Kasus Brigadir J dan Briptu D
DI JAKARTA, kasus penembakan Brigadir
J belum usai. Di Palu, Briptu D tertangkap tangan membawa uang Rp4,4 miliar
diduga hasil suap dari calon siswa (Casis) Bintara Polri.
Kedua kasus mirip. Jika kasus
Brigadir J diungkap ke publik tiga hari setelah peristiwa, kasus Briptu D
mencuat ke masyarakat setelah dua pekan berjalan. Briptu D ditangkap 28 Juli
2022, berita baru beredar tanggal 15 Agustus 2022. Menurut wartawan yang yang
meliput di Polda, berita muncul karena wartawan mencium dugaan suap tersebut.
Bukan inisiasi kepolisian untuk menggelar keterangan pers.
Suap, bukan hanya pelanggaran etik.
Suap juga masuk kategori tindak pidana korupsi. Anehnya, uang suap Rp4,4 miliar
tersebut yang seharusnya menjadi barang bukti malah dikembalikan ke orang tua
Casis.
Lagi-lagi kasusnya sama. Jika pada
kasus Brigadir J (sebagian) barang bukti dihilangkan, di kasus dugaan suap
Casis uang barang bukti juga hilang (karena dikembalikan). Mestinya uang
tersebut menjadi bukti, yang diamankan penyidik. Pengembalian itu patut diduga
sebagai tindakan menghilangkan barang bukti.
Jika di Jakarta Bharada E pada
awalnya mengaku sebagai eksekutor tunggal dalam tembak menembak yang
mengakibatkan Brigadir J meninggal, dalam kasus dugaan suap Casis, Briptu D
juga mengaku bekerja sendiri.
Pada akhirnya, pengakuan Bharada E
menguak keterlibatan dan menyeret banyak orang di kepolisian atas kasus
penembakan Brigadir J.
Kasus dugaan suap Casis Briptu D,
harus ditelusuri, diusut tuntas.
Pengakuannya bekerja sendiri tidak masuk akal. Bagi orang dengan nalar sehat,
tidak percaya seorang Brigadir Satu mampu memengaruhi keputusan panitia
penerimaan Casis.
Kasus di Sumatera Selatan
membuktikan, kasus serupa melibatkan banyak orang. Pengadilan telah menjatuhkan
vonis untuk dua orang, perwira menengah dan perwira pertama dalam kasus yang
sama persis dengan di Polda Sulteng.
Harus ditelusuri dan tuntas ke
akar-akarnya. Kenapa? Karena polisi adalah aparat terdepan penegakan hukum.
Jika dari awal masuk sudah melanggar hukum, bisa dibayangkan bagaimana kinerja
setelah jadi polisi.
Bagaimana masyarakat bisa percaya
sama polisi, jika pelanggaran hukum di internal tidak diselesaikan secara hukum
pula.
Kita tunggu, apakah kasus Briptu D
akan berkembang dan menyeret banyak oknum dan pejabat kepolisan sebagaimana
kasus penembakan Brigadir J? Ataukah ini akan berhenti pada sidang etik pada
seorang Briptu D?
Jangan sampai kasus suap ini berujung pada etik semata, seperti kasus suap jabatan di jajaran Pemprov Sulteng. Dugaan suap jabatan yang semestinya dapat dikategorikan tindak pidana korupsi, hanya berhenti pada persoalan administrasi.
Semoga dugaan suap Casis di Polda
Sulteng bukan fenomena gunung es. Wallahualam bishawab. ***
Komentar
Posting Komentar