Bangkit dengan Modal Dua Komputer Tua

(Refeleksi 55 Tahun Mercusuar)
Oleh: Temu Sutrisno

Tanggal 31 Agustus 1962, Rusdy Toana harus melewati hari-hari sibuk. Pada saat bersamaan, menanti kelahiran putra ketiganya sekaligus mempersiapkan penerbitan surat kabar Suara Rakyat, cikal bakal Mercusuar. Di sisi lain, Rusdy Toana juga berjibaku memperjuangkan kelahiran Provinsi Sulawesi Tengah.
Semangat seorang Rusdy Toana, sepertinya tidak sebanding dengan postur tubuhnya yang kecil. Tidak ada keluhan Rusdy Toana hari itu. Walhasil, hari itu Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan anugerah putra ketiga, yang saat ini dikenal sebagai tokoh pers, Tri Putra Toana. Esok harinya, 1 September 1962, surat kabar Suara Rakyat terbit untuk pertama kalinya. Satu setengah tahun berselang, Provinsi Sulawesi Tengah yang diperjuangkan terwujud. Benar apa yang dinyatakan Lance Armstrong, jika anda ingin berhasil jangan pernah mengeluh.
Jangan membayangkan, Suara Rakyat saat itu sama dengan Mercusuar saat ini. Suara rakyat diawal kelahirannya merupakan surat kabar sederhana, hasil stensil. Berita awal yang disajikan menurut penuturan almarhum Syafrun Abdullah, sekira tahun 2012, berita seputar perjuangan pendirian Sulawesi Tengah.
“Mercusuar (Suara Rakyat) pertama kebetulan terbit di rumah orangtua saya, di jalan Gajah Mada sekarang. Beritanya soal perjuangan mendirikan Sulawesi Tengah. Almarhum Rusdy Toana berkawan karib dengan ayah saya dan Mene Lamakarate. Saat itu usia saya 11 tahun. Begitu cetak, esoknya saya edarkan Koran itu. Bisa dibilang, saya loper pertama,” cerita almarhum Syafrun Abdullah kala ditemui penulis, di ruang kerja Wakil Ketua DPRD Sulteng tahun 2012 silam.
Saksi hidup lahirnya Mercusuar H. Murad U. Nasir, dihubungi via telepon (30/8/2017) menyeritakan, Mercusuar awalnya bermodalkan alat cetak stensil dan satu mesin ketik kecil.
Melekat dalam ingatan mantan Ketua DPRD Sulteng dan DPR RI ini, awal penerbitan Mercusuar lebih pada alat perjuangan pendirian Provinsi Sulawesi Tengah dan Universitas Tadulako. “Mercusuar menjadi alat perjuangan dan pencerahan. Kak Rusdy Toana waktu itu ingin agar universitas yang berdiri dan negeri dinamakan Universitas Tadulako. Saat awal pendirian kampus, Kak Rusdy sekaligus mahasiswanya. Beliau ketua Dewan Mahasiswa dan saya sekretarisnya,” kenang Murad.
Sebagai saksi hidup dan terlibat pada awal pendirian, Murad menyatakan kebanggaannya pada Mercusuar. “Ini berkat kegigihan Kak Rusdy. Kami adik-adiknya (mahasiswa) saat itu turut menyebarkan Mercusuar. Saat ini, Mercusuar sudah jauh berkembang dan malah bikin grup. Saya lihat cetakannya bagus, wartawannya makin profesional dan isi beritanya sangat edukatif. Singkatnya, Mercusuar besar peran-sertanya dalam pendirian dan pembangunan Sulawesi Tengah. Mercusuar merupakan kekuatan politik yang sangat menentukan sejarah Sulawesi Tengah dan banyak berbuat untuk kemajuan daerah. Saya berharap Mercusuar makin berkembang dan terus mengedepankan sikap professional sebagai pilar keempat demokrasi,” kata Murad.

PERNAH ‘ISTIRAHAT’
Tahun 1992-2002, Mercusuar dalam upaya mengembangkan usahanya bekerjasama dengan Jawa Pos. Kurun waktu itu, manajemen Jawa Pos mengendalikan usaha Mercusuar dengan menempatkan personilnya di jajaran manajemen.
Kerjasama itu pada akhirnya tidak berlangsung lama. Hanya sekira sepuluh tahun, Mercusuar menarik diri dari Jawa Pos Group. Dimulai tahun 1999, saat H. Rusdy Toana meninggal, putra ketiga Tri Putra Toana yang merupakan saudara kandung Mercusuar selalu terusik, dengan wasiat ayahnya.
Sebelum meninggal H. Rusdy Toana membisikkan pada Tri Putra Toana untuk menjaga Mercusuar dan mengembangkannya dengan tangannya sendiri. “Kelak dari Mercusuar ini, ratusan orang akan menggantungkan hidupnya kepadamu. Jaga keberlangsungan Mercusuar,” kata Tri Putra Toana mengutip wasiat ayahnya.
Akhirnya Februari 2002 menjadi akhir pergulatan pemikiran Tri Putra Toana. Ia memutuskan keluar dari Jawa Pos Group, berniat menjalankan wasiat orangtuanya secara mandiri. Jawa Pos Group pasca mundurnya Tri Putra Toana, mendirikan Koran baru dengan nama Radar Sulteng.
Kurun 2002-2004, Mercusuar sebagai korannya rakyat Sulawesi Tengah istirahat. Mercusuar tidak terbit.


BANGKIT BERMODAL UTANG 50 JUTA  
Tahun 2005, tepatnya tanggal 2 Juni, Mercusuar kembali bangkit dan terbit kembali. Hampir semua aset, sumberdaya manusia dan pelanggan Mercusuar telah beralih ke Radar Sulteng. Dengan talenta dan semangat yang diwariskan H. Rusdy Toana, Tri Putra atau yang akrab disapa Ongki, memulai penerbitan Mercusuar ala ayahnya.
Ongki sendirian dan tanpa modal. Ongki memanggil beberapa teman dekatnya untuk mengelola redaksi. Setelah beberapa orang siap mengelola redaksi, Ongki meminjam modal dari istrinya Maya Malania Noor Rp50 juta. Ongki merakit tiga komputer tua tinggalan Universitas Republik menjadi dua komputer siap pakai. Dengan modal Rp50 juta dan dua computer bekas, Mercusuar terbit kembali dengan numpang cetak di Percetakan Negara (PNRI). Mercusuar menyediakan kertas sendiri dan hanya membayar biaya cetak di PNRI. Kesulitan yang paling parah adalah, Mercusuar tampil hitam putih dan terbit sore. Sementara kompetitor terbit pagi dan tampil warna. Pelan namun pasti, Mercusuar terus tumbuh dan kembali hadir di hadapan pembaca dan pelanggan setia.
Kini setelah 55 tahun, surat kabar stensilan telah menjelma jadi media utama di Sulawesi Tengah dengan nama Mercusuar. Media yang mandiri tanpa menginduk pada perusahaan nasional, sebagaimana kebanyakan media di daerah.
Mercusuar, pantas bersyukur atas keberadaannya saat ini. Hal ini karena Mercusuar tidak saja masih bisa bertahan di Tanah Air, di tengah persaingan industri media. Mercusuar menjadi salahsatu Koran di Sulteng dan Indonesia Timur yang mampu bertahan di tengah gempuran media yang bernaung di bawah grup media nasional. Mercusuar setidaknya sampai hari ini, mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Disamping persaingan usaha, Mercusuar relatif sukses mengusung idealisme dan kritisisme dalam porsi seimbang. Ini merupakan suatu yang membanggakan pula. Mercusuar masih tetap konsisten dengan ciri dan slogan yang dibawanya sejak berdiri. Kenyataan seperti itu, bagi media tidaklah mudah. Apalagi perubahan perilaku politik masyarakat pembaca dewasa ini sangat drastis. Daya kritis pembaca yang meningkat, selera publik yang meningkat, kompetisi antarmedia yang ketat, pengaruh persaingan bisnis yang besar, dan intervensi politik yang kuat merupakan bagian dari perubahan tersebut. Kenyataan demikian jelas akan menempatkan media pada pilihan posisi yang dilematis: bangkrut atau eksis tetapi harus menyesuaikan selera publik. Jika berada pada pilihan pertama, mungkin jauh-jauh hari Mercusuar sudah bubar. Akan tetapi fakta mengatakan, Mercusuar masih eksis dan konsisten. Prestasi ini patut dibanggakan.
