Adipura atau Kebersihan Pura-Pura

 


Untung tidak hujan. Kalimat pendek ini, menjadi ungkapan syukur aparatur Kota Palu saat Tim Penilai Adipura menyambangi beberapa titik kota.

Menjadi pemandangan yang jamak di Kota Palu, saat hujan datang air meluap dari drainase dan mengangkat material di dalamnya, mengotori jalan-jalan kota. Sampah rumah tangga, botol dan gelas mineral, hingga popok Balita berserakan.

Untung tidak hujan. Satgas Adipura yang berjaga-jaga di beberapa jalur yang akan dinilai sekurang-kurangnya tidak direpotkan dengan sampah. Belum lagi sisa galian proyek yang tak segera diangkat, menambah kesan ketidakindahan.

Sekiranya, Tim Penilai Adipura menilai dengan hati, mudah mengetahui titik penilaian telah siapkan sebelum tim datang. Beberapa sekolah, malah bersiap diri beberapa hari menjelang tanggal 7 September 2022, awal penilaian dilaksanakan.

Ini mirip dengan temuan di Pasar Minggu Jakarta Selatan tahun 2012. Ada program pembersihan PKL yang berjualan


di trotoar. Sayang, kegiatan positif itu hanya sesaat. Usai penilaian, para pedagang bisa berjualan bebas tanpa ada larangan.

Rupanya, program bersih-bersih itu hanya untuk memuaskan juri penilai Adipura. Kebetulan, mereka menilai Pasar Minggu.

Belajar dari kasus 2011 silam, saat itu semua daerah di Indonesia bernafsu untuk mendapat penghargaan kota terbersih bernama Piala Adipura. Sebagian ada yang benar-benar layak mendapatkannya. Namun sebagian lagi menggunakan cara-cara berlawanan dengan hukum.

Suap,adalah praktik ilegal pertama yang ditemukan dalam penilaian Adipura. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2011 menemukan adanya aliran dana tak wajar dari Pemkot Bekasi yang dipimpin oleh Mochtar Muhammad ke panitia Adipura.

Kasus ini bergulir hingga tingkat kasasi. MA pun memvonis Mochtar dengan penjara selama 6 tahun.

Masyarakat, tidak tahu persis berapa besar anggaran dihabiskan Pemerintah Kota Palu untuk mengejar Adipura. Tidak pernah ada pemberitahuan ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban. Dua hal yang tampak nyata, pertama, pengadaan mobil pengangkut sampah di perubahan APBD 2021. Masyarakat juga tidak tahu bagaimana proses pengadaannya. Tiba-tiba kendaraan karoseri, muncul dalam waktu relative singkat. Apakah ada permainan dalam pengadaan? Entahlah.

Kedua, saat pejabat Pemerintah Kota dipimpin lansung Wali Kota berduyun-duyun kunjungan ke luar daerah, untuk studi tiru pengelolaan kebersihan. Momen itu dimanfaatkan pejabat untuk meyeberang ke Negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

Semoga penilaian Adipura berjalan apa adanya, bukan ada apanya. Jangan sampai Adipura melahirkan kebersihan pura-pura. Apalagi bermasalah hukum di kemudian hari.

Di satu sisi, penyintas bencana setiap September datang selalu mengelus dada, kapan hak-hak tertunaikan. Mereka tidak butuh penghargaan, mereka butuh kepastian hak atas hunian dituntaskan. Wallahualam bishawab. ***



https://mercusuar.web.id/tonakodi/adipura-atau-kebersihan-pura-pura/?page=2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu