Mendahulukan Rakyat?
Oleh: Temu Sutrisno
MERCUSUAR-Agustus hingga Oktober menjadi bulan bahagia bagi calon
anggota DPRD, DPR, dan DPD RI terpilih. Pada bulan-bulan itu, mereka dilantik
sebagai ‘anggota dewan yang terhormat’.
Syukur, bahagia merupakan hal yang manusiawi. Bahkan
bersyukur atas nikmat, merupakan perintah Tuhan yang diajarkan semua
agama.Namun, terhitung sejak detik pertama sumpah janji diucapkan dalam
pengangkatan sebagai anggota dewan terhormat, mereka harus membiasakan diri
untuk beristighfar. Istighfar untuk apa? Mohon ampun pada Allah Subhanahu Wata’ala
Tuhan Yang Maha Esa, jangan-jangan dalam perjalanan mengemban tugas kedewanan
tidak mampu sepenuhnya menjalankan amanah, dan sumpah jabatan.
Jika dicermati, diresapi, betapa berat sumpah itu saat
diucapkan. Dengan nama Tuhan, dengan kitab suci di atas kepala atau di tangan, anggota
dewan bersumpah menjalankan tugas yang pada intinya adalah menjunjung UUD NRI
1945 dan Pancasila beserta peraturan perundang-undangan lainnya, mengutamakan
kepentingan umum, bangsa, dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan,
serta yang ketiga, akan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah yang diwakili.
Istighfar, mohon ampun dan petunjuk pada Tuhan agar tugas
berjalan sebagaimana mestinya. Mawasdiri, instripeksi, dan melakukan hisab
menjelang tidur untuk mengukur kinerja, dimulai dengan satu pertanyaan krusial,
benarkan hari ini aku telah menjalankan sumpahku sebagai anggota dewan?
Mengapa itu harus dilakukan? Sering orang setelah terpilih
sebagai anggota legislatif maupun jabatan politik lainnya, mereka lupa janji-janji
yang disampaikan pada masyarakat. Mereka lupa pada sumpah jabatan, untuk
melayani dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Paling banyak, memperjuangkan
kepentingan partai (yang belum tentu untuk rakyat), untuk diri sendiri,
keluarga dekat, dan atau kelompoknya.
Rasulullah SAW dalam hadistnya mengecam tindakan tersebut
dan mengingatkan para pemimpin untuk melayani rakyat dan menepati janjinya.
“Abu Ja’la bin Jasar r.a berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Tiada seorang yang diamanati Allah memimpin rakyat, kemudian meninggal ia masih
menipu rakyat, melainkan Allah mengharamkan baginya surga”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Allah SWT secara tegas memerintahkan pada seseorang yang
telah berjanji untuk menepati janjinya, sebagaimana firman-Nya, “Tepatilah
janji, sesungguhnya janji itu akan ditanyakan dan diminta
pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’: 34).
Komentar
Posting Komentar