Menantang Keberanian Jaksa dan Polisi
HAMPIR saban tahun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membeberkan temuan yang bersifat dugaan penyimpangan keuangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se- Sulteng. Namun tindaklanjut dari temuan tersebut tidak kelihatan, utamanya yang bersifat pidana.
Belajar dari kasus Century, seharusnya kejaksaan dan kepolisian bisa mengambil langkah maju, menelusuri semua temuan BPK tersebut. Kasus Century terkuak, dari laporan hasil pemeriksaan BPK.
BPK sebagaimana dimaksud UU No. 15 Tahun 2006 Pasal 2 merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sebagai satu-satunya lembaga Negara yang berwenang memeriksa keuangan negara/daerah, hasil pemeriksaan BPK memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti permulaan, untuk melakukan penelusuran dugaan penyimpangan keuangan negara/daerah.
Temuan BPK sebenarnya merupakan entry point bagi penyidik Kepolisian dan Kejaksaan untuk melakukan pendalaman secara hukum, untuk menetapkan apakah temuan BPK sebagai pelanggaran administratif semata atau pelanggaran pidana. Apalagi untuk penanganan hukum, BPK telah menjalin kerjasama dengan Kejaksaan (25 Juli 2007) dan Kepolisian (21 November 2008). Kedua instansi ini sebagaimana kesepakatan (MoU) berkewajiban menindaklanjuti temuan BPK yang terindikasi melanggar ketentuan hukum (korupsi). Namun demikian, belum semua temuan BPK ditindaklanjuti Kejaksaan dan Kepolisian.
Kejaksaan dan Kepolisian kerap kali berdalih, tidak memiliki dokumen laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK. Padahal LHP BPK bisa diakses dengan mudah dari situs resmi BPK. Kedua institusi hukum tersebut juga sering berkilah dengan alasan yuridis formal, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK.
Pasal tersebut menyatakan, apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.
Berlepas dari ketentuan Pasal 8 UU No. 15 tahun 2006, Kejaksaan dan Kepolisian punya tugas khusus untuk menuntaskan dugaan kasus tindak pidana korupsi atau penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan negara/daerah sebagaimana Intruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2004 Poin 11.
Menarik untuk ditelusuri lebih lanjut oleh Kejaksaan dan Kepolisian, temuan BPK pada tiga kabupaten yang dinyatakan disclaimer laporan keuangan TA 2009.
Beberapa temuan BPK yang dimaksud diantaranya temuan dalam LHP Kabupaten Morowali dengan total Rp50,09 Miliar (M) atau 4,70 persen dari cakupan pemeriksaan. BPK juga menyatakan tindaklanjut hasil pemeriksaan (TLHP) sejak 2005 hingga 2008, menunjukkan 79 temuan dengan 174 rekomendasi BPK, telah ditindaklanjuti namun belum sesuai rekomendasi sebanyak 66 rekomendasi dan 91 rekomendasi belum ditindaklanjuti.
Untuk Kabupaten Buol temuan dalam LHP sebesar Rp106,92 M atau 6,87 persen dari cakupan pemeriksaan. Tahun sebelumnya, BPK juga menyatakan opini disclaimer untuk kabupaten Buol, dengan temuan Rp48.37 Miliar. Pemkab Buol tidak menyajikan adanya panjar. Namun, cash opname BUD menunjukkan adanya panjar sebesar Rp7.755.575.990,00 untuk panjar tahun 2007 dan Rp22.223.251.369,00 untuk panjar tahun 2008. Hal ini tidak dilaporkan dalam laporan keuangan sehingga BPK RI tidak dapat meyakini kewajaran penyajian akun kas.
BPK juga memberikan opini disclaimer untuk laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Tolitoli TA 2009. Menurut Kepala BPK Perwakilan Sulteng Dadang Gunawan, penilaian disclaimer tersebut berdasarkan jumlah temuan dalam laporan keuangan Kabupaten Tolitoli sebesar Rp46,48 miliar atau 6,66 persen dari cakupan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemkab Tolitoli.
Selain itu, Dadang menyebutkan, utang sebesar Rp30,90 miliar tidak didukung dengan bukti yang lengkap dan tidak terdapat penyajian dalam sisi aset.
Selanjutnya, Pemkab Tolitoli belum melakukan pembayaran utang yang telah jatuh tempo sebesar Rp2,32 miliar, belanja penunjang operasional (BPO) dan tunjangan komunikasi intensif (TKI) pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten (Dekab) Tolitoli periode 2004-2009 sebesar Rp237,30 juta belum dikembalikan ke Kas Daerah, serta pembayaran atas kegiatan penilaian aset tetap dilakukan sebelum pekerjaan selesai sebesar Rp645,50 juta. TMU
Belajar dari kasus Century, seharusnya kejaksaan dan kepolisian bisa mengambil langkah maju, menelusuri semua temuan BPK tersebut. Kasus Century terkuak, dari laporan hasil pemeriksaan BPK.
BPK sebagaimana dimaksud UU No. 15 Tahun 2006 Pasal 2 merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sebagai satu-satunya lembaga Negara yang berwenang memeriksa keuangan negara/daerah, hasil pemeriksaan BPK memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti permulaan, untuk melakukan penelusuran dugaan penyimpangan keuangan negara/daerah.
Temuan BPK sebenarnya merupakan entry point bagi penyidik Kepolisian dan Kejaksaan untuk melakukan pendalaman secara hukum, untuk menetapkan apakah temuan BPK sebagai pelanggaran administratif semata atau pelanggaran pidana. Apalagi untuk penanganan hukum, BPK telah menjalin kerjasama dengan Kejaksaan (25 Juli 2007) dan Kepolisian (21 November 2008). Kedua instansi ini sebagaimana kesepakatan (MoU) berkewajiban menindaklanjuti temuan BPK yang terindikasi melanggar ketentuan hukum (korupsi). Namun demikian, belum semua temuan BPK ditindaklanjuti Kejaksaan dan Kepolisian.
Kejaksaan dan Kepolisian kerap kali berdalih, tidak memiliki dokumen laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK. Padahal LHP BPK bisa diakses dengan mudah dari situs resmi BPK. Kedua institusi hukum tersebut juga sering berkilah dengan alasan yuridis formal, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK.
Pasal tersebut menyatakan, apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.
Berlepas dari ketentuan Pasal 8 UU No. 15 tahun 2006, Kejaksaan dan Kepolisian punya tugas khusus untuk menuntaskan dugaan kasus tindak pidana korupsi atau penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan negara/daerah sebagaimana Intruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2004 Poin 11.
Menarik untuk ditelusuri lebih lanjut oleh Kejaksaan dan Kepolisian, temuan BPK pada tiga kabupaten yang dinyatakan disclaimer laporan keuangan TA 2009.
Beberapa temuan BPK yang dimaksud diantaranya temuan dalam LHP Kabupaten Morowali dengan total Rp50,09 Miliar (M) atau 4,70 persen dari cakupan pemeriksaan. BPK juga menyatakan tindaklanjut hasil pemeriksaan (TLHP) sejak 2005 hingga 2008, menunjukkan 79 temuan dengan 174 rekomendasi BPK, telah ditindaklanjuti namun belum sesuai rekomendasi sebanyak 66 rekomendasi dan 91 rekomendasi belum ditindaklanjuti.
Untuk Kabupaten Buol temuan dalam LHP sebesar Rp106,92 M atau 6,87 persen dari cakupan pemeriksaan. Tahun sebelumnya, BPK juga menyatakan opini disclaimer untuk kabupaten Buol, dengan temuan Rp48.37 Miliar. Pemkab Buol tidak menyajikan adanya panjar. Namun, cash opname BUD menunjukkan adanya panjar sebesar Rp7.755.575.990,00 untuk panjar tahun 2007 dan Rp22.223.251.369,00 untuk panjar tahun 2008. Hal ini tidak dilaporkan dalam laporan keuangan sehingga BPK RI tidak dapat meyakini kewajaran penyajian akun kas.
BPK juga memberikan opini disclaimer untuk laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Tolitoli TA 2009. Menurut Kepala BPK Perwakilan Sulteng Dadang Gunawan, penilaian disclaimer tersebut berdasarkan jumlah temuan dalam laporan keuangan Kabupaten Tolitoli sebesar Rp46,48 miliar atau 6,66 persen dari cakupan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemkab Tolitoli.
Selain itu, Dadang menyebutkan, utang sebesar Rp30,90 miliar tidak didukung dengan bukti yang lengkap dan tidak terdapat penyajian dalam sisi aset.
Selanjutnya, Pemkab Tolitoli belum melakukan pembayaran utang yang telah jatuh tempo sebesar Rp2,32 miliar, belanja penunjang operasional (BPO) dan tunjangan komunikasi intensif (TKI) pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten (Dekab) Tolitoli periode 2004-2009 sebesar Rp237,30 juta belum dikembalikan ke Kas Daerah, serta pembayaran atas kegiatan penilaian aset tetap dilakukan sebelum pekerjaan selesai sebesar Rp645,50 juta. TMU
Komentar
Posting Komentar