Namun di balik semua itu, konsekuensi yang diambil berat. Dari segi sumber daya manusia, segenap pengelola dan awak Harian Mercusuar dituntut profesional. Variasi dalam rubrikasi, kecerdasan menentukan selera pasar, dan sekaligus meneguhkan sikap kritisis sebagai kepanjangan lidah masyarakat perlu lebih ditingkatkan. Tanpa semua itu, rasanya mustahil Mercusuar bisa menyandang predikat "Korannya Rakyat Sulteng."
Tahun 2014, Mercusuar menjadi pelopor penggunaan mesin dengan teknologi Tricolor. Teknologi ini merupakan yang pertama dipakai di Sulteng. Bagi Mercusuar, pembenahan ini bukan sekadar mengoptimalkan layanan untuk konsumen, namun juga bagian dari membangun Sulawesi Tengah.
Penggunaan mesin cetak Tricolor, diapresiasi Gubernur Sulteng H. Longki Djanggola. Semangat revolusi tersebut menggambarkan dinamika perjalanan Mercusuar sebagai perintis Koran stensilan pertama di Sulteng dan sekarang menjadi pelopor teknologi mesin cetak tricolor di daerah ini. “Saya ucapkan terima kasih dan selamat buat Mercusuar,” ujar Longki Djanggola.
Dikatakan Longki, sebagai pelopor teknologi mesin cetak tricolor, diharapkan performance Mercusuar akan lebih optimal serta pemberitaannya semakin profesional dan berkualitas. “Dengan mesin ini, akan menjadi era baru industri media di Sulawesi Tengah. Terobosan ini sebagaimana revolusi industri, akan memengaruhi perjalanan industri media di daerah ini,” kata Gubernur.
Pimpinan Umum Tri Putra Toana berharap Mercusuar selalu menjadi yang terdepan dalam industry media di Sulawesi Tengah. “Dalam sejarahnya, Mercusuar selalu menjadi pelopor di Sulteng. Sejak pendiriannya tahun 1962 mengawal pendirian Sulteng sebagai provinsi tahun 1964, menjadi Koran pertama harian selanjutnya menjadi Koran yang pertama cetak warna dua sisi. Kini dengan teknologi Tricolor juga menjadi yang pertama. Bahkan dalam perkembangannya, kini Mercusuar melalui payung Tri Media Group telah berkembang dan mengelola Harian Sulteng Raya, Percetakan Tri Putra Media Group, Rakyat Post, Banggai Raya, Sulbar Raya, Poso Raya dan Kaili Post. Mari kita syukuri dengan bekerja keras meningkatkan prestasi dan layanan pada pembaca, pengiklan, relasi, masyarakat dan daerah. Kondisi Mercusuar saat ini tidak lepas dari campur tangan Allah. Saya percaya dengan kedaulatan Allah. Kita berusaha, Allah yang menentukan hasil akhirnya,” kata Ongki.
Ongki mengingatkan seluruh karyawan Mercusuar Group, agar tidak berhenti berkreasi dan berinovasi. Prinsip ide tidak pernah salah, menjadi pelecut seluruh karyawan Mercusuar Group berinovasi.
Ongki juga mengingatkan, bahwa tidak ada gading yang tak retak. Tiada manusia dan produk yang sempurna. Sebagai refleksi 55 tahun, Mercusuar harus terus berbenah memperbaiki kekurangan dan siap menampung kritik dan saran yang bersifat membangun untuk optimalisasi layanan pada pembaca, relasi dan pengiklan. Semoga tahun-tahun kedepan Mercusuar makin baik, baik dan terus menjadi yang terbaik. Semoga!***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu