Penikmat APBD

 


DAHULU kala, Qarun menikmati anggaran belanja Kerajaan Mesir Kuno pada masa Fir’aun memerintah. Mengapa bisa? Karena Qarun sangat dekat dengan kekuasaan. Qarun bergandengan tangan dengan Fir’aun di kutub politik, dan Haman di poros birokrasi. Pengelolaan keuangan dan monopoli proyek ala Fir’aun, Haman, dan Qarun pada akhirnya menenggelamkan peradaban Mesir ke jurang kehancuran.

Kisah Mesir ini mestinya menjadi ibrah atau pelajaran bagi orang-orang sesudahnya. Faktanya, banyak orang tidak belajar dari kisah ini.

Di banyak Negara, di hampir semua daerah, pengelolaan anggaran dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan masih dengan style masa Fir’aun.

Tidak sulit menemukan rekanan pelaksana proyek, orangnya itu-itu saja. Hanya sedikit orang yang dekat dengan lembaga legislative dan eksekutif atau pemerintah, yang mendapatkan ‘kue’ anggaran melalui beragam proyek.

Kondisi ini seperti yang dikeluhkan beberapa rekanan. Ia merasa sulit berkembang, karena tidak punya orang di legislative ataupun eksekutif.

Legislative yang semestinya tidak mengurus proyek, berlindung di balik pokok-pokok pikiran (Pokir), atas nama masyarakat menitip anggaran di dinas dan badan.

Jika sekadar mengusulkan anggaran kegiatan aspirasi masyarakat, tidak ada masalah. Persoalan muncul, ketika di balik Pokir terselip rekanan tertentu yang mengerjakan kegiatan dimaksud.

Demikian halnya dengan rekanan yang dekat dengan pemerintah. Atas nama balas jasa dan balas biaya saat Pilkada, orang-orang tertentu sangat mudah mendapatkan proyek dibanding  mereka yang tidak ‘berkeringat’ saat kontestasi politik dihelat.

Boleh-boleh saja mereka yang duduk di legislative ataupun orang-orang yang dekat pemerintah mengelak.

Cara-cara seperti ini, pada akhirnya hanya sekelompok kecil masyarakat yang dapat menikmati kue anggaran.

Selain karena balas jasa dan balas biaya, kondisi ini tidak terlepas dari orientasi pemerintah yang hanya pada pertumbuhan ekonomi. Padahal, trade off dari pertumbuhan adalah pemerataan. Anggaran tidak boleh berputar pada segelintir orang.

Apalagi kecenderungan pemerintah lebih mementingkan sektor yang memiliki kontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi, yaitu industri  dan perdagangan. Kebijakan ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati kelompok menengah ke atas dan membuat ketimpangan semakin lebar.

Ayo angkat tangan tinggi-tinggi, siapa yang ingin hidup berkah? Dapat dipastikan semua orang akan mengangkat tangannya.

Ayo angkat tangan tinggi-tinggi, siapa yang berani menyatakan dirinya bersih dari (pengaturan) proyek? Mungkin, hanya sedikit yang berani mengacungkan tangan. Wallahualam bishawab. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu