kemerosotan ekonomi global,
harus disikapi dengan kemampuan adaptif, dengan mengubah pola hidup. Salah satu
yang turut berubah adalah, pola dan strategi kampanye dalam perhelatan politik.
Larangan konser
dan kegiatan lain yang berpotensi menimbulkan kerumunan, akan mengubah tata
cara kampanye para kandidat dan tim pemenangan. Bagaimana tidak, setelah empat
puluh tahun tahun penyelenggaraan Pemilu terbiasa dengan demokrasi kerumunan, kini pandemi mengharuskan
demokrasi dilalui dalam hening dan kesepian.
Efektif dan
tidaknya PKPU bukan terletak di pundak KPU, namun sejauhmana kesadaran para
kandidat dan tim pemenangan besar hati menjalankannya.Memang cukup berat
meninggalkan kebiasaan, demokrasi kerumunan yang gegap gempita laiknya sebuah pesta. Namun, demi kemanusiaan semua
pihak harus menapakinya.
Para
kandidat dan tim pemenangan bisa menempuh strategi baru, masuk dan menari dalam
budaya layar. Kampanye bisa dilakukan melalui layar televisi, gawai, dan laptop
atau komputer. Hal ini, sangat relevan di tengah pembatasan kerumunan, karena
zamannya adalah zaman virtual. Kampaye
virtual dalam berbagai ragam media, rasa-rasanya dapat menjadi pilihan.
Para
kandidat dan tim pemenangan, pun dengan pemilih seyogyanya menyandarkan diri
pada prinsip, untuk apa menang jika meninggalkan korban. Untuk apa tergapai
tujuan, kalau harus tenggelam dalam duka kemanusiaan?
Keselamatan
dan kemanusiaan hendaknya ditempatkan di atas jalan demokrasi. Tidak ada
perjuangan yang lebih mulia, daripada menyelamatkan manusia. ***
Tana Kaili,
24 September 2020
Komentar
Posting Komentar