Menjaga Hak Orang Miskin
Oleh: Temu Sutrisno
PEKAN kemarin publik Indonesia disentakkan berita Ummi membakar diri dengan dua anaknya di kamar mandi kostnya, Sleman Yogyakarta. Ia tertekan karena terlilit hutang Rp20 ribu pada tetangganya.
Pada saat bersamaan kita juga disuguhkan pemeriksaan kasus korupsi. Para terdakwa dan tersangka masih bisa tertawa dibawah sorotan kamera. Dua fakta yang sangat kontradiktif.
Bagaimana sebenarnya Islam memandang orang yang lemah? Allah SWT dengan hikmah-Nya telah menciptakan manusia berbeda-beda status sosialnya. Ada yang menjadi pemimpin dan ada yang dipimpin. Ada yang ditakdirkan kaya, ada pula yang miskin. Semuanya dijadikan sebagai ujian bagi hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain, maukah kamu bersabar? Dan adalah Rabb kalian Maha Melihat.” (Qs. Al-Furqan: 20)
Dalam firman-Nya yang lain, “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Qs. Az-Zukhruf: 32)
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak bisa lepas dari ketergantungan dengan orang lain. Orang kaya tidak akan terpenuhi kebutuhannya dengan baik tanpa bantuan orang miskin. Pemerintah tidak akan bisa mewujudkan berbagai program secara sempurna bila tidak mendapat dukungan dari rakyat. Oleh karenanya, jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, antara pemerintah dengan rakyatnya, sudah semestinya dikubur. Dengan ini akan terwujud kehidupan yang dinamis, di mana masing-masing tahu peranannya agar tercapai kemaslahatan bersama.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kalian.” (Qs. Al-Hujurat: 13)
Lalu orang miskin dan lemah, menjadi tanggungjawab siapa? Merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan hak-hak rakyat, dengan menebarkan perasaan aman dan nyaman, menjunjung tinggi keadilan, serta menindak orang-orang yang jahat. Kekuasaan merupakan amanah untuk mewujudkan kemaslahatan dalam perkara agama dan dunia. Sehingga manakala pemerintah menyia-nyiakan hak rakyatnya dan tidak peduli terhadap tugasnya, maka kesengsaraan dan azab telah menunggu mereka. Rasulullah SAW bersabda, “Tiada seorang hamba yang diserahkan kepadanya kepemimpinan terhadap rakyat lalu dia mati di hari kematiannya dalam keadaan berkhianat kepada rakyatnya, kecuali Allah haramkan surga baginya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Keadilan akan terwujud dengan menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan Rasulullah SAW. Pemerintah yang adil adalah mereka yang memenuhi hak kaum lemah dan menyintai orang miskin. Bukan yang mengabaikan hak dan bertindak semena-mena pada orang miskin. Bukankah Rasul sangat mencintai orang miskin? Maka marilah memberi dengan cinta.
"Cintailah kaum miskin dan dekatlah kepada mereka. Jika kamu mencintai mereka, Allah akan mencintai kamu. Jika kamu dekat kepada mereka, Allah akan dekat kepada kamu.Jika kamu memberi pakaian kepada mereka, Allah akan memberi pakaian kepada kamu. Jika kamu memberi makanan kepada mereka, Allah akan memberi makan kepada kamu. Dermawanlah kamu, niscaya Allah akan membalas kedermawanan kamu." (HR. Dailami).
Sebenarnya jika pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik dan Negara memegang teguh asas pendiriannya, kasus Ummi tidak akan terjadi. Jika orang kaya peka dan mau mendermakan hartanya, Ummi tidak akan membakar diri, orang miskin tidak akan menumpuk di negeri ini. ***
PEKAN kemarin publik Indonesia disentakkan berita Ummi membakar diri dengan dua anaknya di kamar mandi kostnya, Sleman Yogyakarta. Ia tertekan karena terlilit hutang Rp20 ribu pada tetangganya.
Pada saat bersamaan kita juga disuguhkan pemeriksaan kasus korupsi. Para terdakwa dan tersangka masih bisa tertawa dibawah sorotan kamera. Dua fakta yang sangat kontradiktif.
Bagaimana sebenarnya Islam memandang orang yang lemah? Allah SWT dengan hikmah-Nya telah menciptakan manusia berbeda-beda status sosialnya. Ada yang menjadi pemimpin dan ada yang dipimpin. Ada yang ditakdirkan kaya, ada pula yang miskin. Semuanya dijadikan sebagai ujian bagi hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain, maukah kamu bersabar? Dan adalah Rabb kalian Maha Melihat.” (Qs. Al-Furqan: 20)
Dalam firman-Nya yang lain, “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Qs. Az-Zukhruf: 32)
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak bisa lepas dari ketergantungan dengan orang lain. Orang kaya tidak akan terpenuhi kebutuhannya dengan baik tanpa bantuan orang miskin. Pemerintah tidak akan bisa mewujudkan berbagai program secara sempurna bila tidak mendapat dukungan dari rakyat. Oleh karenanya, jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, antara pemerintah dengan rakyatnya, sudah semestinya dikubur. Dengan ini akan terwujud kehidupan yang dinamis, di mana masing-masing tahu peranannya agar tercapai kemaslahatan bersama.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kalian.” (Qs. Al-Hujurat: 13)
Lalu orang miskin dan lemah, menjadi tanggungjawab siapa? Merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan hak-hak rakyat, dengan menebarkan perasaan aman dan nyaman, menjunjung tinggi keadilan, serta menindak orang-orang yang jahat. Kekuasaan merupakan amanah untuk mewujudkan kemaslahatan dalam perkara agama dan dunia. Sehingga manakala pemerintah menyia-nyiakan hak rakyatnya dan tidak peduli terhadap tugasnya, maka kesengsaraan dan azab telah menunggu mereka. Rasulullah SAW bersabda, “Tiada seorang hamba yang diserahkan kepadanya kepemimpinan terhadap rakyat lalu dia mati di hari kematiannya dalam keadaan berkhianat kepada rakyatnya, kecuali Allah haramkan surga baginya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Keadilan akan terwujud dengan menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan Rasulullah SAW. Pemerintah yang adil adalah mereka yang memenuhi hak kaum lemah dan menyintai orang miskin. Bukan yang mengabaikan hak dan bertindak semena-mena pada orang miskin. Bukankah Rasul sangat mencintai orang miskin? Maka marilah memberi dengan cinta.
"Cintailah kaum miskin dan dekatlah kepada mereka. Jika kamu mencintai mereka, Allah akan mencintai kamu. Jika kamu dekat kepada mereka, Allah akan dekat kepada kamu.Jika kamu memberi pakaian kepada mereka, Allah akan memberi pakaian kepada kamu. Jika kamu memberi makanan kepada mereka, Allah akan memberi makan kepada kamu. Dermawanlah kamu, niscaya Allah akan membalas kedermawanan kamu." (HR. Dailami).
Sebenarnya jika pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik dan Negara memegang teguh asas pendiriannya, kasus Ummi tidak akan terjadi. Jika orang kaya peka dan mau mendermakan hartanya, Ummi tidak akan membakar diri, orang miskin tidak akan menumpuk di negeri ini. ***
Komentar
Posting Komentar