Sindrom Raja Midas
Oleh: Temu Sutrisno
“Saat
kepercayaan rakyat luntur, kala otot melemah, gigi mulai tanggal tak lagi mampu
mengunyah pinang, berhentilah mengejar kekuasaan”.
Kutipan
petuah kuno itu kini tidak lagi bermakna. Tidak ada lagi orang mengingat,
apatah lagi menjalankannya. Fakta
sosio-politik hari ini, nyaris tidak ada orang siap meninggalkan kekuasaan.
Peribahasa mengatakan, sekali merasakan kekuasaan semakin erat enggan
melepaskan.
Menengok
ke peradaban Yunani masa lampau, betapa kita diingatkan pada mitologi Raja
Midas, yang serakah dan haus kekuasaan. Raja Midas adalah seorang figur
penguasa dalam legenda Yunani Kuno, sosok seorang raja yang rakus, sangat
bangga dengan jabatan yang didudukinya. Raja Midas paling doyan menumpuk
kekayaan bagi diri dan keluarganya, sekalipun harus mengorbankan kepentingan
rakyatnya.
Mayoritas
rakyat benci kepada Raja Midas, tetapi tidak memiliki nyali dan keberanian
untuk melawannya. Jangankan melawan, mengkritik secara terbuka pun tidak
berani. Paling banter rakyat hanya berbisik-bisik di pasar atau membicarakannya
dengan bahasa sindiran.
Tiba-tiba,
pada suatu hari, masyarakat heboh bersorak-sorai karena mendengar Raja Midas
menjadi gila gara-gara sang permaisuri mati dan berubah menjadi patung emas.
Selidik punya selidik, rupanya Sang Raja yang telah kaya-raya belum puas atas
kemewahannya, kemegahan, serta jabatan yang dimilikinya.
Maka
berdoalah Raja Midas kepada sang dewa meminta agar tangannya dianugerahi
kekuatan, sehingga benda apa pun yang disentuhnya berubah menjadi emas.
Begitulah, restu dari langit turun mengisyaratkan bahwa permohonan Raja Midas
dikabulkan dewa.
Maka
Raja Midas bergegas pulang ingin segera menyulap istananya dengan tangan
magisnya agar menjadi istana emas dan menjadi raja terkaya di muka bumi. Sampai
di istana, Raja Midas mulai menyentuh dan mengusap pagar. Seketika pagar istana
berubah menjadi emas. Dengan semangat dan muka sangat ceria, lalu disentuhlah
bangunan istana seisinya satu per satu sehingga berubah menjadi istana emas.
Dengan
bangga dan pongah dipandanglah bangunan istana emasnya itu. Raja Midas merasa
puas dan yakin tak ada lagi orang lain di negerinya yang mampu menandingi
kekayaannya. Setelah puas memandangi istana emasnya yang sangat megah dengan
tamannya yang luas, Raja Midas mulai merasa haus dan lapar. Raja Midas ingin
segera mengisi perutnya yang kosong dan membasahi tenggorokannya yang kering.
Apa
yang terjadi? Begitu makanan dan minuman tersentuh tangannya, semuanya berubah
menjadi emas. Raja Midas kaget, lapar, haus, dan bingung sehingga berteriak-
teriak minta tolong. Dengan tergopoh-gopoh, datanglah sang permaisuri. Begitu
berjumpa Raja memeluk sang
permaisuri.Kebingungan Raja Midas semakin menjadi-jadi ketika mendapatkan
kenyataan, sang permaisuri menjadi
patung emas akibat sentuhan tangannya.
Sejak
saat itu Raja Midas pun merasa kesepian, bingung, sedih,menyesal, mengutuk
dirinya, dan akhirnya menjadi gila. Keinginan terhadap kekuasaan mengantarkan
dirinya pada kesengsaraan.
Raja
Midas kini sebagai sebuah karakter, bisa muncul pada diri siapa saja. Mungkin
diri kita sendiri. Tipologi Raja Midas mungkin saja melekat pada karakter
penguasa dan politikus yang rakus, yang menempatkan kemewahan popularitas,
tahta, dan harta sebagai tujuan hidupnya.
Sindrom
Raja Midas bisa menimpa siapa saja yang sangat bangga pada kekuasaan. Dalam
skala kecil, sekali lagi, bisa saja karakter Raja Midas itu bersemayam pada
diri kita, dan setiap orang. Wallahu A'lam Bishawab. ***
Komentar
Posting Komentar